Pesanan makanan dari dapur diantarkan satu per satu ke meja pelanggan. Jungwon sedari tadi bolak- balik berjalan keluar masuk dapur bekerja karena hari ini restoran begitu ramai. Perihal kehamilannya tak menjadikan tugasnya diperingan atau bagaimana, pemuda itu diharuskan bekerja seperti biasa. Atasannya tak mengatakan apapun setelah mengetahui kehamilannya.
Jungwon menghela nafas panjang, keringat berlomba-lomba turun dari keningnya, nafas terengah-engah mulai ia rasakan. Jelas-jelas pemuda itu kelelahan karena mungkin faktor kehamilan. Namun tak ada rekannya yang peduli akan kondisinya. Jungwon menggigit bibirnya sendiri, jam bekerjanya masih dua jam lagi, ia harus kuat sampai pulang, jika tak menyelesaikan tugasnya dengan baik bisa – bisa bosnya memotong gajinya. Jungwon harus kuat, Jungwon harus semangat.
Rasa lega dirasakannya kala jam bekerja telah usai, pemuda itu segera memberesi barang-barangnya untuk berlalu pulang. Busnya datang tepat waktu membuat Jungwon tak perlu repot-repot menunggu. Semua kursi yang ada dibus itu telah penuh ditumpangi orang-orang yang tentunya penat dengan pekerjaan sehari-harinya, Jungwon terpaksa harus mengalah dengan berdiri.
Seorang wanita paruh baya berdiri dari kursinya, mempersilahkan Jungwon untuk duduk di tempatnya, namun Jungwon menolak lantaran sungkan dengan wanita tersebut, dia perempuan yang tak muda lagi, beberapa rambutnya terlihat sudah memutih memperlihatkan dirinya yang memasuki usia senja, mengingatkannya pada ibunya yang ada desa. Tentunya wanita paruh baya itu juga perlu duduk mengingat dia lebih dulu menempati kursi itu. Jungwon menolak dengan halus meski dirinya juga ingin duduk sembari mengistirahatkan tubuhnya.
Namun wanita itu tetap kukuh untuk menyuruh Jungwon duduk ditempatnya. "Duduklah, aku tak apa berdiri, pemberhentianku juga sudah dekat. Kau sedang hamil, duduklah agar tidak kelelahan." Tuturnya begitu penuh perhatian pada Jungwon.
Tanpa bisa membantah, Jungwon mulai duduk mengikuti perintahnya. Pemberhentiannya masih lima belas menit lagi, Jungwon membuka tas selempangnya, membuka camilan yang belum sempat ia buka karena kesibukannya tadi sore yang begitu menguras energi. Sebuah roti dimakannya untuk mengisi perutnya yang kelaparan. Selama masa kehamilannya itu nafsu makan Jungwon tentu saja bertambah. Sedikit-sedikit merasa lapar karena janinnya juga butuh makanan, Jungwon selalu membeli dan membawa camilan yang ia taruh di tas selempangnya ketika hendak bekerja. Berjaga-jaga jika sewaktu-waktu dirinya merasa lapar, Jungwon bisa langsung memakan camilannya. Untuk menjaga janinnya tetap kenyang saat ia sedang bekerja.
***
Setelah menyelesaikan sedikit pekerjaan kecil di rumah dan telah membersihkan diri, Jungwon segera beranjak ke kasur untuk mengistirahatkan tubuhnya. Di umur kandungannya yang jalan tiga bulan Jungwon sudah bisa merasakan pergerakan kecil dari janinnya, detak jantungnya, gerakan tubuhnya bahkan jika janin itu merasa kelaparan Jungwon akan langsung merasakannya, seolah janin itu menyatu dengan dirinya.
"Kamu masih lapar? Padahal aku baru aja makan." Jungwon mengusap perutnya sendiri merasakan janinnya itu yang masih bergerak lapar, saat hendak beranjak mengambil camilannya yang ia taruh di tas kerjanya tadi, tiba-tiba Jay masuk kamar dan merebahkan dirinya di kasur juga.
"Aneh, ngomong-ngomong sendiri kayak orang gila." Celetuknya begitu saja menyindir Jungwon. Jungwon menghiraukan hinaan Jay dan mulai beralih pada suaminya,
"Hyung, lihat dia bergerak tidakkah hyung ingin menyentuh dan merasakannya." Ucap Jungwon menunjukkan perutnya yang ia buka. Jay melirik perut itu sekilas lalu membuang muka.
"Tidak akan, aku sudah bilang tidak mengharapkannya. Urus saja bayi itu sendiri!" Jay tersenyum miring menanggapi Jungwon. "Jangan mimpi aku peduli padanya."
Ulu hatinya terasa begitu ngilu mendengar penuturan suaminya. "Hyung tapi dia anakmu, hyung sendiri yang membuatnya kan? Kenapa berkata seperti itu?"
Ucapannya tak dihiraukan Jay sama sekali, lelaki jangkung itu langsung merebahkan dirinya dan menutup matanya untuk terlelap.
"Kenapa Hyung seperti itu?"
Waktu telah menunjukkan dini hari, sejak tadi Jungwon belum tertidur sama sekali karena punggungnya terasa begitu linu. Rasa kantuk belum juga menghampirinya , efek kelelahan seharian bekerja membuat tubuhnya terasa pegal semua.
Tubuhnya bergerak gusar mencari posisi ternyaman, namun tiba-tiba saja Jungwon beranjak kaget bahkan hampir terjatuh dari kasurnya karena tiba-tiba saja kaki Jay bergerak cepat hampir menendang perutnya. Jay memang sering bergerak tak karuan dalam tidurnya, membuat Jungwon merasa bahaya jika sewaktu-waktu bisa saja Jay menendang perutnya dalam lelapnya.
Dari pada janinnya kenapa-napa, Jungwon lebih memilih untuk keluar kamar, dirumah besar ini masih ada beberapa kamar yang tidak terpakai untuk kamar tamu, Jungwon berniat untuk tidur di salah satu diantaranya, namun ketika dirinya membuka pintu, seluruh pintu kamar kosong tersebut terkunci dan Jungwon tidak tahu Jay menyimpan kuncinya dimana. Jungwon menghela frustasi, sepertinya Jay memang berniat agar Jungwon tak menjauhinya. Terpaksa Jungwon harus tidur di sofa ruang tamu. Meringkuk sendiri dalam gelapnya malam demi sang buah hati yang ada dalam perutnya.
Nyesek gak?
Jangan lupa vote dan komen.