Sepuluh murid dari kelas XII IPA-3 di SMA Garista terlibat permainan mematikan. Permainan klasik bernama 'petak umpet' yang harusnya adalah permainan yang menyenangkan berubah menjadi permainan pertaruhan nyawa yang mengerikan.
Awalnya, mereka adal...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Semua ini bukanlah akhir, namun awal dari segalanya."
***
Seorang siswi berambut panjang terlihat duduk di bangkunya. Kepalanya tergeletak di atas meja dengan lengan yang ia jadikan sebagai bantal. Rambutnya yang tergerai bebas terlihat menutupi wajahnya, dan saat semilir angin menerpa wajahnya, gadis itu menggeliat pelan. Membenahi rambutnya yang membuat wajahnya terasa gatal.
Gadis yang kini duduk di bangku kelas XII itu beranjak bangkit dari tidurnya. Ia mengangkat kepalanya dan melihat ruang kelasnya yang ricuh oleh canda tawa teman sekelasnya. Ia menyapu seisi ruang kelasnya dengan tatapan yang masih buram. Rupanya hari ini jamkos, tidak ada yang membangunkannya sedari pagi tadi.
Hiza, gadis itu menyandarkan punggungnya di kursi sembari meraih ponsel miliknya dari dalam laci miliknya. Pukul 08.56, tanggal 27 Februari 2024. Gadis itu mematung di tempatnya. Ia merasa ada yang mengganjal dengan tanggal yang barusan dilihatnya. Ia rasa tanggal 27 Februari telah berlalu jauh di belakang sana. Apakah ia salah lihat?
Hiza mengucek matanya dan menatap layar ponselnya berkali-kali. Memastikan ia tak salah lihat. Namun, saat ia melihat kembali ke layar ponselnya, sama sekali tidak ada yang berubah. Gadis itu menoleh ke teman sekelasnya yang duduk di bangku belakangnya.
"Sekarang tanggal berapa?" tanya Hiza dengan cepat. Kedua matanya terbuka dengan sempurna, rasa kantuknya telah lenyap dalam seketika.
"27 Februari," balas murid yang duduk di bangku belakangnya. "Kenapa? Lo ada janji?"
Hiza tak membalas pertanyaan tersebut. Jemarinya bergerak naik ke arah lehernya, memastikan bahwa ada sebuah kalung yang melingkar di sana. Namun, tidak ada. Benda itu tidak ada di lehernya. Kalung itu, di mana?
Terlepas dari sebuah kalung yang terlintas di pikirannya, ia ingat dengan jelas, bahwa tanggal 27 Februari 2024, adalah hari kematian Kalea. Sahabatnya itu bunuh diri pada tanggal tersebut. Namun, kenapa ia berada di tanggal tersebut sekarang? Apakah semua hal yang terjadi adalah mimpi? Atau ... Ia yang bangun di dalam mimpinya sendiri saat ini?
"GUYSS! GUE PUNYA HOT NEWS!"
Hingga sebuah seruan yang berasal dari pintu masuk itu mengalihkan atensi semua orang di ruang kelas tersebut. Termasuk Hiza, gadis itu melebarkan kedua matanya dengan penuh terkejut. Seruan itu? Bukankah?
"Ada apa? Mau ngajak ghibah lo? O Pagi-pagi juga," sahut salah seorang siswi yang sudah tahu akan tabiat temannya yang suka mengajak ghibah itu.
"Enggak, gue nggak mau ngajak ghibah, gue punya hot news buat kalian semua." Siswa itu menjeda sejenak kalimatnya demi menetralkan deru nafasnya.
"Kabar apaan?"
"Itu di audit ada ...."
"Ada apa?"
Belum selesai siswa itu membalas pertanyaan temannya, Hiza tiba-tiba bangkit dari duduknya dengan kasar hingga menimbulkan suara berdebam. Membuat atensi seluruh orang di ruang kelas tersebut berpindah ke arahnya.
Gadis itu segera berlari meninggalkan ruang kelasnya. Ia tahu apa yang terjadi, dan ia harus memastikan hal tersebut.
"Ada yang bunuh diri."
Suara itu terdengar samar di kedua telinga Hiza. Benar, dan ia tahu siapa seseorang yang bunuh diri hari ini. Iya, 27 Februari 2024, adalah hari kematian Kalea. Tepat, hari ini.
Dengan kedua mata yang mulai berair, gadis itu berlari dengan cepat menuju auditorium. Tak peduli dengan pundaknya yang berkali-kali menabrak murid lain di sekolah tersebut, ia harus segera sampai di tempat tersebut.
Ia menerobos keramaian demi menyaksikan kebenaran dengan mata kepalanya sendiri. Tubuhnya terasa bergetar hebat, perasaan berkecamuk yang dalam dadanya membuat emosinya tiba-tiba naik hingga menimbulkan sebuah cairan kristal bening melalui kedua matanya.
Ini bukan kebohongan, ia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Saat para petugas mendorong brankar menuju mobil ambulance, dan saat sebuah kesiur angin menyibakkan kain putih yang menutupi tubuh tersebut, ia melihat dengan jelas siapa sosok yang tergeletak tak bernyawa itu.
Tubuhnya bergetar dengan hebat, cairan kristal bening yang sedari ditahannya tak mampu ia bendung lagi. Kalea Michelle, sahabat karibnya itu, benar-benar telah mengakhiri hidupnya sendiri. Hari ini, lantas ... bagaimana dengan semua permainan yang telah membuat semua temannya pergi itu?
Hiza menolehkan kepalanya ke sana kemari, memastikan ada salah seorang dalam permainan tersebut yang masih ada. Dan kedua netranya, menangkap ada sosok Ragas, Daren, dan Ayarra di antara kerumunan murid-murid yang melihat kejadian pagi ini.
Mereka masih hidup? Lantas ... Bagaimana dengan yang lainnya? Hiza menoleh perlahan ke arah mobil ambulance yang perlahan beranjak membawa tubuh Kalea pergi.
Apa yang sebenernya terjadi? Apakah permainan itu tidak pernah terjadi? Apakah semua itu hanyalah mimpi? Atau mungkin ... Ia yang bermimpi kembali ke hari ini demi melihat semua temannya masih hidup sebelum permainan tersebut dimulai?
Hiza membeku di tempatnya. Ia mengangkat kepalanya, lantas kedua matanya menangkap sosok Kavindra yang berdiri dengan wajah tanpa ekspresi di tempatnya. Gadis itu baru bisa melihat laki-laki itu begitu mobil ambulance berlalu pergi.
Hiza menatap lekat kedua mata Kavindra yang kini menatap ke arahnya. Meski tak seorangpun menyadarinya, namun, Hiza bisa melihat begitu jelas amarah dan dendam dibalik tatapan mata tersebut. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya yang terasa dingin. Ataukah ... Permainan ini baru saja akan dimulai?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.