29

512 59 12
                                        

-- Typo's --

----
Diam diam, Langit dan Tara membuat jadwal pertemuan.

Di sebuah Rumah Makan tempat biasa Tara membolos kalau malas pelajaran, atau belum sarapan sebelum berangkat ke Sekolah.

"Oh, jadi ada pembagian rapot di sore hari terus pentas seni pas siangnya? Nah, si Lintang tuh sekarang lagi persiapan buat dia tampil?"

Tara mengangguk mengiyakan, langsung saja Langit berpikir keras mengapa Lintang sama sekali tak mau memberitahu perihal pentas seni, dan hal yang paling penting yaitu pembagian rapot.

Kan, rapot harus diambil oleh orang tua atau wali.

"Terus kenapa Lintang ga mau bilang ke gua?"

Spak spik Tara yang membolos sekolah sebab belum sarapan, kini Ia tengah makan sarapannya dengan nikmat. Padahal di sekolah sedang persiapan untuk perpisahan, Tara malah sibuk menikmati ayam goreng, tempe dan sambal seraya menggibahi Lintang.

"Katanya si malu, terus gamau ganggu lo juga bang."

"Ganggu apaan? Gua perasaan ngga beda jauh sama orang nganggur."

Tara menelan tempe yang ada di mulutnya, dengan bibir sedikit berminyak Ia menatap Langit, "tutorial spek pengangguran tapi kaya raya dong, bang."

"Tanpa tutorial aja lo udah kaya, minta duit aja sono ama bapak lu."

"Bapak gua orang idup, bakalan mati juga. Kalau udah gitu, yang biayain idup gua siapa? Lo sini bang, biayain hidup gua.""

Geplakan mampir di kepala Tara, meskipun Tara ini asal bunyi anaknya, Langit tau —Tara ini sebenarnya pekerja keras. Membangun usaha puding pudingan di kantin, dan turut kerja paruh waktu di kantin dengan bayaran yang lumayan.

Tara lakukan, meskipun bapaknya mungkin bisa beli sekolahan tempat kantin itu berada.

Tara tuh sama seperti Riki, mata duitan.

"Acaranya seminggu lagi banget nih?"

"Taun depan aja bang, lu dateng pas perpisahan tuh bocah."

"Sumpah Tara, lo mau gua gorok apa mau gua bakar idup idup?"

Menghentikan menikmati makanannya, Tara menyilangkan kedua tangannya di dada. Tubuhnya perlahan mundur dengan ekspresi wajah waspada, kepalanya menggeleng takut takut.

"Bang, cukup tau lo ternyata se psychopath itu."

"Gua Mafia pal pale pal pale, ah elu." Tara mengerutkan keningnya, mencari tau perihal mafia pal pale di otaknya, yang dimana hasilnya nihil.

Jokes zaman Langit tak sampai pada zaman Tara.

"Wong kok unik?" Gumam Tara tak habis pikir.

- - -

Badan Lintang hampir remuk, beberapa kali Ia melakukan kesalahan membuat Ia dimarahi oleh pelatih. Selain lelah, rindu pada ibunya menjadi salah satu alasan.

Sehingga setelah pulang sekolah, Lintang menyempatkan mampir ke makam Ibunya. Terduduk dengan lesu—tidak, terkulai lemas menyandar pada papan nisan milik Renata.

Langit dan Lintang | S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang