54. Terpisah dan Terluka

8 1 0
                                    

Viana buru-buru meredakan amarah Alen. "Tidak apa-apa. Lagi pula, ini sudah terjadi."

Wajah Alen sangat buruk.

Viana perlahan keluar dari pelukannya. Kaki dan tangannya sedikit lemah karena diikat lama di kursi. Alen memperhatikan hal ini dan membantunya berdiri.

"Kita kembali?" Alen bertanya ketika melihat pakaian Viana yang basah. Dia pasti sudah kedinginan sejak lama. Alen melepaskan mantelnya sendiri dan memakaikannya pada Viana.

Tubuh Alen besar dan tinggi. Jadi ketika Viana memakai mantelnya, terlihat seperti jubah panjang dan lebar di tubuhnya.

"Terima kasih. Tapi sebelum pergi, aku ingin memperlihatkanmu sesuatu," ucap Viana, lalu berkata pada Dean. "Dean, tolong hidupkan sakelar lampunya. Sakelar lampu itu berada di dinding sebelah kiri."

Dean mengangguk dan mencari sakelar lampu di tempat yang Viana sebutkan.

Begitu lampu di ruangan hidup, Alen dan Dean tercengang, sama seperti Viana saat melihat isi ruangan ini pertama kali.

"Ini..." Alen tidak bisa bicara ketika melihat banyaknya karung beras di hadapannya.

"Ini semua adalah bantuan bencana," ucap Viana menjelaskan.

Dean maju mendekati karung beras yang telah dilubangi. Dia mengambil beberapa butir beras, mengamatinya dengan teliti. "Beras ini masih layak dikonsumsi."

"Pantas saja," Alen bergumam, "Pantas saja bantuan bencana dari ibu kota dikatakan kurang. Ternyata disembunyikan di sini."

Viana mengangguk. "Tebakanmu tentang Frame yang mengirimkan surat panah itu juga benar. Merekalah yang menculikku dan membawaku ke sini."

Alen melihat Viana dari atas sampai bawah. "Apakah mereka menyakitimu? Apa maskermu dibuka oleh mereka?"

Viana menggeleng dengan ragu. "Aku tidak yakin karena sempat tidak sadarkan diri."

Tapi maskernya saat ini masih utuh dan terpasang rapi. Dia hanya berharap semoga mereka tidak mengenalinya.

Alen mengerutkan kening. "Tapi mengapa Frame menunjukkan semua ini pada kita? Apa kamu tahu sesuatu?"

Viana menceritakan semuanya pada Alen tentang apa yang didengarnya tadi.

Alen. "Ternyata begitu. Memang mereka selalu kejam dan licik seperti ini."

Menjebak dan menjadikan orang lain sebagai bidak catur dalam permainannya, itulah Frame.

Viana menggenggam tangan Alen. "Alen, apakah sore tadi Steven sudah kembali ke rumah?"

Alen menggeleng. "Belum. Dia juga belum pulang saat aku hendak pergi mencarimu."

Viana terbelalak. "Oh tidak!"

Alen terkejut. "Ada apa? Apa ada masalah dengannya?"

"Braden akan dibunuh! Steven berada di sana sendirian! Entah apa yang akan terjadi pada Steven, tapi kurasa dia dalam bahaya!"

Ini semua adalah rencana Frame!

"Kalau begitu mari bergegas kembali," Alen keluar bersama Viana dan Dean.

Malam sangat gelap ketika mereka keluar dari gudang penyimpanan itu. Tidak ada lampu di sekitar, hanya cahaya bulan redup yang sedikit menerangi jalan.

Saat mereka berlari, tiba-tiba terdengar suara yang bergema.

"Mau ke mana kalian?"

Viana, Alen, dan Dean refleks berhenti. Mereka mencari ke sekitar, namun tidak ada orang di dekat mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

We Are Unstoppable! (Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang