11. Membantumu Pulih Kembali

2 1 0
                                    

Ellie segera mengerti situasi dan menjawab dengan patuh. "Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu," ucapnya lalu bergegas pergi ke dalam rumah.

Setelah Ellie pergi, keduanya terdiam sejenak, kemudian Alen bertanya.

"Sejak kapan kamu mulai berlatih berjalan?"

Viana menjawab, "Sudah beberapa hari ini."

Alen sedikit mengerutkan kening, kemudian berdiri tegak. Genggamannya pada kedua lengan Viana sedikit mengendur. "Langkah pertama yang harus kamu lakukan adalah berdiri dengan stabil terlebih dahulu. Ketika kamu sudah bisa berdiri sedikit lebih lama, cobalah untuk berjalan."

Viana menjawab dengan "Ooh" dan mengangguk. Sepertinya dia sendiri terlalu terburu-buru kemarin. Dia tak sabar ingin berjalan dengan normal tanpa menggunakan kruk lagi.

Jadi, kali ini ia menuruti nasihat Rian dan berdiri tegap menggunakan kedua kakinya. Gips dan perban yang melilit kaki kanannya sudah dilepas beberapa hari yang lalu. Ia juga tidak menggunakan alas kaki kali ini, agar lebih leluasa untuk mencoba.

Kurang dari lima menit berdiri, Viana masih merasa sedikit kesemutan dan ngilu di kaki kanannya. Ia tanpa sadar mengerutkan kening karena merasa tidak nyaman. Namun ia tidak menyerah dan tetap berdiri tegak.

Alen memperhatikan ekspresinya dan bertanya, "Apakah masih terasa tidak nyaman? Jika iya, kamu bisa beristirahat sebentar."

"Tidak-tidak, tidak masalah. Aku bisa," potong Viana bersikeras.

Alen tidak memaksanya. Kedua tangannya masih berjaga-jaga di sekitar Viana, menjaganya apabila jatuh.

Perlahan-lahan Viana merasakan rasa sakit di kaki kanannya mulai memudar. Dengan hati-hati ia menggerakkan kaki kanannya sedikit, namun belum berani melangkah terlalu jauh.

Viana merasa ragu. "Bolehkah aku berjalan sekarang?"

Alen mengangguk. "Hm, pelan-pelan saja."

Viana sedikit tersenyum gugup, lalu melangkahkan kaki kanannya terlebih dahulu. Namun karena ia berdiri terlalu lama dan kakinya terasa kaku, ia langsung goyah begitu maju selangkah. Tubuhnya jatuh ke depan.

Alen selalu berada di depannya. Melihat Viana hampir jatuh, Alen secara refleks memeluk tubuh Viana.

Viana benar-benar dilindungi dalam pelukannya.

Viana memejamkan mata dan tersenyum kaku. Ia benar-benar tidak bisa mengendalikan kakinya tadi. Ia malah jatuh ke pelukan Rian dan sekarang tidak tahu harus bagaimana.

Alen membantu Viana berdiri tegak kembali. "Ayo, aku akan menopang lenganmu kali ini. Jangan takut, kamu tidak akan terjatuh lagi," ucapnya meyakinkan.

Dengan tangan yang sigap dan kuat ini, bagaimana mungkin Viana masih takut jatuh? Tanpa ragu-ragu lagi, Viana mengerahkan seluruh tenaga dan fokusnya pada kedua kakinya. Ia berjalan dengan perlahan.

Satu, dua, tiga, empat...

Viana terus berjalan dengan semangat. Kali ini, ia bisa merasakan kendali penuh atas kakinya sendiri, dan membuatnya semakin mantap untuk berjalan.

Saat Viana asyik berjalan beberapa langkah lebih jauh, ia tidak menyadari kalau Rian sudah melepaskan pegangannya pada lengannya.

Saat Viana berhenti, ia menoleh ke belakang dan mendapati Rian sedikit jauh di sana. Rian tersenyum padanya.

Viana tertegun, ia sudah bisa berjalan sekarang! Ia bisa berjalan dengan normal lagi!

Setelah setengah tahun lumpuh, Viana akhirnya pulih sepenuhnya!

Viana tidak tahan ingin melompat kegirangan. Namun ia takut akan menyakiti tulangnya yang mungkin masih rentan. Jadi dia tanpa sadar hanya menaik turunkan tubuhnya sambil berseru gembira.

"Rian, aku bisa berjalan lagi!"

Alen menatap pemandangan di depannya dan tak bisa menahan perasaannya yang ikut senang. Senyum Viana saat ini begitu bahagia dan penuh rasa syukur di wajahnya yang cantik. Alen benar-benar terpaku selama beberapa saat. Entah kenapa, hatinya ikut menghangat.

Seolah-olah angin musim semi dan matahari yang hangat menerpa hatinya dengan lembut.

Setelah Viana puas bersorak, Alen pun mendekatinya, menahan kedua bahunya.

"Jangan melompat-lompat. Setelah ini, kamu bisa sering-sering berjalan dan berolahraga ringan. Tapi jangan mengangkat beban terlalu berat, mengerti?" nasihatnya lembut.

Viana mengangguk cepat. "Mengerti!"

Alen terkekeh pelan, kemudian teringat sesuatu yang ingin disampaikan pada Viana sebelum ini.

"Apa kamu mau pergi menemaniku ke suatu tempat?"

Viana sedikit terkejut, lalu dengan refleks bertanya, "Ke mana?"

Alen tersenyum, kemudian mencondongkan wajahnya ke sisi wajah Viana dan berhenti di telinganya, lalu berbisik dengan lembut.

"Pergi untuk pesta makan malam."

***

Ketika mendengar apa yang dikatakan Rian pagi itu, Viana langsung membeku. Pikirannya menjadi sibuk sepanjang hari bahkan setelah Rian pergi meninggalkannya pagi ini.

Rian mengajakku pergi ke pesta makan malam? Apa aku salah dengar? Apa yang tiba-tiba membuatnya berpikir untuk mengajakku?

Pikiran Viana terus berputar, ia benar-benar terkejut dengan permintaan Rian pagi ini. Mengapa pria itu memutuskan untuk pergi dengannya?

Namun pada akhirnya, pikirannya yang kacau itu pun menyetujuinya.

Setelah seharian memikirkan tentang permintaan Rian tanpa henti, menjelang petang hari, ia meminta Ellie untuk menyiapkan beberapa pakaian yang pantas untuknya.

Selama hidup di desa ini, Viana selalu berpakaian sangat sederhana. Apapun bisa ia kenakan selama masih layak untuk dipakai. Selain itu, Viana pikir pesta yang dimaksud Alen adalah pesta yang tidak terlalu besar dan mewah karena lokasinya di pedesaan. Jadi dia hanya memakai satu set pakaian sederhana yang paling pantas yang dimilikinya.

Malam hari pun tiba. Viana telah selesai merapikan rambut dan berdandan sedikit, lalu pergi keluar rumah bersama Ellie di belakangnya.

Tak disangka, Rian sudah menunggunya di halaman.

Alen mengenakan setelan jas sederhana, tidak terlalu mencolok, namun tetap tidak bisa menyembunyikan aura tampan dan mendominasi yang tampaknya menjadi bawaannya. Viana berpikir, sesederhana apapun pakaian pria ini, tetap terlihat tampan dan luar biasa baginya.

"Sudah siap?" tanya Alen setelah melihatnya keluar.

Viana datang mendekatinya. "Sudah. Apakah kamu menunggu lama?"

Alen menggeleng. "Aku belum lama datang. Ayo pergi, seharusnya sebentar lagi dimulai."

Viana menoleh ke belakang untuk melihat Ellie. Ellie hanya tersenyum sambil melambai padanya, kemudian mengepalkan tangannya untuk memberinya semangat.

Viana membalas lambaian tangan Ellie dan berjalan berdampingan dengan Alen, meninggalkan halaman rumahnya.

"Kita akan jalan kaki?" tanya Viana.

"Iya," jawab Alen sambil memandang lurus ke depan. "Lokasinya tidak terlalu jauh, jadi kita jalan kaki saja sambil menikmati udara malam."

Udara malam di pedesaan sangat sejuk, namun tidak sampai membuat menggigil di tulang karena sekarang masih musim panas. Lampu-lampu rumah tergantung menerangi jalan dengan cahayanya yang lembut. Dua orang berjalan berdampingan, satu tinggi dan satu lebih pendek.

Setelah hening beberapa saat, Alen tiba-tiba berbicara. "Ini hanyalah sebuah pesta kecil di pedesaan, jadi semuanya akan lebih sederhana. Aku pernah menghadiri berbagai macam pesta besar dan glamor di perkotaan. Lain kali, akan kuajak kau ke sana."

Viana sedikit terkejut.

We Are Unstoppable! (Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang