36. The Last Goodbye

110 16 0
                                    

Dadanya berdebar kencang dengan campuran antara ketegangan dan harapan. Setelah begitu lama mencari, ia mungkin akan segera menemukan titik terang ketika pintu itu terbuka. Rasa cemas menguasai dirinya, Jimin tak kuasa membendung segala perasaan yang menggangu pikirannya.

Pintu dibuka dengan cepat. Namun, Jimin malah melihat wajah yang tak asing lagi, Taehyung. Darahnya seketika mendidih. Persekian detik ia hanya mencerna kejadian itu setelah otaknya menangkap kesimpulan dari apa yang dia lihat saat itu.

Namun, detik berikutnya, Jimin hilang kendali. Tepat saat ia tersadar bahwa keberadaan Taehyung—sahabat terdekatnya—yang ternyata terlibat dalam permasalahan yang sedang ia hadapi mati-matian itu ada di depan mata.

"Sialan!", satu makian akhirnya keluar dari mulut Jimin. Tanpa memberi Taehyung kesempatan untuk bicara, Jimin langsung berjalan cepat ke arah pria itu dengan tangan yang mengepal dengan kekuatan penuh, menghantam wajah Taehyung dengan sangat keras. Suara benturan keras terdengar dan Taehyung terhuyung ke belakang.

Taehyung tidak membalas. Dia tetap tenang, menatap Jimin dengan penuh pengertian seolah menerima pukulan itu sebagai sesuatu yang pantas. Darah mengalir dari sudut bibirnya, tetapi ia hanya menghapusnya dengan punggung tangannya, tanpa sedikitpun menunjukkan tanda-tanda perlawanan.

Jimin melangkah pelan mendekati Taehyung. Mata Jimin dipenuhi dengan api kemarahan yang tak terbendung. Deru nafasnya bahkan tak beraturan ketika pria itu tiba-tiba menarik kerah baju yang dikenakan Taehyung dan mendorong Taehyung ke dinding. Menatapnya dengan tatapan yang penuh dengan kekecewaan dan pengkhianatan.

"Kau selalu memanfaatkannya saat dia rapuh. Kau menjadi penengah disaat semuanya sedang kacau. Seolah-olah kau adalah pahlawan yang mampu membuatnya merasa lebih baik ketika kau bersamanya. Hanya itu? Caramu untuk mendapatkan hatinya?"

"Dengar. Aku peduli padanya. Dia butuh seseorang yang bisa mendengarnya, yang bisa membuatnya merasa aman. Kau mungkin berpikir ini salah, tapi aku tak akan meninggalkannya dalam keadaan seperti ini", jelas Taehyung berusaha tenang

"Kau menidurinya, sialan! Kau pikir itu solusi? Kau hanya memanfaatkannya!", Jimin tak mampu menahan amarahnya lagi. Dia mengangkat tangannya lagi, siap memberinya pukulan kedua. Tapi kali ini, Minji tiba-tiba datang dan menahan pergelangan tangan Jimin hingga membuat kedua pria itu terkejut.

"Kau tak harus menggunakan kekerasan untuk meluapkan amarahmu itu. Kau mudah terpancing hanya dengan melihat Taehyung di apartemenku. Dia bahkan tak berkata bahwa kami tidur bersama. Tidak seperti bagaimana Sora yang berkata terang-terangan kepadaku bahwa kalian tidur bersama di mobil malam itu. Kenapa kau semarah itu?"

Seketika suasana menjadi hening. Jimin bahkan sudah tidak ber-api-api lagi. Hatinya seketika luluh dengan melihat keadaan Minji yang terlihat baik-baik saja dengan penuturannya yang membuatnya merasa 'ditelanjangi'.

Jimin langsung memeluk wanita itu, "Minji-ya. Aku mengakui aku salah. Aku benar-benar meminta maaf. Kau baik-baik saja? Hmm?"

"Aku baik-baik saja. Saat ini aku ingin beristirahat dengan tenang. Keberadaan Taehyung sangat membantu bagiku. Kau jangan hanya berpikiran negatif hanya karena dia ada disini. Kalau kau sudah selesai, kau bisa pergi, Park Jimin. Bukankah kau hanya ingin memastikan keberadaanku saja?"

"Minji, kita perlu bicara. Aku harus menjelaskannya. Ayo pulang ke rumah. Kau akan merasa lebih baik disana"

Wanita itu menarik satu sudut bibirnya dan menundukan kepalanya. "Aku sudah pulang, Park. Ini rumahku. Lagi pula, apa lagi yang perlu dibicarakan? Aku sudah merasa lebih baik. Jangan khawatirkan aku, Park Jimin. Beri aku waktu untuk sendiri selama beberapa hari. Saat aku sudah siap, aku mungkin akan datang kepadamu, membicarakan segala hal"

Night Butterfly [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang