22

369 46 8
                                    

-- Typo's --

--
Lintang termenung, kepalanya tertunduk dalam. Pikirannya berputar-putar, mengingat kejadian sebelum kesadarannya hilang.

Ibunya, dengan keberanian yang entah dari mana, menyelamatkan dirinya dari tusukan belati yang mengarah tepat ke jantungnya. Kemudian seingatnya, kepalanya dibenturkan ke batu bata. Semuanya terjadi begitu cepat.

Kini, ketika ia membuka mata di ranjang rumah sakit, telinganya menangkap suara berita dari televisi tentang kasus penculikannya dan kematian ibunya.

"Padahal Lintang udah janji buat bantuin mama jadi model," gumamnya lirih.

Namun seperti Dejavu, Lintang memiliki sekelebat bayangan tentang wanita cantik yang keluar masuk rumah membawa banyak botol minuman, hanya sekilas namun itu tak begitu dipedulikan.

Matanya mengedar, namun tidak ada air mata yang keluar. Ia kembali menunduk, menatap kosong ke arah lantai.

"Bahkan Lintang belum liat jasad mama buat terakhir kalinya. Mama, kenapa ngga ajak Lintang?"

Pintu kamar tiba-tiba terbuka, menampakkan Langit yang terkejut melihat Lintang sudah sadar.

"Sejak kapan? Bentar, gua panggil dokter."

"Om!" sergah Lintang dengan suara serak, tak diberi kesempatan bicara selama dua minggu. Namun, Langit tidak peduli dan tetap memanggil dokter.

Singkat cerita, dokter memeriksa Lintang dan memberinya minum. Laporan akan keluar dalam beberapa jam ke depan. Setelah itu, hanya tersisa Langit dan Lintang di kamar, suasana diisi oleh suara iklan televisi.

"Mama lo..." kata Langit pelan.

"Tau. Dimana Ayah?" potong Lintang cepat.

Langit terdiam. Perihal laporan yang dia ajukan tentang kasus Arfan itu bohong. Tapi yang pasti, Arfan benar-benar pergi.

"Ayah kemana? Dia ada kesini?" tanya Lintang, suaranya mengandung keputusasaan.

"Ada, buat pamitan pergi dinas."

Lintang tertawa getir. "Percaya?" Pertanyaan itu membuat Langit diam dengan senyum tipis di bibirnya.

"Ayah kalau pulang cuman buat mukul, mending nggak usah." —Ingatan aneh muncul dikepala Lintang, sepertinya Ia pernah mengatakan ini.

Padahal baru saja Ia mau mengatakannya, tapi di dalam pikirannya sudah direalisasikan.

"Bener."

"Hah?" Langit bingung, Lintang tiba tiba saja berceletuk namun Lintang malah turut bingung.

Lintang sendiri menggeleng, entah mengapa suara itu tiba-tiba terlintas di kepalanya dan kebetulan sangat relate.

"Tinggal sama gua aja, yuk?" ajak Langit tiba tiba.

"Karena kasian kan?"

"Apa harus dengan alasan cinta?" Langit menaik turunkan kedua alisnya, cukup membuat Lintang berekspresi muak.

"Muka lo jelek banget, om. Najis gua liatnya."

"Lah, cakep gini?"

"Seumuran bapak gua."

Langit tertawa. "Sakit?"

"Iya, kayanya."

"Bukan luka di badan, Lintang. Gua tanya, lo sakit?"

Lintang menatap Langit dalam, tatapannya sulit ditebak. Ada senyum tipis di sana. "Menurut lo sakit ngga, ditinggal mama tanpa bisa ngeliat beliau buat terakhir kali di pemakaman?" Langit hanya mengangguk.

"Dan tiba-tiba ayah pergi gitu aja, tanpa ngajakin gua yang notabenya anak dia." Lintang tersenyum pahit. "Menurut lo, sakit?"

"Sakit. Tolong mau, gua adopsi Lintang. Gua minta tolong."

"Karena kasian?"

"Ngga, gua ngga punya perasaan buat kasian sama orang, tolong."

Lintang menatap Langit lekat, bibirnya sedikit bergetar dan matanya berkaca-kaca. Langit tersenyum tipis, hampir tak terlihat, kemudian berdiri.

"Jadi, are you okay?" Tanya Langit lembut.

Hati Lintang menghangat, "Jadi, are you okay?"  Suaranya terus menggema, membuat Lintang menunduk seraya memegang dadanya sesak.

Apa ini?

Langit menarik Lintang dengan lembut agar duduk di ranjang rumah sakitnya, meraih kepala Lintang untuk bersandar di dadanya. Dengan cepat, Lintang memeluk pinggang Langit dan menenggelamkan wajahnya di sana.

Untuk pertama kalinya, Lintang menangis di hadapan selain cermin.

---
To be Continued.

Lapak Kritik, Saran dan Diskusi  :

Bingung ending, spoiler dikit Langit lebih brutal sama Lintang daripada Bintang.

Bingung ending, spoiler dikit Langit lebih brutal sama Lintang daripada Bintang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Reader Langit & Lintang rn ^

Langit dan Lintang | S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang