26. Kekhawatiran

3 1 0
                                    

Alen tidak terkejut. Dia tahu pria ini tidak mudah untuk dibodohi. Terlebih, dokter Mike juga anggota intelijen kerajaan sama sepertinya. Jadi, dia hanya menghela napas dan diam.

Mike terkekeh melihat reaksi Alen. Tidak sulit untuk menebak identitas gadis ini, karena selama setengah tahun ini, dia berada di ibu kota. Nama Viana Harvey sangat terkenal, dan Mike juga mengetahui fotonya. Ketika berita kecelakaan Viana menyebar setengah tahun yang lalu, Mike sedikit tidak percaya karena ia merasa janggal terhadap berita tersebut. Benar saja, terbukti Alen bersama gadis itu hari ini.

"Tidak kusangka putri bangsawan Harvey akan diselamatkan olehmu. Apakah kamu akhirnya jatuh cinta dengannya?" Mike bertanya dengan penasaran.

Alen mengabaikan pertanyaan itu dan memperingatkan. "Jangan beritahukan hal ini pada siapapun."

Mike mengangguk. "Kau tenang saja. Aturan paling dasar dalam anggota intelijen adalah mampu menjaga rahasia. Lagi pula, aku temanmu yang bisa dipercaya."

Tiba-tiba Dean datang mengetuk pintu dan melapor dari luar. "Komandan, beberapa anggota penyerang tadi sudah ditangkap, namun tuan Darren berhasil melarikan diri."

Mike mengerutkan kening, terkejut. "Darren Harvey? Bukankah itu adik tiri Viana? Dialah yang ingin membunuh Viana?"

Alen tidak menanggapi pertanyaan Mike dan menjawab laporan Dean. "Tahan anggotanya yang tertangkap. Aku punya rencana sendiri."

Dean mengerti dan bergegas meninggalkan ruangan.

Mike melihat wajah Viana yang pucat terbaring di tempat tidur dengan simpati. "Keluarga Harvey yang tersisa ini benar-benar..."

Alen berbalik dan juga melihat Viana. "Jika menyangkut harta, posisi, dan harga diri, semua orang bisa saja tidak kenal ampun."

Mike mengangguk. "Jadi selama setengah tahun ini, dia tinggal bersamamu?"

Alen berkata perlahan. "Kami tinggal bersebelahan selama aku mengurus misi."

Mike tertarik. "Jadi, apa dia sesuai yang dirumorkan?"

Rumor berkata bahwa Viana adalah gadis nomor satu di ibu kota. Karena selain cantik, dia sangat berbakat dan cerdas sehingga dipercaya oleh mendiang ayahnya untuk mengelola keluarga Harvey yang besar dan kaya.

Alen ragu-ragu sejenak, mengingat, dan mengangguk. "Memang seperti itu."

Mike tersenyum. "Alen, kamu benar-benar tertarik padanya."

Alen melirik Mike yang banyak bicara dengan kesal. "Apa kamu menganggur?"

"Tidak-tidak. Aku hanya sedikit lelah," Mike mengelak. "Aku sudah mendapat satu pasien dengan luka serius hari ini, dan ini sudah malam. Jadi, aku akan pergi beristirahat," kaki Mike sudah melangkah ke pintu.

Alen mengerutkan kening. "Tunggu."

Mike berbalik dengan enggan.

"Kamu bertanya banyak hal tetapi belum menjelaskan hasil pemeriksaannya padaku."

"Oh, maaf, itu salahku karena terlalu penasaran," Mike terkekeh. "Kamu berhasil menyelamatkannya tepat waktu, jadi dia selamat dari kematian. Hanya saja..."

Alen mengerutkan kening. "Hanya saja kenapa?"

"Hanya hasilnya cukup serius karena posisi lukanya dekat dengan jantung. Dia kehilangan banyak darah dan tubuhnya sudah lemah sejak awal. Aku khawatir selama periode penyembuhan ini, tubuhnya akan sangat lemah dan rentan terserang penyakit. Dia tidak bisa terlibat aktivitas fisik yang terlalu berat dan melelahkan."

Alen merenungkannya sebentar dan mengangguk. "Baiklah, aku tahu."

Mike sedikit lega setelah mengungkapkan pemaparannya. "Kalau begitu, aku pergi dulu. Jika ada apa-apa, panggil aku saja," ucapnya lalu bergegas pergi keluar ruangan.

Alen terdiam di dalam ruangan. Ia menurunkan pandangannya untuk melihat Viana.

Wajah gadis itu pucat. Matanya terpejam rapat. Bibirnya yang tipis hampir tidak berwarna. Jika tidak karena dadanya yang masih naik turun perlahan, dia hampir seperti mayat.

Viana hampir kehilangan nyawanya lagi kali ini.

Alen menghela napas. "Jika aku terlambat sedikit saja, apa yang akan terjadi padamu?"

Tentu saja Viana tidak menjawab.

Alen merenung. Tanpa sadar, gadis ini benar-benar bisa menimbulkan rasa khawatir di dalam hatinya.

Untuk Alen yang terbiasa tenang, dingin, dan tegas, ia tidak pernah terlalu khawatir terhadap sesuatu. Tapi begitu dia bertemu Viana, ada rasa khawatir yang sulit dijelaskan.

Apakah dia benar-benar jatuh hati pada Viana?

Alen menarik napas dan menyentuh keningnya.

Alen menyentuh tangan Viana yang dingin dan berkata, "Cepatlah sadar, aku ingin memberitahumu sesuatu."

Setelah puas melihat Viana, ia berdiri dan berjalan keluar dari ruangan. Saat membuka pintu, Alen sedikit terkejut melihat seorang gadis muda yang berdiri di hadapannya.

"Tuan Alen..." ucap Ellie dengan mata sembab. Ia sudah mendengar semuanya dan tidak bisa menahan kekhawatirannya pada Viana. Setelah dia dibawa ke sini, dia langsung pergi mencari Viana.

Alen terdiam sejenak. "Baguslah kau datang. Tinggallah di sini dan rawat dia. Dokter dan perawat akan berulang kali masuk untuk memeriksanya."

Ellie mengangguk dan terisak. "Terima kasih banyak, Tuan Alen."

Alen langsung pergi dan meninggalkan Ellie sendirian. Tanpa menunggu lagi, Ellie masuk ke dalam ruangan untuk melihat Viana.

Di ujung lorong, Alen bertemu dengan Dean. "Komandan, saya sudah membawa Ellie kemari sesuai dengan keinginan nona Viana."

Alen teringat. "Lalu bagaimana dengan neneknya? Viana menyebutkan seorang nenek sebelum dia pingsan."

"Nenek itu masih di sana. Awalnya, dia ingin mengikuti Ellie pergi ke sini. Namun saya menahannya karena kondisi nenek kurang baik," jelas Dean. "Lagi pula, ini adalah markas rahasia kita. Selain Ellie yang selama ini selalu berada di dekat Viana, lebih baik jangan membawa orang luar. Anggota kita sudah menjaga nenek itu dengan baik."

Alen mengangguk. Itu adalah keputusan yang benar.

Melihat komandannya tidak bicara lagi, Dean teringat sesuatu dan bertanya, "Apakah Anda ingin melanjutkan perjalanan ke daerah Matna, Komandan?"

Alen menunduk, memikirkan sesuatu. "Aku sudah mempelajari kasusnya. Karena jaraknya tidak terlalu jauh, aku bisa memonitor dan memberi perintah dari sini untuk sementara. Segera kirim beberapa orang untuk datang ke sana."

Dean mengangguk. Ia tidak berani memikirkan kenapa komandannya memilih untuk memutuskan hal itu.


****

Teater mini:

Dean: "Akhir-akhir ini komandan tidak seperti biasanya. Kenapa, ya?"

Alen: (Dalam hati) Calon istriku terluka! Apa yang seharusnya kulakukan?

We Are Unstoppable! (Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang