Lintang bergumam, duduk di pojokan meja kantin sendirian dengan susu kotak vanilla dan pikiran menerawang. Percakapan pada bapak-bapak Never saat istirahat pertama tadi, terbayang di benaknya.
Ia membuka handphonenya, membuka website untuk melihat beberapa berita tentang Never namun yang ditemukan hanyalah akun Instagram saja. Itu baru dibuat sekitar 5 tahun lalu, terhitung baru.
Iseng membuka Chrome, mencari dan kembali mendalami berita tentang Never lagi. Dan yang Ia temukan, adalah berita 18 tahun lalu. Perihal pembunuhan berencana Wolves, pada Never yang banyak melibatkan korban.
Lintang menggeleng tak percaya, "Gila, bahkan sebelum gua lahir ni Never udah ada ternyata." Decaknya setengah kagum.
"Ketuanya ampe meninggal, inisial B? Bintang bintang itu kah?"
"Heh, udah bel lo kagak masuk?"
Lintang mendongak, mendapati Tara si kakak kelas. Kemudian Ia menggeleng, "Gapapa, gua denger kelas gua bakalan ada jam kosong. Lo sendiri ngapa disini bang?"
"Sumpek di kelas." Tiba-tiba Tara duduk di hadapan Lintang, Lintang masih fokus membaca artikel berita yang baru saja Ia temukan.
"Lo kan ngga masuk kualifikasi ya, biasanya kalau udah ngga masuk kualifikasi terus udah ketemu sama bang Langit sekali, itu udah ngga ada urusan lagi. Gua bingung kenapa lo dipanggil tadi."
Tatapan Lintang beralih, "Gua juga bingung, tapi gua tetep bakalan maksa masuk Never sih." Lintang menyengir, membuat Tara hanya mendecih "Lagian katanya, gua mirip sama si Bintang Bintang siapa lah itu ngga tau."
"Nah, katanya iya. Alasan lo dipanggil tuh, mastiin lo tuh Bintang ketua Never yang dulu jadi korban kecelakaan atau bukan."
Lintang mulai tertarik, kini perhatiannya Ia fokuskan seluruhnya pada Tara "Nah, kok bisa gua mirip sama si om Bintang itu?? Tapi gua yakin, yang lebih cakep itu pasti gua."
"Si Anying, ku pede pede teuing hirup sia téh atuh kehed."
"Ngomong apa sih, gua ga faham." Lintang kebingungan.
"Ngga, gua penasaran kenapa lo maksa mau masuk Never."
Lintang menyengir "Selain kesepian, sejujurnya gua mau minta perlindungan tentang ancaman mereka."
"Ancaman mereka?"
"Iya, gua punya bukti yang banyak. Kalau lo denger kabar lima orang masuk UGD karena gua, itu bener. Tapi tentang gua pelaku bully yang gua lakuin ke mereka, itu salah."
Tara menyimak, "Coba lo bayangin, satu orang berstatus rakyat biasa ngebully lima orang sekaligus dan statusnya mereka anak pejabat? Masuk akal?"
"I see, gua ngerti sekarang. Terus kenapa bungkam?"
"Lah, lu pada yang tolol ngga mau liat latar belakang napa gua yang capek koar koar, yang ada aing mati duluan ama mereka."
"Lah iya, masuk akal."
Tara tak menyangka, awalnya Tara percaya saja karena memang sudah banyak kasus serupa. Tapi Tara tak tahu tentang latar belakang masing-masing, jika sudah begini... Bukankah sudah menjadi salah satu bukti, Lintang tidak seperti yang diberitakan.
"Mau gua bantu?"
Lintang berbinar, kemudian mengangguk semangat "Boleh, lagian gua cuma perlu nyebarin ke sosial media. Karena kalau langsung di lapor ke polisi, yang ada gua yang di bungkam."
"Gua bakalan minta bantuan Bang Langit, gua yakin dia bisa bantu."
"Dia udah tua, kenapa dipanggilnya bang dah bukan Om atau Pak?"
"Dia belum nikah."
"ANJING, PERJAKA TUA."
Yakin perjaka, tang?
---
To be Continued...
Lapak Kritik, Saran dan Diskusi :
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Say hai to Lintang!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.