Sepuluh murid dari kelas XII IPA-3 di SMA Garista terlibat permainan mematikan. Permainan klasik bernama 'petak umpet' yang harusnya adalah permainan yang menyenangkan berubah menjadi permainan pertaruhan nyawa yang mengerikan.
Awalnya, mereka adal...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Semua orang mencurigakan, namun saat mereka mencurigai gue, gue nggak akan tinggal diam."
- Darendra Kyle -
***
"Tok! Tok! Tok!"
Suara ketukan pintu itu terdengar beberapa kali, membuat Kavindra yang masih terlelap di alam bawah sadarnya mulai terganggu. Cowok itu melihat ke arah jam dinding di kamarnya dengan samar. Pukul 08.47, ini hari minggu, siapa yang ribut datang ke rumahnya? Jika ia kira itu adalah Dion, salah besar. Cowok itu masih terlelap di sebelahnya.
"Tok! Tok! Tok!"
Suara ketukan itu kembali terdengar, membuat kesadaran Kavindra semakin terkumpul. Cowok itu beranjak bangkit dari tidurnya dan berjalan dengan malas menuju pintu rumah tanpa ingin membasuh muka terlebih dahulu.
"Kavin! Lo nggak papa?"
Pertanyaan penuh kekhawatiran itu segera menyerbunya begitu ia membukakan pintu. Mendapati seorang gadis-bercelana jeans pendek dan kemeja berlengan pendek berwarna peach serta rambut lurus panjang yang dibiarkan terurai-menatap ke arahnya.
Masih dengan kesadaran yang belum sempurna terkumpul, Kavindra mengerutkan keningnya dengan penasaran. Sejenak, ia tersadar dan segera menutup pintu rumahnya. Membuat gadis yang masih berdiri di depan pintu itu sedikit terkejut.
"K-Kavindra?"
Suara Hiza yang terdengar kebingungan itu tak lantas membuat Kavindra segera membukakan pintu kembali. Sebaliknya, cowok itu terlihat mengusap wajahnya dengan kasar. Bodoh sekali ia, bagaimana bisa ia dengan percaya dirinya membuka pintu dengan keadaan bangun tidur seperti ini?
Tidak malukah dirinya bertemu dengan Hiza dalam kondisi berantakan seperti ini? Tentu saja malu! Bahkan saat ini Kavindra terlihat kembali mengusap wajahnya dengan kasar sembari terus merutuki dirinya dalam benak. Sial! Ia benar-benar merasa malu saat ini. Cowok itu menarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Ia membuka pintu kembali dengan perlahan, sudahlah, lagipula Hiza telah melihatnya.
"Kenapa, Kav?" tanya Hiza dengan keheranan, ada apa dengan cowok itu barusan?
Kavindra tersenyum tipis sembari menggeleng. "Masuk dulu," ujarnya mempersilakan. Namun alih-alih masuk, Hiza justru mengangkat tangannya untuk memegang kedua pundak Kavindra sembari terus mengamati kondisi cowok itu saat ini.
"Lo nggak papa, 'kan, Kav? Lo beneran jadi target anonim semalam? Terus, beneran anonim itu Dion? Kenapa dia yang angkat telepon lo? Dan beneran lari dari anonim buat nyelamatin diri?"