34. Reality Behind the Writing

45 17 6
                                        

"Satu hal yang tak pernah terlintas di pikiranku sedetikpun, ternyata itulah kebenarannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Satu hal yang tak pernah terlintas di pikiranku sedetikpun, ternyata itulah kebenarannya."

- Iliana Hizael -

***

Sudah hampir dua jam sejak Kavindra meninggalkannya sendirian di rumah ini. Langit di luar sana yang tadinya oranye juga telah berubah gelap, memberikan suasana temaram di luar sana. Entah apa yang telah terjadi di luar sana, Hiza sungguh berharap bahwa Kavindra tetap baik-baik saja, begitu juga dengan Ragas.

Hiza menarik napas dalam-dalam lantas menghembuskannya perlahan. Gadis itu menyadarkan kepalanya di atas kedua tangannya yang bertumpu pada kedua lutut yang ia tekuk. Sedang kedua matanya menatap ke arah langit temaram di luar sana melalui celah gorden kamarnya.

"Kav, lo harus janji ke gue kalau lo bakal baik-baik aja malam ini. Gue nggak menerima kabar buruk sekalipun tentang lo," ujar gadis itu dalam benaknya.

Sungguh, Hiza merasa bosan harus terus berdiam diri tanpa melakukan suatu hal pun seperti ini. Ia seharusnya ikut bersama Kavindra untuk menyelesaikan permainan ini. Namun, bagaimanpun juga ia tak ingin menambah masalah dan tak ingin semakin merepotkan Kavindra. Apalagi dengan kondisi tubuhnya saat ini. Meski sudah jauh membaik dari saat ia bangun pagi tadi, namun tetap saja, tubuhnya belum sempurna fit.

Kedua mata Hiza menatap ke arah sebuah bingkai foto yang terletak di atas meja belajarnya. Sebuah foto dirinya bersama Kavindra saat ulang tahun sekolah beberapa hari lalu yang cukup membuat kedua ujung bibirnya tertarik ke atas.

Gadis itu mengangkat kepalanya dari atas lututnya, menyibak selimut yang menutupi kakinya lantas beranjak bangkit menuju meja belajar. Duduk di atas kursi tersebut lantas meraih bingkai foto tersebut.

Jemarinya yang lemah mengelus foto tersebut dengan senyum tipis di wajahnya. Melihat senyum yang merekah di foto tersebut membuatnya ikut tersenyum. Lihatlah, dua orang di foto tersebut tersenyum dengan tulus seolah tak memiliki masalah sedikitpun dalam hidupnya.

Hiza menatap bingkai foto tersebut dengan lekat lantas kembali meletakkannya di atas meja belajar. Kedua matanya perlahan menyapu buku-buku miliknya yang tertata dengan rapi hingga sebuah buku menyita perhatiannya untuk beberapa saat. Sebuah spiral notebook.

Hiza mengerutkan keningnya dengan heran. Spiral notebook itu terlihat tidak asing di kedua matanya, ini bukan miliknya. Namun, mengapa ada di atas meja belajarnya bersama dengan buku-buku yang lain?

Gadis itu meraih spiral notebook tersebut, membuka halaman pertama pada buku tersebut, sejenak, kerutan di keningnya seketika sirna. Ia ingat! Ini adalah spiral notebook milik Kalea yang ia temukan saat membantu Ragas membersihkan ruang OSIS waktu itu.

Mungkin, buku ini adalah termasuk privasi, namun entah dorongan dari mana, Hiza sungguh ingin melanggar privasi tersebut hanya demi menuntaskan rasa penasarannya terhadap buku tersebut. Kedua matanya perlahan bergerak dari kiri dan kanan, mengikuti arah baca tulisan pada buku tersebut.

Hide and Seek [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang