Suatu hari, Taeyong merasa tubuhnya mulai lemah dan panas. Ia demam tinggi, namun tidak ingin membuat Jaehyun khawatir. Meskipun kondisinya semakin buruk, Taeyong tetap berusaha menjalani harinya seperti biasa. Saat berada di kantor, rekan kerjanya, Pierre, memperhatikan kondisi Taeyong yang tidak sehat.
"Taeyong, tu as l'air malade. Tu devrais rentrer chez toi et te reposer."
(Taeyong, kamu terlihat sakit. Kamu sebaiknya pulang dan beristirahat.)"Je vais bien, Pierre. Je peux encore travailler."
(Aku baik-baik saja, Pierre. Aku masih bisa bekerja.)"Non, tu as besoin de repos. Si tu continues comme ça, ta santé va empirer. Écoute-moi et rentre chez toi."
(Tidak, kamu butuh istirahat. Jika kamu terus seperti ini, kesehatanmu akan semakin memburuk. Dengarkan aku dan pulanglah.)Taeyong akhirnya menyerah dan setuju untuk pulang. Ia berterima kasih kepada Pierre sebelum meninggalkan kantor.
"D'accord, Pierre. Merci de t'inquiéter pour moi. Je vais rentrer chez moi maintenant."
(Baiklah, Pierre. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku. Aku akan pulang sekarang.)Di rumah, Taeyong berbaring di tempat tidurnya, merasa lelah dan lemah. Ia memutuskan untuk tidak menghubungi Jaehyun agar tidak membuatnya khawatir. Namun, dalam hatinya, ia berharap Jaehyun ada di sana untuk merawatnya.
Taeyong tiba-tiba merasakan sakit yang sangat hebat di perutnya. Rasa sakit itu begitu parah sehingga ia hampir tidak bisa bergerak. Ia menggigit bibirnya, mencoba menahan teriakan, tetapi rasa sakitnya terlalu kuat.
"Ah, sial... Ini sakit sekali" gumamnya dengan suara gemetar. Taeyong menggulung tubuhnya, berusaha mengurangi rasa sakit, namun tidak ada posisi yang membuatnya merasa lebih baik.
Setiap detik terasa seperti menit, dan rasa sakit itu terus berlanjut. Taeyong memejamkan matanya, berharap rasa sakit itu segera hilang. Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, rasa sakit itu perlahan mulai mereda.
"Ya ampun... semoga itu tidak terjadi lagi" kata Taeyong, terengah-engah. Ia sedikit mengumpat, merasa marah dan frustrasi karena rasa sakit itu.
Taeyong kemudian mencoba duduk dengan hati-hati, mengelus perutnya yang masih terasa nyeri. Ia berharap bahwa ini hanyalah kejadian sekali dan tidak akan terjadi lagi. Setelah beberapa saat, ia mencoba tidur kembali, meskipun rasa khawatir masih menyelimuti pikirannya.
•┈┈┈••✦
Di kantor, Jungwoo terus berusaha mendekati Jaehyun dengan berbagai cara. Setiap kali Jaehyun tampak sibuk dengan pekerjaannya, Jungwoo selalu ada di sekitarnya, mencari kesempatan untuk membantu atau sekadar mengobrol.
"Hey, Jaehyun. Aku sudah menyelesaikan laporan ini, kau mau aku bantu dengan yang lain?" Jungwoo selalu menawarkan bantuan dengan senyuman hangat di wajahnya.
Jaehyun, yang sedang fokus pada pekerjaannya, hanya mengangguk singkat. "Terima kasih, Jungwoo. Tapi aku bisa menyelesaikannya sendiri."
Namun, Jungwoo tidak pernah menyerah. Setiap kali ada kesempatan, dia selalu mencari cara untuk menunjukkan perasaannya. Saat istirahat makan siang, dia selalu duduk di dekat Jaehyun, menawarkan makanan atau minuman.
"Aku beli kopi lebih, mau?" katanya sambil meletakkan secangkir kopi di meja Jaehyun.
Jaehyun tersenyum tipis. "Terima kasih, Jungwoo. Tapi lain kali tak perlu repot-repot."
Meskipun Jaehyun bersikap acuh tak acuh, ia tetap menghargai usaha Jungwoo. Namun, dalam hatinya, Jaehyun merasa campur aduk. Bagaimanapun juga, Jungwoo adalah cinta pertamanya, dan perasaan itu masih ada di suatu tempat di dalam dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
the boy is mine🔞
Fanfiction"Kamu tahu, Ten, aku sepertinya menyukai Jaehyun, aku jatuh cinta padanya" "Taeyong, sejujurnya, aku juga menyukainya. Aku tidak pernah berpikir ini akan terjadi, tapi aku merasa tertarik padanya." ! Mature content! ! Adult content! ! Jaedo! ! JaeT...