45. Pertemuan yang Mencengangkan

3 1 0
                                    

Viana tidak mudah mempercayai orang begitu saja. Dia menjawab, "Saya hanya seorang gadis biasa. Bagi saya, bekerja dengan komandan Alen merupakan pencapaian terbesar dalam hidup."

Steven yang mendengar jawaban itu menyeringai dan maju selangkah di depan Viana. "Benarkah?"

Viana mengangkat pandangannya dan bertemu dengan tatapan Steven. Walaupun ditatap dengan intens seperti itu, Viana sama sekali tidak gentar. Bibir Viana bahkan tersenyum.

Namun masker di wajah menutupi senyumannya. Meski begitu, matanya yang cemerlang dan indah melengkung dengan cantik. Sangat memikat.

"Itu benar, Tuan Steven," jawab Viana tanpa ragu.

Steven tertegun. Dia melihat sisi lain dari gadis ini. Waktu pertama kali bertemu, Steven melihat gadis ini sedikit pemalu dan ragu-ragu. Tapi sekarang, dia sangat berani dan percaya diri.

Steven semakin penasaran dengan gadis di hadapannya ini. Mata yang familier itu benar-benar mengganggunya. "Kita adalah rekan, bukan orang luar. Bisakah kamu melepaskan maskermu di hadapanku?"

Viana menggeleng tegas. "Tidak bisa."

"Kenapa?"

Viana tidak menjawab.

Steven tidak menyerah. Dia terus menebak-nebak. "Kenapa kamu tidak bisa melepasnya? Apa karena wajahmu terkenal sebelumnya?"

Viana mengakui pejabat-pejabat muda saat ini cukup pintar. "Tuan Steven, saya tidak memiliki kewajiban untuk menjawab pertanyaan Anda. Lebih baik kita lanjutkan perjalanan agar tidak terlambat."

Steven tertawa. Wajahnya yang tampan sangat cerah. Rambut coklat pirangnya bergetar di udara. Dia benar-benar memenuhi estetika pria tampan kaya dari ibu kota.

Viana memalingkan wajahnya dan terus berjalan, meninggalkannya.

Steven berhenti tertawa dan mengusap air matanya sedikit. Gadis ini benar-benar pintar bicara, sangat menarik.

***

Sesampainya di tempat pertemuan, orang-orang sudah berkumpul. Viana saat ini memakai masker di wajahnya dan berjalan di belakang Steven. Penampilan Steven sangat bagus; dia tinggi, ramping, tampan, ditambah merupakan seorang pejabat dari ibu kota, dia praktis menjadi sorotan semua orang.

Berkebalikan dengan Viana, dengan kondisinya saat ini, dia berusaha untuk acuh dan mengurangi keberadaannya sebisa mungkin.

Seseorang langsung menghampiri Steven begitu sampai di aula dan mengantarkannya ke tempat duduk. Viana hanya bisa mengikuti Steven dalam diam.

Setelah Steven duduk di kursinya, Viana hanya bisa berdiri di belakang Steven. Tidak ada kursi untuknya di sini.

"Apa kamu tidak lelah jika terus berdiri sepanjang pertemuan?" tanya Steven sambil menolehkan kepala.

Viana menjawab dengan ekspresi datar seperti biasa. "Tidak apa-apa."

Steven mendecakkan lidah, kemudian melambai pada seorang pelayan yang kebetulan belum pergi jauh dari tempatnya.

"Ambilkan asistenku ini sebuah kursi. Taruh di sini," perintah Steven sambil menunjuk di sampingnya.

Viana sedikit tercengang, tapi tidak berkomentar. Sejujurnya, dia juga tidak mau jika harus berdiri sepanjang acara.

Tidak lama, kursi tambahan pun datang. Setelah Viana duduk, dia mengamati seisi aula. Seluruh meja dan kursi disusun dalam bentuk persegi panjang. Dengan status Steven, mereka berdua duduk di samping kursi gubernur daerah yang pemimpin pertemuan hari ini. Tepatnya berada di ujung meja.

We Are Unstoppable! (Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang