3. Game Is Still A Game

83 30 32
                                        

"Permainan ini hanyalah permainan, hanya saja, nyawamu yang menjadi taruhannya"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Permainan ini hanyalah permainan, hanya saja, nyawamu yang menjadi taruhannya"

- Aiden Narain -

***

Ruang kelas XII IPA-3 terdengar ricuh. Bel masuk sudah berburuk beberapa waktu lalu, namun belum ada seorang guru pun yang terlihat memasuki ruang kelas. Para murid di ruang kelas tersebut bermain dan bercanda ria dengan begitu asyiknya.

Di sudut ruang kelas, tepatnya di bangku ujung belakang, Daren nampak asyik memainkan gitarnya dengan diiringi Alzian yang bernyanyi pelan di sebelahnya. Mereka berdua adalah anggota club musik, tak heran jika mereka sering kali mengadakan konser dadakan di ruang kelas. Terlebih Daren selalu membawa gitar kesayangannya ke sekolah. Alat musik itu sudah seperti detak jantung bagi cowok tersebut. Begitulah beberapa anak di kelas tersebut menyebutnya.

Selain Alzian dan Daren, Dion juga adalah anggota klub musik. Cowok itu adalah vocal utama di club tersebut. Banyak para murid di sekolah ini yang jatuh hati pada suaranya. Bahkan tak jarang dari mereka yang sampai jatuh hati pada orangnya.

Dion adalah orang yang cukup pendiam dan tak peduli dengan sekitarnya, namun sekali ia mengeluarkan jurus ajaib melalui suaranya, seantero sekolah pun mampu ia taklukan. Namun alih-alih tebar pesona dengan suara emasnya saat ini, cowok itu lebih memilih untuk bermain game bersama Aiden di bangku mereka. Tepatnya hanya Dion yang duduk di bangkunya, sedangkan Aiden, cowok itu duduk di atas meja sembari menyandarkan punggungnya dengan nyaman di tembok belakangnya.

Ayarra dan Callista terlihat banyak membicarakan soal make up dan kosmetik lain yang mereka pakai. Tak jarang keduanya saling melontarkan candaan satu sama lain.

Sedangkan Hiza, gadis itu terlihat menyapu pandangannya ke seluruh ruang kelas. Menatap kericuhan yang mereka timbulkan itu membuatnya bertanya-tanya, apakah semudah itu mereka menerima kepergian Kalea dan Abyan? Menganggap seolah-olah tak ada suatu hal pun yang terjadi di antara mereka?

Benar, memang seharusnya seperti itulah Hiza bersikap. Bersikap biasa saja seolah tak terjadi apapun. Ia bisa bersikap biasa saja di depan semua orang tentang permainan ini. Namun, untuk kepergian Kalea, ia belum bisa menerimanya dengan baik. Bagaimanapun juga, Kalea adalah satu-satunya sahabat baiknya. Dan hingga kini ia masih mempertanyakan alasan gadis itu mengakhiri hidupnya sendiri.

"Ini jamkos, Za?" tanya Kavindra mengalihkan atensi Hiza. Cowok itu tahu betul apa yang tengah gadis itu pikirkan. Menatap keramaian ruang kelas itu, Hiza tentu memikirkan sahabatnya yang telah tiada. Juga tentang hal buruk yang terjadi belakangan ini.

Hiza menatap Kavindra lantas menggelengkan kepalanya pelan. "Belum tahu, pak Harto belum ngasih informasi," balasnya.

Kavindra mengangguk pelan. Kedua matanya masih setia menatap kedua manik hitam kecoklatan milik Hiza yang juga menatap ke arahnya. Ia bisa melihat banyaknya suara yang bungkam melalui manik hitam kecoklatan tersebut. Namun sama sepertinya, Kavindra juga hanya bisa diam, menerima keadaannya saat ini dan bersikap seolah tak terjadi apapun.

Hide and Seek [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang