Sepuluh murid dari kelas XII IPA-3 di SMA Garista terlibat permainan mematikan. Permainan klasik bernama 'petak umpet' yang harusnya adalah permainan yang menyenangkan berubah menjadi permainan pertaruhan nyawa yang mengerikan.
Awalnya, mereka adal...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Luluh lantah dihantam keadaan."
- Iliana Hizael -
***
"Halo, ini Mama Kavin, sayang. Kavin tidak bisa jemput kamu sekarang, dia baru aja dilarikan ke rumah sakit."
Satu kalimat yang semakin memporak-porandakan perasaan itu membuat Hiza tak bisa tenang saat ini. Begitu mendengar kabar dari Raya, Mama Kavindra, Hiza segera pergi menuju rumah sakit. Ia belum mengetahui alasan Kavindra dilarikan ke rumah sakit saat ini, dan hal itulah yang membuat rasa cemasnya makin besar.
Apa yang terjadi pada Kavindra? Setelah mengantarnya pulang beberapa waktu lalu, apakah cowok itu segera pulang ke rumahnya dan beristirahat dengan tenang? Namun, jika memang Kavindra pulang dengan aman, mengapa saat ini ia berada di rumah sakit? Apakah suatu hal buruk semacam kecelakaan terjadi padanya?
Pertanyaan demi pertanyaan penuh cemas itu berputar di kepala Hiza dengan bertubi-tubi. Gadis itu bahkan lupa bahwa lima belas menit yang lalu ia masih bersembunyi dari Anonim demi nyawanya. Tentang siapa Anonim itu sebenarnya? Lupakan. Saat ini, Kavindra lebih penting bagi Hiza.
Tak lama, taksi yang Hiza tumpangi telah sampai di rumah sakit di mana Kavindra berada saat ini. Gadis itu segera membayar ongkosnya dan berjalan cepat memasuki rumah sakit. Ia buru-buru bertanya pada seorang staff di meja resepsionis di rumah sakit tersebut. Setelah mendapat jawaban, ia segera berjalan menuju lantai tiga. Ke salah satu bangsal yang Kavindra tempati.
Hiza melihat sosok wanita paruh baya di depan kamar inap tersebut. Itu adalah Raya, dan begitu mendengar suara derap langkah kaki yang mendekat ke arahnya, ia lantas menoleh. Menatap ke arah Hiza yang berjalan cepat ke arahnya.
"Kavin di mana, Tan? Dia kenapa? Kavin sakit, 'kah? Terus, kondisi dia sekarang gimana? Udah mendingan atau belum?"
Serentetan kalimat pertanyaan itu segera terlontar dari mulut Hiza begitu ia sampai di depan Raya. Gadis itu juga sesekali melongokkan kepalanya ke dalam ruang kamar inap demi memastikan apakah Kavindra berada di dalam sana atau tidak saat ini.
Raya tersenyum tipis. Wanita itu menarik lengan Hiza secara perlahan, membuat Hiza menoleh ke arahnya. Ia bisa melihat raut penuh kecemasan di wajah gadis itu. Raut penuh cemas yang mencemaskan putranya itu, membuat kedua ujung bibir Raya tertarik ke atas. Membentuk sebuah senyum tipis yang terlihat hangat.
"Kavindra nggak papa, sayang," ujar Raya pelan.
"Kalau nggak papa kenapa dilarikan ke rumah sakit, Tan?" desak Hiza.
Raya mengelus lengan Hiza dengan hangat, berusaha menenangkan kecemasan yang melanda gadis itu. "Kenapa kamu masih memakai seragam?"
Mendengarnya, Hiza perlahan menurunkan pandangannya, menatap ke arah seragam yang masih melekat di tubuhnya. Ia bahkan tak sadar kalau ia masih memakainya. "E-tadi aku ada urusan jadi belum sempat pulang," balas Hiza pelan.