49. Solusi dan Kesepakatan

3 1 0
                                    


Tangan Alen menunjuk ke sudut salah satu kertas. Ternyata, ada sebuah tanda kecil di sana. Ukurannya cukup kecil sehingga mudah terlewatkan.

Sekali lagi, untungnya Alen sangat jeli terhadap detail apa pun.

Semua orang segera menyipitkan mata dan memeriksa tanda yang ditunjuk Alen.

Itu adalah pola garis berbentuk setengah persegi. Garis itu berlapis-lapis sebanyak empat lapisan dan menjorok ke dalam. Sayangnya, tanda itu juga terpotong rapi, sama seperti peta sebelumnya.

Steven mendekatkan kertas yang satunya lagi. Ketika didekatkan, petanya menjadi utuh, tapi tanda itu tidak.

Semuanya mengerutkan kening. Apa memang tandanya hanya setengah persegi?

Viana masih terus memindai keseluruhan kertas. "Coba putar kertasnya."

Steven mengangguk dan memutar kertas yang tidak bertanda. Ketika kertas diputar, sudut dan tepinya juga ikut berputar. Ketika kedua kertas itu saling berbalik arah; satu ke atas dan satu ke bawah, tiba-tiba sebuah tanda saling bertemu dan mata Viana berbinar. "Stop!"

"Ketemu!"

Ternyata tanda tersebut tidak dilukis sejajar seperti peta, tapi dilukis di tepian kertas yang berbeda. Setelah kedua tepi kertas yang berbeda itu dipertemukan, mereka dapat melihat sebuah tanda yang utuh.

Tanda tersebut adalah empat garis dari yang terlebar di luar dan tiga lapisan garis di dalamnya. Semuanya membentuk seperti bingkai yang menjorok ke dalam.

Wajah Alen langsung berubah. Dia mengenal tanda ini. "Ini adalah lambang Frame!"

Ekspresi semua orang juga berubah. Hanya Viana yang sedikit terlambat. Dia jarang mengikuti kasus-kasus kejahatan di luar sana, jadi dia sedikit bingung. "Frame?"

Alen menjelaskan untuknya. "Frame adalah sebuah organisasi gelap. Jika kamu ingat kasus pemberontakan yang pernah terjadi sebelum Edric Harvey menjadi raja, itu adalah ulah dari organisasi Frame."

Alen ingin langsung menjelaskan pemberontakan yang pernah terjadi sebelum paman Viana menjadi raja. Namun dia ingat kalau Steven belum tahu identitas asli Viana. Jadi dia langsung menyebutkan nama Edric Harvey.

Wajah Viana langsung berubah.

Tentu saja dia tahu! Itu adalah peristiwa besar dan ramai diperbincangkan sejak beberapa tahun yang lalu!

"Organisasi Frame sangat licik dan jahat. Seperti namanya, mereka pandai membingkai targetnya dengan skema dan rencana yang licik. Banyak yang sudah menjadi korban dari Frame. Intinya, mereka sangat merugikan kerajaan sejak lama," Steven menambahkan.

Dean juga teringat. "Banyak kasus yang masuk ke intelijen sebelumnya didalangi oleh Frame."

"Ternyata begitu," gumam Viana mengerti. "Jadi, kasus di tempat ini juga tidak lepas dari Frame."

"Benar," jawab Alen. "Tapi kita tidak tahu mengapa Frame mengirimkan peta ini ke kita. Jika peta itu benar-benar menuntun kita pada tempat bantuan bencana itu disimpan, maka itu bagus. Tapi jika tidak..."

Intinya, mengapa tiba-tiba Frame ingin membantu? Ini sangat mencurigakan.

"Karena ada Frame yang ikut campur, aku semakin yakin kalau ini jebakan untuk kita," pikir Mike.

Viana larut dalam pikirannya. Ya, memang kemungkinan besar adalah jebakan. Tapi jika kita tidak pergi ke sana, di mana kita akan mendapatkan setengah bantuan bencana yang hilang?

Para korban bencana longsor masih membutuhkan bantuan. Kita tidak bisa diam saja menghindari masalah.

Semua orang diam, tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Viana akhirnya angkat bicara, "Menurutku, kita tetap harus pergi ke sana."

Alen menoleh.

Steven enggan. "Itu terlalu berisiko."

Viana menoleh pada Steven. "Tuan Steven. Jika tidak, bagaimana lagi kita akan mencari setengah dari bantuan bencana yang hilang?"

Steven terdiam.

Meminta lagi ke ibu kota? Masalah di kerajaan ini tidak hanya terbatas bencana di Matna saja. Ada yang namanya anggaran dan semuanya sudah ditentukan demi kestabilan kerajaan. Mereka yang menjabat di pemerintahan pasti tahu hal ini, apalagi Steven.

Viana menoleh ke tiga anggota intelijen lain. "Bagaimana menurutmu?"

Dean mengangguk. "Aku setuju untuk tetap diselidiki."

Mike. "Aku akan mengikuti apa pun keputusan komandan."

Semua orang pun menatap ke Alen.

Alen, yang ditatap, tetap tenang dan menoleh pada Viana. "Aku sudah setuju sejak awal."

Dia hanya tidak menyangka Viana akan mengajukan usul itu lebih dulu.

Melihat kebijaksanaan Viana, Alen yakin dia akan menjadi ratu yang baik di masa depan.

Sebaliknya, Viana terkejut. Dia tidak menyangka Alen akan setuju dengan mudah.

Tapi Viana hanya mengangguk. "Kalau begitu, baguslah."

Kini giliran Alen yang memimpin. "Baiklah, karena keputusan terbanyak adalah tetap pergi ke sana, maka selanjutnya kita akan mengatur strategi."

Semua orang menyimak.

"Karena ada dua organisasi di sini, maka aku minta pada pemimpin badan pengawas internal, Tuan Steven, untuk membagi anggotanya dan bekerja sama dengan kami melakukan penyelidikan ke sana," lanjut Alen.

"Tidak masalah," Steven kembali pada mode memimpinnya yang tenang. "Tapi aku punya satu syarat."

"Selama tidak merugikan intelijen kerajaan, katakan saja," Alen juga memulai mode diskusinya.

Viana menyimak kedua pemimpin itu saling bertukar pikiran. Kedua pria ini memang, cukup keren. Tapi masih komandan Alen di matanya yang paling keren.

"Untuk bekerja sama diperlukan kepercayaan dan rasa saling terbuka. Maka dari itu, syaratku hanya satu," Steven tiba-tiba melirik Viana yang masih duduk tenang di sana. "Aku ingin Nona Alvina terbuka padaku mengenai identitasnya."

Tangan Viana yang sedang menyangga dagu segera tergelincir. Matanya melebar.

Alen berbicara mewakili dirinya. "Mengapa harus syarat seperti itu? Itu adalah masalah pribadi."

Steven bersandar di kursinya dan melipat kedua tangan. "Kutebak, semua orang di sini sudah tahu identitasnya, kan? Mengapa dia harus menutupi wajahnya seperti itu? Aku juga ingin tahu hal itu."

Viana menyipitkan matanya.

Wajah tampan Steven menjadi sedikit sedih. "Aku tidak mau bekerja sama di mana rekan kelompokku tidak saling percaya dan penuh rahasia. Apalagi hanya aku yang tidak tahu apa-apa. Bukankah ini sangat canggung bagiku?"

Viana mengerutkan kening. Bagaimanapun, ini tetap tidak bisa dibenarkan.

Wajah Steven semakin memelas. "Aku tidak akan membocorkannya pada siapa pun, sama seperti semua orang yang kamu percayai di sini. Aku bahkan akan membantumu di masa depan. Ketika kamu membutuhkan bantuan, kamu bisa datang padaku. Aku dan badan pengawas internal kerajaan akan bersedia untuk membantumu tanpa ragu."

Awalnya, Viana hendak menolak dengan keras. Namun setelah mendengar tawaran Steven, dia berhenti dan berpikir.

Mungkin tawaran Steven benar-benar akan berguna di masa depan. Meskipun dia sudah memiliki dukungan intelijen kerajaan sekarang, tidak buruk jika dia punya dukungan dari badan pengawas internal kerajaan juga, kan?

Semakin banyak dukungan dan bantuan yang dia punya, semakin kuat dia menghadapi pengkhianat keluarga Harvey di masa depan.

Viana menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Baiklah, tapi kita harus membuat surat perjanjian sesuai dengan apa yang kamu katakan. Bagaimana dengan itu, Tuan Steven?"

Bibir tipis Steven tersenyum. "Tentu saja."

We Are Unstoppable! (Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang