29. Penuh Kelembutan

5 1 0
                                    

Viana tidak nafsu makan. Ia baru saja bangun dari koma dan sekujur tubuhnya sakit, terutama luka tembak di dadanya. Bernapas saja akan mempengaruhi lukanya. Viana hampir tidak makan sepuluh suapan.

"Aku tidak bisa makan lagi," ucap Viana lirih.

Alen mengerutkan kening. "Kamu hanya makan sedikit, bagaimana itu cukup?"

Viana tidak menjawab. Dia menggelengkan kepalanya dengan enggan.

Alen menghela napas. "Baiklah, tidak masalah. Ada banyak cara lain untuk mengisi energimu nanti."

Viana tidak bertanya lebih lanjut. Ia hanya menutup matanya dan tetap diam bersandar di dada Alen yang lebar. Karena lukanya, ia tidak bisa bergerak kemana-mana.

Keduanya terdiam selama beberapa saat.

Karena energinya yang sangat rendah, Viana mengantuk dan hampir tertidur lagi. Namun, dia tidak ingin tidur, dan akhirnya memulai percakapan dengan Alen. "Alen..."

"Hm?"

Viana mengerjapkan matanya perlahan. "Setelah aku pingsan hari itu, apa saja yang terjadi?"

"Adik laki-lakimu berhasil melarikan diri," jawab Alen tenang. "Lalu aku sudah menjaga Ellie dan seorang nenek yang kamu sebutkan malam itu. Ellie ada di sini sekarang."

Viana tersenyum lemah, matanya memancarkan rasa syukur sekaligus ketidakberdayaan. "Terima kasih banyak, Alen."

Alen berkedip. "Kamu berterima kasih padaku?"

Viana terkekeh pelan. "Kalau tidak padamu, lalu siapa lagi?" ucapnya berterus terang. "Sebenarnya, aku sudah sangat pasrah malam itu. Aku sangat lemah dan tidak memiliki dukungan siapapun. Darren menemukanku dan bertekad membunuhku. Aku tidak bisa melarikan diri dan kupikir akan mati. Tapi untungnya, kamu datang..."

Alen menyimaknya dengan tenang. "Ya, untung saja."

Viana berkata pelan. "Aku sudah mengerti semuanya, Alen. Malam itu, kebenaran paling menyakitkan terpampang jelas di depanku."

Adik laki-laki yang tumbuh bersamanya ingin membunuhnya...

Darren sangat membencinya.

Viana memejamkan matanya. "Jika tidak ada dirimu, mungkin aku sudah mati sejak awal," Viana mengakui, "Komandan Alen, putri tertua keluarga Harvey sangat berhutang budi padamu."

Alen terkekeh mendengarnya. " Tentu saja, aku masih ingat kata-katamu sebelum meninggalkanku di desa sebelumnya."

"Atas kebaikanmu, Viana Harvey mengucapkan terima kasih yang tak terhingga. Semoga suatu saat nanti, ada kesempatan bagi saya untuk membalas Anda kembali."

Viana mengerjapkan matanya begitu teringat apa yang ia ucapkan pada hari itu. Untungnya, Viana bukanlah gadis pemalu yang tidak mengakui perkataannya. "Yah, aku memang mengatakannya. Jadi, apakah Tuan Alen ingin meminta balasannya sekarang?"

Alen tertawa pelan. "Tidak sekarang. Selama kamu masih hidup, masih ada banyak waktu untuk membalasku."

Viana terdiam sejenak, kemudian bertanya, "Bagaimana kamu bisa menemukanku tepat waktu?"

Alen. "Aku sedang dalam misi ke daerah Matna. Saat tiba di Kota Lyge, aku mendengar kabar tentangmu. Tiba-tiba, muncul laporan kalau rombongan mencurigakan datang ke desa tempat kamu tinggal. Aku langsung datang kemari."

Viana hampir tidak bisa berkata-kata. "...jaringan informasi intelijenmu memang luar biasa."

Meskipun Viana merasa dikuntit, tapi tidak masalah. Karena pada akhirnya hal itu malah menyelamatkannya.

We Are Unstoppable! (Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang