12

537 61 11
                                        

-- Typo's --

---
"Cil, numpang kencing di rumah lo bayar kaga?"

Lintang membuat ekspresi tak habis pikir, Ia membuka gerbang rumahnya lalu memberikan kode Langit untuk mengikutinya.

"Kagak, lo berak di rumah gua juga gratis om."

Rumah Lintang cukup sederhana, saat sampai pintu hendak masuk ke rumah, bau alkohol begitu menyengat masuk ke indra penciuman Langit. Hal ini membuat Langit dejavu, sama persis ketika dulu Ia mampir ke rumah Bintang.

Jantungnya berdetak kencang, berpikir bahwa Lintang memiliki nasib yang sama seperti apa yang Bintang jalani.

"Maaf ya om, bau alkohol. Om lurus aja, belok kiri terus ada dapur. Masuk aja, ntar nemu kamar mandi." Langit mengangguk, setengah berlari sebab sudah tak tahan.

Lintang sendiri merenggangkan ototnya, setelah makan tenaganya sudah mulai kembali. Tas yang berisikan baju Ia taruh di sofa, sedikit berantakan sebab ada bekas rokok yang berserakan.

Selain itu juga ada obat tidur, anti depresan dan lain lain. Lintang menghela nafas, rasanya ingin Ia buang dan di bakar. Namun hal itu hanya sebuah bencana untuk dirinya.

"Masih ingat rumah lo?!" Lintang tersentak kaget, melihat ayahnya turun dari lantai dua.

Ia pikir beliau sedang tidak di rumah, karena setau Lintang, sang Ayah hanya ada di malam dan pagi hari. Sebelum dan setelah pulang bekerja, sedikit terkejut ketika sore hari beliau ada di rumah.

Namun dari penampilan yang Lintang lihat, beliau hendak pergi lagi.

"Maaf yah."

"Si bangsat berantem lagi? Lo gua besarin bukan buat jadi berandalan." Asbak berbahan plastik dilemparkan ke arah Lintang, Lintang tak sempat menghindar sehingga mengenai keningnya.

Lintang terjatuh, meringis dengan mulut yang Ia bungkam sendiri untuk menahan teriakan. Kemudian, teriakan dari mamanya terdengar dari kamar dekat dapur, sang Ayah menatap Lintang dengan penuh kebencian.

"Urus tuh jalang, cekokin racun biar diem juga ide bagus." Katanya sebelum pergi.

Lintang mencoba berdiri, tak peduli pada pening dan darah yang mengalir sebab luka di keningnya bertambah. Pandangannya bertubrukan dengan Langit yang membeku, namun Lintang berlari ke arah kamar mamanya.

Terseok-seok, bukan hal aneh. Ini hal biasa yang Lintang lakukan, terluka dan menangani mamanya.

"Ma?!"

"AAAA!! OBAT, MANA OBAT MANA SINIIN! OBAATT ITU SINIIN!!"

Lintang terdiam beberapa saat di hadapan sang mama, sebelum menarik beliau ke dalam pelukan. Tak peduli jika beliau melawan dan mencakar punggungnya, Lintang hanya ingin mamanya tenang.

"TOLONG LINTANG, ambilin mama obatnyaa! SAMA MIRAS MIRAS ITU! MAMA GAMAU KEPIKIRAN TERUS, MAMA GAMAAUUU!!"

Tangisnya pilu, matanya memancarkan keputus asaan. Membuat Langit yang melihat turut merasakan sakit yang sama, tatapan itu adalah tatapan permintaan tolong.

Namun Langit hanya bisa diam membeku, bayangan tahun-tahun lalu ketika Langit pertama kali ke rumah Bintang, itu terlintas dengan cepat di benaknya.

Hal yang Ia lakukan pun tetap sama, hanya membeku menonton Bintang yang terseok-seok pada kehancurannya. Kelihat Bintang yang berusaha berenang ke dasar, dikala kakinya terikat dan terus tenggelam semakin dalam.

"Obatnya aku beli dulu ya? Gimana? Mama minum obat ini dulu, oke? Obat sama Minumannya Lintang beli dulu. Setuju?"

"Kamu ngga bohong kan? BILANG SAMA MAMA KAMU NGGA BOHONG KAN?!! Mama sakit, mama kesakitann. Mama sakit banget Lintaangg!"

"Lintang selalu tepatin janji Lintang, mama ingat kan?"

Sang mama mengangguk tetapi masih terus menangis, kemudian Lintang memberikan obat tidur dan segelas air putih yang tersedia di meja pada mamanya.

Mamanya dibaringkan di kasur, meskipun masih menangis matanya sudah terlihat berat. Lintang yakin, dosis yang diberikan ayahnya cukup tinggi dan ini sangat berbahaya. Jarang-jarang Lintang memberikan hal seperti ini, takut mamanya kenapa-napa.

Menit berlalu, ketika mamanya sudah tidur Lintang beranjak. Sedikit terkejut kala Langit menatapnya di ambang pintu kamar, bibir Lintang mengulas senyum.

"Maaf ya om, lo jadi ngeliat kejadian yang kurang mengenakkan. Ayo ke kamar gua, biar gua jamu dengan layak sebagaimana seharusnya tamu dijamu."

---
To be Continued...

Lapak Kritik, Saran, dan Diskusi :

Lapak Kritik, Saran, dan Diskusi :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

cakep bgt broooo

Langit dan Lintang | S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang