-- Typo's --
---
"J-jangan pulang."
"Huh?" Suaranya teredam oleh suara mesin motor yang Langit kendarai, namun dirinya masih berusaha untuk berucap.
"Jangan pulang, gua ngga mau ketemu mama."
"Bentar lagi, aaahh... Telen, tang." Suaranya Langit menggema di telinganya, cairan pelepasan Langit ada di mulutnya, bahkan Bintang sampai sedikit mencengkram penis milik Langit.
"Masih tegang, sayang?" Suara Langit begitu lembut menyapa telinganya, Ia melirik ke area bawahnya.
Semakin menegang, sebab memang belum puas juga suara lembut Langit yang membuat dirinya semakin nafsu. Ia ingin lebih.
"Temen ngga ngelakuin ini, ngit."
"Kalau gua nganggap lo lebih dari sekedar temen?"
Bintang terkejut, tatapannya polos, "Adik atau saudara juga ngga ngelakuin ini." Tawa Langit terdengar lembut ditelinganya, Ia ingat dengan jelas suasana ini.
"Lebih dari teman dan keluarga, lo udah gua anggap semesta gua. Ibarat gua langit, dan lo bintang. Langit tanpa bintang itu kosong, begitu pun gua."
Kaget, jantungnya hampir berhenti jika tidak Ia netralkan dengan mendusel di dada Langit. "Gua cinta lo, lebih dari gua cinta ke diri gua sendiri. Jangan tanya apa alasannya, gua pun ngga tau."
"I so fucking Love you, Bintang Sebastian."
"Ayo lakuin sekali lagi."
"Be mine?"
"Yes."
"Sampai kapan kira kira kita kayak begini?"
"Sampai bintang lelah bersinar buat ngehiasin langit."
Kecupan Bintang berikan untuk Langit, sebenarnya sedikit malu sehingga wajahnya kembali Ia tenggelamkan di dada Langit. "Bintang itu ngga pernah bosen munculin cahaya nya, kadang kalau misalnya bintang keliatan lagi gak bersinar, sebenernya mereka lagi bersinar."
"Mereka bersinar di angkasa, bedanya manusia ngga bisa liat sebab kehalang sama awan awan."
"Aduhh, aing salting eeuyy!"
"Sumpah, gua cinta lo sampe rasanya mau mati."
"There was something 'bout you
that now I can't remember
It's the same damn thing
that made my heart surrender
