1. Dalam Bahaya

47 2 0
                                    


Batas kota, pukul 21.00 malam.

Sebuah mobil melintas di jalan pegunungan yang sepi. Hujan mengguyur bumi dengan deras dalam kegelapan malam. Tepi jalan pegunungan itu adalah tebing yang curam. Suasana semakin mencekam karena tidak ada satu mobil pun yang melewati jalan itu kecuali mobil Viana.

Beberapa saat kemudian, ada cahaya lain yang datang dari jalur yang berlawanan. Sopir Viana yang sedang mengemudi akhirnya merasa sedikit lega karena menemukan mobil lain di jalan ini. Namun kelegaannya tidak berlangsung lama, karena mobil di depan yang seharusnya berada di jalurnya mulai bergoyang dan melesat cepat ke arahnya.

"Oh, tidak!"

Sopir Viana berusaha mengerem dan menghindar dengan cepat untuk mencegah mobil itu menabrak ke arahnya. Namun, mobil di depan sudah melaju sangat kencang, dan jalan yang sempit dengan tebing di tepinya membuat sopir Viana sulit untuk menghindar. Akibatnya, dua mobil bertabrakan dengan keras dalam sepersekian detik!

Viana yang duduk di belakang sopir dengan setengah mengantuk tidak punya waktu untuk bereaksi sampai suara yang sangat keras mengguncang telinganya, tubuhnya terpental dan kepalanya terbentur tanpa ampun ke depan. Hanya ada kegelapan dalam penglihatannya, dan kepalanya terasa sangat sakit.

Untungnya, mobil Viana sempat melambat, sehingga akibat dari tabrakan itu tidak separah ketika dua mobil bertabrakan dengan kecepatan penuh. Viana juga mengenakan sabuk pengaman di kursi belakang, sehingga dia tidak terlempar terlalu jauh ke depan.

Meski begitu, kondisinya tidak terlalu baik. Viana berjuang untuk mempertahankan kesadarannya sambil menahan rasa sakit yang luar biasa di kepalanya, lalu memanggil pengemudi di depannya.

"Pak sopir?" Viana bertanya dengan suara lemah.

Tidak ada jawaban. Pandangan Viana kabur, dan rasa pusing di kepalanya tak tertahankan. Dia tidak berani berspekulasi tentang apa pun saat ini. Pertama yang harus dia lakukan adalah menyelamatkan diri dan meminta pertolongan!

Viana berusaha membuka pintu mobil, tetapi pintu mobilnya tidak mau terbuka. Viana tercengang dan yakin bahwa tabrakan tadi telah membuat pintu mobilnya macet. Dia tidak punya pilihan selain menggunakan apa pun di dalam mobil untuk memecahkan kacanya.

Prang!

Seseorang bersembunyi di suatu tempat dari kejauhan. Diam-diam, orang itu menyaksikan seluruh proses kecelakaan mobil Viana. Setelah beberapa saat, dia melihat kaca samping mobil dipecah dari dalam, dan dahinya berkerut. Mulutnya mendecak jengkel. Dengan marah, dia mengangkat telepon.

"Gadis itu masih hidup. Mobil kedua, lakukan tugasmu!"

Viana memecahkan kaca dengan palu pemecah kaca yang ada di dalam mobilnya. Awalnya, dia tidak terlalu memperhatikan benda ini, tapi ternyata benda ini akan sangat berguna di saat genting seperti ini. Saat kaca mobilnya pecah, Viana dengan hati-hati merangkak keluar dari jendela.

Ketika separuh tubuhnya sudah berada di luar jendela, tiba-tiba sebuah mobil melaju kencang dari belakang. Cahaya lampu mobil yang terang membutakan matanya sejenak. Mobil itu datang dan menyejajarkan diri dengan mobil Viana, lalu berbelok, kemudian memosisikan bagian depan mobilnya ke arah badan mobil Viana, dan menabrak mobil Viana dari samping!

Mobil ini berniat mendorong mobil Viana ke jurang!

Viana yang berada di jendela sisi lain pun terlempar keluar karena hantaman keras dari samping mobilnya. Saat tubuhnya terlempar, yang menyambutnya adalah jurang alam yang gelap dan dalam. Mobil itu terus mendorong mobilnya ke tepi jurang, sementara Viana sudah terpental keluar. Akhirnya, Viana dan mobilnya jatuh ke dalam jurang.

Viana jatuh terpisah dari mobilnya dan tidak tahu ke mana dia akan jatuh. Dia hanya merasa tubuhnya berada di udara sejenak, sesekali membentur ranting pohon kemudian mendarat dengan cukup keras di batang pohon besar. Batang pohon itu kuat dan tebal. Ketika tubuh Viana jatuh ke atasnya, batang pohon itu sedikit memantul.

Ini adalah pertama kalinya Viana merasakan sakit yang parah di sekujur tubuhnya. Dari kepala hingga ujung kaki, tidak ada tempat yang tidak sakit. Karena begitu parahnya, dia sudah tidak bisa lagi membedakan tingkat rasa sakit pada setiap bagian tubuhnya. Bergerak bahkan tidak memungkinkan!

Viana berusaha keras membuka matanya, tapi pandangannya semakin kabur. Dadanya terasa sesak dan dia mengerang lemah.

Samar-samar, Viana juga mendengar suara keras dari bawah ketika mobilnya menghantam tanah di dasar jurang. Air mata tanpa sadar keluar. Jika bukan karena dia terlempar dari mobil dan mendarat di sini, dia akan jatuh ke dalam jurang bersama dengan mobilnya.

Hujan secara bertahap berhenti, dan bulan mulai memancarkan sinarnya yang redup. Jika seseorang ada di sini, mereka akan melihat seorang gadis dalam kondisi mengenaskan sedang terbaring di batang pohon. Pohon tersebut tumbuh mencuat dari tanah jurang yang miring, sehingga pohon itu tidak tumbuh tegak ke atas, melainkan tumbuh lurus ke samping. Tubuh Viana dengan aman terbaring di sini.

Viana masih bisa melihat cahaya samar-samar dari lampu jalan di atas sana. Karena itu, Viana bisa memperkirakan kalau dirinya tidak jatuh terlalu dalam. Dia masih dekat dengan mulut tebing.

Viana berkedip perlahan dan masih berpikir untuk menguatkan dirinya. Dia masih ingin hidup. Dia tidak ingin mati begitu saja di tempat dingin ini.

Dengan sisa tenaganya, dia meraih ponsel yang berada di saku bagian dalam pakaiannya. Dengan penglihatannya yang kabur, dia berjuang untuk menekan tombol yang menyerupai senter dengan fungsi sinyal SOS.

Setelah lampu senter berkedip-kedip, Viana meletakkan ponsel di atas tubuhnya dan membiarkan lampu tersebut tetap menyala. Tidak lama kemudian, kemampuan tubuhnya sudah diambang batas. Detak jantung Viana melambat dan dia tidak bisa melihat apa-apa. Seluruh tubuhnya lemas dan dia tidak sadarkan diri.

Di malam yang gelap, di jurang perbatasan kota, sebuah cahaya berkedip-kedip di jurang kegelapan, dengan putus asa menunggu seseorang memenuhi takdirnya.

***

Tengah malam di jalan pinggiran kota.

Sebuah mobil Jeep melaju di jalan yang sepi. Roda mobil melewati genangan air dan menimbulkan percikan. Di dalam mobil, terdapat dua orang pria yang berperilaku sangat tenang. Tidak ada suara sama sekali.

Gerimis telah berhenti. Alam tampak tertidur lelap.

Tatapan pria itu sesekali menyapu jendela mobil, di mana tidak ada apa pun kecuali kegelapan. Tatapannya tenang dan dalam, tetapi juga dingin tanpa ekspresi. Tidak ada yang bisa menebak apa yang ada dalam pikirannya karena ketenangan di wajahnya.

"Berapa lama lagi kita sampai di sana?" tanya pria itu dengan suara yang rendah dan dalam.

Seorang pria yang beberapa tahun lebih muda di kursi pengemudi melihat peta digital di layar kecil mobil. "Sepertinya masih lama, saat ini kita masih di perbatasan kota."

Pria di belakangnya menghela napas pelan, lalu memejamkan mata untuk beristirahat.

Pengemudi menatap cermin kecil di atasnya. "Komandan, kali ini Anda pergi untuk menyelidiki sebuah misi penting. Saya tahu Anda selalu memprioritaskan misi, tetapi kita akan segera berada di jalan gunung dan meninggalkan daerah berpenduduk terakhir. Apakah Anda ingin beristirahat dulu?"

Pria di belakangnya menjawab singkat sambil tetap memejamkan mata. "Tidak perlu."

Pengemudi itu mengangguk, lalu menghela napas dengan sangat pelan.

Pria di belakangnya adalah Alen Rihard, sosok yang luar biasa dalam identitas dan pekerjaannya. Sementara itu, pemuda yang mengemudikan mobil adalah Dean, asisten Alen.

Karena perintah komandannya, Dean tidak ragu-ragu lagi untuk fokus ke jalan dan menyetir dengan cepat dan mantap.

Setengah jam kemudian, mobil tiba-tiba melambat dan berhenti.

Alen yang sedang istirahat terpaksa membuka matanya dengan malas. "Ada apa?"

Dean menjawab tanpa menoleh ke belakang. "Komandan, ada beberapa mobil yang menghalangi jalan. Sepertinya telah terjadi kecelakaan di sini."

We Are Unstoppable! (Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang