-- Typo's --
----
"Jaksa ngga sepenting itu ngga sih? Jadi kalau salah satu keluarganya mati, itu ngga akan jadi pusat perhatian?? Apalagi kalau anak haram, dari istri yang gila."
Dduk!!
Lintang melempar besi yang lumayan berkarat ke arah Nexo, matanya yang tergores luka sedikit mengucur darah, memberikan tatapan yang tersirat kemarahan yang mengerikan.
Vian tertawa disana, "Loh heh? Why are you so mad like that, little punk?" Lalu meraih besi yang tadi Lintang lemparkan untuk dilemparkan lagi pada Lintang.
Hanya ada mereka bertiga disini, sisanya memantau Blaze yang tengah bertempur habis-habisan dengan Never setelah bendera perang di kibarkan.
"Isn't that the reality? A wife and child whom no one will recognize, just because the child is the human of an illegal marriage?"
"Who the fuck are you to say that, bajingan. Are you a Lord?" Jelas Lintang sangat marah, daripada dirinya, Ibunya lah nomor satu. Mengatai buruk tentang ibunya, harus dibayar dengan kematian.
Hatinya Ia tenangkan agar tidak mengundang bara api pada pemikirannya, mengabaikan ocehan Nexo serta Vian yang menjelek-jelekkan dirinya.
Sedikit kelelahan sebab seharian di siksa habis-habisan untuk dimintai dimana Ia menyimpan semua file video yang di posting, kemudian memaksa dirinya untuk klarifikasi bahwa itu semua hanyalah settingan.
Tapi hatinya terus berlari pada sang Ibu, apakah Ia baik baik saja atau sama seperti dirinya? Lagi, lehernya di cengkram seperti tidak puas setelah membantingnya berkali-kali.
Seperti tidak puas lehernya hampir membiru karena di cekik berkali-kali, benar benar seperti tidak puas wajah dan badannya yang berdarah-darah serta tubuhnya yang melemah.
Benar-benar tidak diberi ampun.
"I think I really should to kill you, at least when we're in prison, your life isn't running around happily outside the prison cell." Tidakkah mereka puas menyiksanya?
"Salah gua apa selama ini sama lo pada, bastard. Even when i was a student there, i just kept quiet without bothering you all."
"Karena lo cupu."
Lintang tertawa disana, mengundang tatapan aneh dari Nexo dan juga Vian yang berada di pojok ruangan. Dirinya yang berada pada posisi terduduk kini harus tersungkur sebab tendangan Nexo, menggores luka baru si keningnya.
Helaan nafas Lintang berikan, "Manusia emang hampir semua gila, cuma karena cupu pada ga demen padahal harusnya gua yang ga demen gua cupu." Katanya, kemudian melirik pada Nexo seraya mengusap keningnya "Karena cupu atau ada yang lain?"
"What did you expect? Little punk? Kekayaan? Kita punya. Populer? Kita juga punya. Kebahagiaan? Kita juga punya ngga kaya lo yang punya kelainan sukanya depan buku aja kaya ga punya kehidupan. We even have freedom, but you? You're not."
"Tapi lo pada gangguin gua, Is it an upbringing that you have? Like trash, even more disgusting than trash."
"HOW DARE YOU!"
Kali ini Nexo menendang wajah Lintang hingga terpental, Vian menarik Nexo dan memberikan tajam. Berbisik tanpa Lintang ketahui, apa isinya.
"If you kill him, Aldrin will also kill you."
Nexo berdecih, cause of that fucking bastard's idea, we fell into this part, shit. How can you support your mate in such a strange and disgusting love?"
Tanpa mereka sadari, Lintang berdiri dengan balok di kedua tangannya. Menghampiri mereka yang sibuk berdebat, kemudian membenturkan kedua balok itu dari belakang kepala keduanya.
Tak sampai pingsan, namun berhasil membuat keduanya menjerit dan memegang kepalanya. Lintang gunakan kesempatan untuk kabur, sedikit kewalahan sebab tubuhnya yang mulai lelah.
"Where are you, mom?" Gumamnya, saat keluar dari ruangan yang dimana Ia ambil kuncinya dari dalam, Lintang menutup pintu dan menguncinya dari luar.
Hal pertama yang Ia dapatkan hanyalah sebuah lorong yang remang dengan ujung yang ditutupi oleh kain gorden berwarna hitam. Langkahnya sedikit terseok, kala sampai pada pintu itu perhatian Lintang teralih pada lorong sebelah kanan.
Pintu kaca yang menunjukkan ibunya, tengah berbaring di lantai beralaskan ubin yang dingin. "Sialan, gua udah kaya di drama drama, ini dramatis banget anjing di culik ngerepotin."
Beberapa kali tubuhnya ambruk, lemas luar biasa.
"Maaa! Bangun!" Lintang mengedarkan pandangannya, bagaimana cara membuka pintu ini? Dengan idenya yang agak gila, Lintang menabrakan diri beberapa kali berniat mendobrak.
Dan Pprangg!!
Pintu kaca pecah, membangunkan Renata hingga Ia terduduk begitu saja. Tatapan matanya terkejut, menatap anaknya yang babak belur penuh bingung.
"Kenapa?"
"Mama ngga apa apa?"
"Dingin, mama dingin." Lintang tersenyum, menangkup wajah mamanya dengan senyum yang lembut.
Darah yang mengalir pada kening dan bibir Lintang, Renata usap dengan lembut. Membuat Lintang terpejam menikmati sentuhan lembut sang Ibu, Ia menyunggingkan senyum manis dengan gigi putih yang sedikit terpampang.
"Ayo, pulang."
"Pulang."
Lintang terpejam, menetralkan peningnya untuk beberapa saat. Sebelum bangkit dan memapah sang Ibu yang masih menatapnya bingung, tatapannya dalam sekali namun tak Lintang pedulikan.
Saat membuka gorden hitam tadi, Lintang mendapati area lorong yang di kanan kirinya adalah gudang serta dapur. Di depannya ada sebuah pintu yang menghubungkan antara pintu keluar belakang, dan sepertinya jalan yang tidak tau dibawa kemana.
Dengan sedikit cepat, Lintang memapah Ibunya pada pintu keluar. "Dress biru mama, bagus?"
Lintang menoleh, "Bagus, mama cantik vanget pake dress ini. Kayanya bakalan banyak banget yang suka ama mama."
"Mama bisa jadi model ngga?"
"Bisa banget, nanti Lintang bantu daftarin asal mama nurut sama Lintang. Gimana?"
Mata Lintang mengedar, saat pintu dibuka. Semua senjata api mengarah padanya, orang-orang berjas hitam yang Lintang yakin seumuran dengan Langit memojokkannya.
Sedang sisanya yang seumuran dengan Ia, memakai jaket berlogo Blaze menodongkan samurai yang sempat Lintang pikirkan dalam sekejap, dari mana mereka mendapatkannya?
"Mereka siapa?"
Lintang menoleh pada sang Ibu, "Iblis."
Trashh!
Dua belati mampir ke dua target yang berbeda, salah satu yang Nexo lemparkan hampir mampir pada Renata membuat Lintang menarik Renata pada pelukannya, sehingga belati itu melewati pundaknya dan tergores.
Sedangkan satu lagi berasal dari lemparan tangan Langit, yang dimana tepat sasaran sebab tertancap pada bisep orang yang sudah menodongkan senjata api di leher Lintang.
Tentu penargetan di ubah, pertempuran antara kedua belah pihak tak dapat di elakkan sehingga Nexo dan Vian yang baru saja datang, mau tidak mau bergabung.
"Yan, tolong Lintang. CEPET TOLONG LINTANG, PIYAN."
- - -
To be Continued . . .
Lapak Kritik, Saran dan Diskusi :
Ketemu mantan, saling lempar senyum. Senyumannya ngga nyampe 10 detik, salah tingkahnya masih ampe sekarang. Sial.
