Chapter 44 ( End )

148 25 26
                                    


"Ada apa, Mah?”

Si pirang mengangkat telepon masuk dengan kesadaran yang belum pulih sempurna. Pria itu masih berguling-guling di atas ranjang sembari menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.

Akhirnya ia mendapat kualitas tidur yang bagus setelah berminggu-minggu menjadi makhluk nokturnal. Bukan hanya karena dokumen kantor, tapi juga karena guling hidupnya direbut oleh Mamah Ninsuna. Ingin rasanya memprotes, apa daya ia kalah pangkat dengan Mamah Ninsuna.

Salah-salah, ia yang dilempar dan dicoret dari kartu keluarga.

“Kamu ke sini sekarang,” perintah Mamah Ninsuna. “Layla butuh bantuanmu.”

Mendengar nama istrinya disebut, Gil langsung memulihkan kesadaran. “Layla kenapa, Mah?!”

“Udah, pokoknya kesini cepet!”

Tanpa basa-basi, Gilgamesh langsung menyambar kunci mobil dan berlari ke garasi. Tidak peduli waktu yang menunjukkan tengah malam, atau tubuhnya yang masih berbalut baju tidur. Ah, jangan lupa alas kaki bulu yang sejatinya milik Layla.

Dengan kecepatan penuh, pria itu melesat ke villa Al Urukh. Pikirannya melayang-layang karena kekhawatiran pada sang istri.

Jangan-jangan Little Zashuu-nya jatuh sakit?? Atau jangan-jangan ada apa-apa dengan Gil Junior?? Jangan-jangan terjadi sesuatu pada keduanya??

Keringat dingin menetes dari pelipis sang pria. Ah, tidak. Ia harus tenang. Mamah Ninsuna ada di sana. Tidak mungkin ada apa-apa dengan Little Zashuu atau Gil Junior.

Tiga jam, ia mengendarai layaknya dikejar setan. Setelah sampai di depan gerbang villa Al Urukh, pria itu berlari dengan wajah penuh kekhawatiran.

”Mamah!” panggilnya pada wanita paruu baya yang menunggu di depan pintu utama.

Tentu saja, Mamah Ninsuna menoleh dan mendapati anaknya yang sedang terburu-buru mendekat.

“Layla kenapa Mah?? Dia baik-baik saja, kan??”

Selama ini, putranya tidak pernah menampakkam raut yang menunjukkan kecemasan. Tapi kali ini, putra semata wayangnya seolah mendapat ekspresi baru dalam kehidupan.

Terkekeh, Mamah Ninsuna pun menepuk-nepuk bahu putranya. Membuat ekspresi cemas si pirang berganti dengan ekspresi bingung.

“Layla baik-baik saja,” jelas Mamah Ninsuna. “Dia baru saja tidur.”

Menghela napas lega, Gil pun menjatuhkan tubuhnya di kursi sebelah pintu.

“Terus, bantuan yang Mamah bilang tadi apa?”

”Layla ngidam buah mangga,” jawab Mamah Ninsuna.

Mengernyit, Gil tidak mengerti. “Ya, tinggal beli aja, kan?”

Mendecih pelan, sang bunda menggeleng pelan. Memang kepala anaknya sudah lebih waras, tapi layaknya tidak cukup peka untuk menjadi seorang suami.

”Layla pengennya mangga yang kamu curi,” timpal Mamah Ninsuna.

“Hah?”

Alih-alih menjawab, Mamah Ninsuna menunjuk pohon mangga di villa sebelah.

“Masih jam tiga pagi, mumpung nggak ada orang mending kamu curi mangga sekarang. Itu di sebelah ada pohon mangga.”

“Mah, masak anak sendiri disuruh nyuru sih? Nggak ... ini serius??” tanya Gil, gagal paham dengan permintaan sang ibunda.

Demi jidat Merlin! Bagaimana bisa ibu dan istrinya malah menyemangatinya untuk melakukan hal tidak terpuji?? Jika itu Gil yang dulu, mungkin ia akan langsung tertawa dan meluncur tanpa mempertanyakan alasan Mamah Ninsuna menyuruhnya.

✔️ Golden CEO : Hunting for Legal Wife ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang