04

440 49 9
                                    

-- Typo's --

--

Hafiz, Yusuf, Piyan, Riki juga Fatur natap Lintang lumayan lama. Hal ini tentu mengundang pertanyaan kepada Never, ada perihal atau kesalahan apa yang Lintang lakukan sehingga para senior menyuruh mereka untuk menyeret Lintang ke warung bujok.


Lintang sendiri hanya pasrah, yang penting dirinya masuk Never maka dihajar habis habisan pun tak apa apa. Asalkan, ada jaminan jikalau dia menjadi anggota Never.

"Fiz." Panggil Piyan, namun Hafiz hanya menanggapi dengan deheman singkat.


"Gua yakin lo percaya reinkarnasi."

Mata Hafiz melotot, Ia menatap Langit "Gua rasa, dia reinkarnasi dari Bintang." Ia berbisik pada Piyan dan Langit yang kebetulan di sampingnya.

"Kenapa lo mau masuk Never?"

Lintang mengembangkan senyumnya, "Karena gua ingin, hidup gua terlalu flat untuk hidup biasa aja." Meskipun Lintang masih belum mengerti perihal manusia lainnya yang masih menatapnya lekat, Lintang tetap menjawab dengan percaya diri.

Dalam bayangannya, sebelum keluar dari sini, setidaknya akan ada satu atau lebih pukulan yang pasti mampir pada Pipi. Namun Lintang tak peduli, Ia lebih memilih begitu asal balik lagi, jaminan Ia masuk Never dan menjadi anggota tetap.

"Lo ada kasus pembully-an, lo tau itu Tang." Sudah sangat lama, terakhir kali Piyan tak mengucapkan panggilan akhir nama itu.

Rasanya, hati mereka seperti tercubit. Melihat sosok yang mereka hormati, dan sangat mereka rindukan seperti berada persis di depannya dengan kepribadian yang berbeda. Dan pada fakta pahitnya, orang nya memang berbeda.

"Anggap aja begitu, gua pelaku."

"Jadi pelaku, atau korban?" Hafiz membuka suara, Lintang tersenyum tipis.

"Lo percayanya gua pelaku, atau korban?"

Langit memasukkan tangannya ke dalam saku celana, kemudian menatap Lintang dengan tatapan yang menantang. "Gua perlu bukti, tentang lo pelaku atau korban. Kalau ternyata lo pelaku, jangan harap masuk Never."

"Kalau gua korban?"

"Dipertimbangkan." Yusuf yang menyahut, jangan tanyakan mengapa Riki serta Fatur tidak bersuara. Semenjak menikah, otaknya sudah sedikit tertinggal.

Makanya untuk mencerna hal seperti ini, mereka harus berusaha keras. "Dua seperempat nyam-nyam, ngga mau berpendapat?" Yusuf berbisik pada Riki dan Fatur, keduanya sedikit salah tingkah kepergok menatap Lintang terlalu lama.

"Yea, ngga. By the way, nama lengkap lo siapa?"

"Lintang Selatan."

"Bintang Sebastian." Fatur bandingkan dalam hati

"Ada yang mau lo tanyakan? Kalau ngga, lo keluar."

Lintang menatap Langit, bibir bawahnya di gigit dengan mata yang bergerak kesana kemari seakan tengah berpikir keras. Namun pada akhirnya, Ia kembali memberanikan diri.

"Mau nanya, gua nahan ini sedari tadi sebenernya."

"Silahkan."

"Satu, gua ngga tau kenapa masuk Never aja sesusah ini. Padahal tikus aja gampang buat masuk ke dalam kesempatan besar yang instan, yaitu korupsi?"

Riki, Fatur juga Yusuf saling menatap seakan mereka tengah berdiskusi lewat batin. "Sekitar lima atau enam tahun lalu, lo pernah denger keributan di alun-alun karena Never?" Tanya Yusuf.

Lintang menggelang, "Gua masih SD bang."

"Lo berapa tahun sih?"

"17 tahun, ada persyaratan umur juga kah?"

Riki menghela nafas, "Konyol." Lalu Riki tertawa singkat, "Ya intinya ada, dan itu bikin jadi syarat utama. Lanjutan pertanyaan ke dua."

"Bintang itu siapa? Dan kenapa kalian sampe turun tangan dan natap gua, seakan kalian lagi bikin rencana pembunuhan buat gua? Muka seganteng ini apa berpotensi Kriminalitas?"

----
To be Continued...

Lapak Kritik, Saran, dan Diskusi :

Lagi suka bacain Komen, bikin mood naik. Terima Kasih telah menghargai penulis dengan memberikan penulis bintang.

Langit dan Lintang | S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang