31. Overflowing Anger

33 14 2
                                    

"Buah jatuh nggak jauh dari pohonnya, bukan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Buah jatuh nggak jauh dari pohonnya, bukan?"

- Darendra Kyle -

***

Sang mentari perlahan memperlihatkan senyum hangatnya di ufuk timur sana. Sinar hangatnya merembet masuk melalui celah gorden, menerpa seorang laki-laki yang masih terbaring di atas ranjangnya. Ia mengerjap beberapa saat karenanya. Sejenak, ia terbangun dari tidurnya.

Kavindra, cowok itu menolehkan kepalanya ke arah jendela. Lantas atensinya teralihkan pada seorang gadis yang tertidur di atas sofa, tepat di bawah jendela tersebut.

Kavindra beranjak bangkit dari tidurnya dengan perlahan. Dengan tubuh yang masih terasa lemah, ia melangkah perlahan ke tempat gadis itu tertidur. Ia menarik selimut-yang merosot dari tubuh Hiza-dan membenahinya. Menyelimuti tubuh gadis itu agar tak merasa kedinginan. Meski sang mentari telah menampakkan sinar hangatnya di luar sana, namun tetap saja, cuaca dingin di pagi hari itu masih terasa.

Kedua netra Kavindra menatap lekat wajah Hiza yang masih terpejam, lelap di alam bawah sadarnya. Gadis itu terlihat tidur dengan tenang dan nyaman seolah melupakan semua hal buruk yang terjadi semalam. Kavindra menarik kedua ujung bibirnya sejenak, ia membungkukkan tubuhnya lantas kembali membenahi selimut tersebut. Sembari melakukannya, ia berkata dalam benaknya, "Gue nggak akan biarin lo kenapa-napa, Za."

Kedua mata Hiza terbuka dengan perlahan. Satu hal yang netranya tangkap begitu ia terbangun adalah kedua manik hitam kecoklatan milik Kavindra yang menatapnya begitu dalam. Dengan samar, Hiza bisa merasakan tatapan mata yang penuh makna tersorot ke arahnya.

Tatapan mata Hiza berangsur normal, kini ia bisa melihat dengan jelas pemilik wajah rupawan yang terpahat dengan begitu sempurna tengah menatap ke arahnya. Kulit putihnya, alis tebalnya, sorot mata tajam yang menatapnya dengan begitu tulus, dan senyuman menawan bak mentari di wajah tersebut. Hiza bisa melihatnya dengan begitu jelas dengan jaraknya dengan Kavindra yang terbilang cukup dekat.

"Kriet!"

Decit pintu yang terbuka membuat atensi keduanya segera teralihkan. Kavindra segera menegakkan tubuhnya kembali sedangkan Hiza segera beranjak duduk di atas sofa. Keduanya terlihat canggung untuk beberapa saat sebelum akhirnya memusatkan perhatian ke arah seseorang yang baru saja memasuki ruang kamar inap.

"Kalian sudah bangun ternyata," ujar Raya dengan senyum hangat di wajahnya. Wanita paruh baya itu meletakkan sebuah rantang di atas meja di sebelah sofa yang Hiza tempati saat ini.

"Gimana, sayang, mana yang masih sakit?" tanya Raya pada Kavindra yang masih berdiri di tempatnya.

"Udah mendingan, Ma," balas Kavindra kemudian duduk di atas ranjangnya. "Aku bisa pulang hari ini juga keknya."

Hide and Seek [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang