10. Menjalani Waktu Kita

1 1 0
                                    

Setelah mendapatkan pesan undangan itu, Viana benar-benar datang ke rumah samping.

Sebelumnya, ia meminta Ellie untuk membantunya bersiap. Setelah itu, Ellie menyarankannya untuk memakai kursi roda daripada kruk agar membuatnya lebih nyaman untuk bergerak.

Viana tersenyum malu. Ia teringat kalau ia hampir jatuh di depan pria itu ketika mencoba berjalan menggunakan kruk kemarin.

Akhirnya Viana setuju dengan Ellie. Ellie ikut mengantarnya sampai memasuki pagar bambu di halaman rumah sebelah. Setelah itu, Ellie pergi meninggalkannya dan Viana masuk sendirian.

Ini adalah pertama kalinya Viana datang ke rumah sebelah. Sebelumnya, ia hanya melihat sedikit bagian dari halaman ini dari balik pohon-pohon tinggi dan lebat di samping rumahnya. Halaman rumah ini bersih dan terawat, sama seperti miliknya. Hanya saja sepi dan sedikit suram...

Viana terus menggulirkan kursi rodanya dan akhirnya sampai di ambang pintu rumah. Ia dengan gugup mengetuk pintu dan memanggil nama orang itu.

"Rian..."

Viana memanggil dengan lembut. Setelah dua panggilan, pintu rumah pun terbuka. Viana kembali melihat wajah pria yang baru ia temui kemarin.

Mendengar suara Viana, Alen segera datang membukakan pintu. Sebelumnya ia hampir lupa kalau ia menggunakan nama samaran pada Viana. Jadi dia sedikit terlambat.

Alen tersenyum hangat dan membuat wajahnya semakin tampan. "Kamu sudah datang? Ayo masuk."

Viana tercengang selama beberapa detik, lalu mengangguk dengan kaku. Alen sudah membantunya mendorong kursi rodanya ke dalam.

"Hari masih pagi, apakah kamu sudah sarapan?" Alen bertanya dengan lembut. "Jika belum, ayo kita sarapan bersama."

Viana mengangguk kecil. Ia memang datang buru-buru setelah membaca surat kecil itu tadi pagi, jadi ia belum sempat sarapan.

Selama perjalanan ke ruang makan, Viana melihat-lihat rumah yang dihuni oleh Rian ini. Bagian dalam rumahnya hampir sama dengan miliknya, hanya saja lebih banyak perabotan dan kotak-kotak penyimpanan. Mengingat rumah ini digunakan oleh seorang anggota intelijen, pasti setiap isinya sangat penting dan rahasia.

Viana sampai di meja makan dan melihat sudah ada beberapa hidangan di atas meja. Alen pun pergi mengambil sebaskom air dan membantu Viana cuci tangan, kemudian pergi lagi dan kembali dengan dua gelas teh hangat.

Viana melihat-lihat menu di atas meja. "Ini... apakah kamu memasak sendiri?"

Alen mengangguk dengan jujur. "Ya. Biasanya, aku selalu memasak sedikit untuk diriku sendiri. Namun, karena pagi ini aku mengundangmu, aku memasak lebih banyak dari biasanya. Cobalah, siapa tahu kamu akan menyukainya."

Sebenarnya, Alen bisa memasak karena ia sudah terbiasa hidup sendiri sambil terkadang menjalankan misi. Ia hidup di lingkungan yang berbeda-beda dan tidak bisa selalu bergantung pada orang lain. Inilah yang membuat Alen terbiasa mandiri dalam segala hal.

Viana dan Alen makan bersama-sama. Viana mengambil sup ayam yang kelihatan jernih dan lezat. Benar saja, begitu mencicipinya, Viana langsung menyukainya. Daging ayamnya lembut dan dimasak dengan pas. Kuahnya gurih, tidak terlalu berminyak, dan rasanya enak.

Alen memperhatikan reaksi Viana dan tersenyum. "Bagaimana rasanya? Apakah kamu menyukainya?"

Viana mengangguk senang. "Masakanmu ini sangat lezat. Rasanya aku pernah mencicipi rasa yang sama sebelumnya, tapi aku tidak ingat di mana."

Melihat ekspresi Viana yang berganti menjadi bingung, Alen secara samar menebak itu pasti ketika Viana masih tinggal di rumah besarnya. Keluarga Harvey sangatlah kaya. Pasti sangat mudah untuk makan makanan yang lebih enak dari ini.

"Jika kamu menyukainya, aku akan memasaknya lebih sering untukmu dan mengirimkannya ke rumah sebelah. Apakah masakan Ellie tidak sesuai dengan seleramu?"

Viana menjawab jujur. "Ellie selalu menuruti keinginanku dalam hal makanan. Kemampuan memasaknya baik. Tapi entah kenapa setelah memakan masakanmu hari ini, selera makanku meningkat."

Alen terkekeh pelan. "Kalau begitu tidak masalah. Aku akan sering membuatkannya untukmu nanti."

Viana tersenyum dan merasa hangat di dalam hatinya. Ini adalah pertama kalinya ia makan bersama pria ini dan bahkan dimasakkan olehnya. Masakannya begitu enak. Viana merasa kagum karena mendapati seorang pria yang bisa memasak dengan baik seperti ini.

Begitu saja, Viana dan Rian menjadi semakin akrab setelah hari itu. Terkadang Rian akan datang mengunjungi rumahnya pagi-pagi sambil mengantarkan sarapan, lalu terkadang Rian akan mengajaknya jalan-jalan di sekitar rumah. Rian juga akan menjelaskan berbagai hal, membuat Viana belajar sesuatu yang baru mengenai alam dan cara bertahan hidup.

Viana semakin mengagumi Rian. Selain mandiri, Rian juga berpengetahuan luas dan cerdas. Jika Viana punya pertanyaan apapun itu, Rian akan selalu bisa menjelaskan dan membuatnya paham. Viana berpikir, mungkin karena pengalaman Rian yang sangat banyak, ditambah dengan bakat alaminya, Rian bisa menjadi seperti ini.

Sangat mengagumkan.

Di pagi hari, terkadang Viana akan mendapati Rian sedang berolahraga di halaman samping. Diam-diam, Viana juga memiliki sisi penasarannya sendiri; tanpa sadar ia akan mengintip dari celah-celah pohon dan melihatnya berolahraga dari jauh.

Pemandangan itu luar biasa dan selalu bisa membuat jantungnya berdebar.

Mungkin karena tumbuh dengan pelatihan militer, tubuh Rian sudah sangat terlatih sejak muda. Sosoknya tinggi, bahunya lebar, dan dadanya bidang. Lengannya kuat dan kokoh. Wajahnya tampan dengan fitur yang tajam dan indah. Kulitnya berwarna gandum dan sehat.

Viana berpikir, kenapa bisa pria ini begitu sempurna di matanya?

Dalam sebulan itu, beberapa kali juga Viana tidak melihat Rian di rumah samping. Sesekali Rian akan menghilang selama beberapa hari atau seminggu. Viana tidak tahu Rian pergi ke mana. Rumah di sebelahnya akan terasa sangat sepi sampai Rian kembali untuk menyapanya lagi.

Tak terasa, waktu hampir dua bulan sejak Viana mengenal Rian.

Setelah tinggal di rumah ini selama lebih dari setengah tahun, fisik Viana hampir pulih sempurna. Beberapa kali ia mencoba untuk latihan berjalan bersama Ellie, namun Viana sangat gugup sehingga berulang kali terjatuh. Ellie pun kurang terampil dalam membimbing Viana dan tubuhnya tidak kokoh untuk menopang Viana ketika hampir jatuh. Akhirnya, Alen yang sudah kembali dan kebetulan sedang mengawasinya tidak tahan dan membantu Viana secara pribadi.

"Hati-hati!"

Viana hampir tergelincir ketika matanya melihat Rian masuk ke halamannya. Untungnya Rian berlari cepat dan memegang kedua lengannya, menopangnya dengan kuat.

Ellie melihat Rian dan terkejut.

Viana juga sama terkejutnya dan merasa gugup. "Kamu... kamu sudah kembali?"

Alen mengangguk. "Aku kembali kemarin."

Viana melihat tangan Rian yang belum melepaskan lengannya. Pikirannya berputar sejenak sebelum berkata kepada Ellie. "Ellie, kamu bisa mengerjakan hal lain dulu. Aku akan berlatih berjalan bersama Rian. Aku yakin dia lebih berpengalaman dalam hal ini."

Setelah mengucapkan itu, Viana sedikit tak percaya, dari mana datangnya rasa percaya diri seperti itu padanya!

We Are Unstoppable! (Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang