20. It's Her!

508 28 0
                                    

Atas kejadian yang menimpa hari ini, Minji merasa sangat bersalah atas semuanya. Minji merasa kalau dirinya adalah penyebab dari semua kekacauan yang terjadi. Padahal dalam pandangan Jimin, itu tidak sepenuhnya terjadi seolah-olah karena Minji semata. Mungkin memang takdir? Jalannya sudah seperti itu, sudah seharusnya.

Hanya saja, Minji merasa tidak enak pada Jimin. Wanita itu tidak tahu jelas bagaimana perasaan dan isi hati Jimin yang sesungguhnya atas keadaan yang chaos secara mendadak. Namun bagaimanapun buruknya Solmi, dia tetap kekasih Jimin, yang sudah menemani Jimin selama hampir tujuh tahun lamanya. Bukan tidak mungkin semuanya masih sama seperti semula, setelah banyaknya badai yang telah dilalui bersama. Baik buruknya Solmi, Jimin menerimanya. Begitupun sebaliknya. Hanya saja kali ini, melihat sang Ayah yang mempermalukan kekasihnya tanpa sadar namun secara terang-terangan dihadapan orang lain, Jimin jadi merasa sangat sedih, gundah gulana. 

Sedari tadi hanya murung, seakan menahan diri untuk tidak banyak bicara dengan siapapun. Minji sampai khawatir dan berpikir kalau Jimin marah padanya, tapi nyatanya tidak. Jimin juga sesekali masih berkomunikasi dengan baik pada Minji, senyumnya bahkan masih bisa muncul di wajah tampannya, entah itu terpaksa atau tidak, Minji bersyukur. Sialnya, semua itu membuat suasana makin runyam, dingin dan kaku. Seperti saat dalam perjalanan pulang, di mobil. Sedari tadi Jimin hanya fokus menyetir dengan siku tangannya yang menempel di pinggiran kaca mobil dengan jari-jarinya yang memainkan bibir, sedangkan satu tangan lainnya sibuk menyetir.

"Jimin, kau baik-baik saja?", tanya Minji memastikan. Mungkin itu juga termasuk sebuah upaya untuk mencairkan suasana yang terasa canggung. Jimin sempat menoleh dan melempar senyum manisnya pada wanita disampingnya walau hanya sejenak, kemudian pandangannya kembali fokus ke depan.

"Aku baik, honey. Kau tak apa? Ingin makan apa malam ini? Haruskah kita pergi keluar dan makan sushi?", ucapnya seakan semuanya baik-baik saja. Minji berani bertaruh, Jimin sedang sibuk memikirkan banyak hal saat ini.

"Kau terlihat cemas. Aku khawatir padamu. Lupakan saja soal makan malam. Aku ingin kau merasa lebih baik dulu", Minji tersenyum berusaha menenangkan suasana hati Jimin.

Lagi-lagi Jimin tersenyum dan menoleh sesaat, seakan berusaha menampilkan yang terbaik kepada Minji agar wanita itu tidak terus merasa bersalah atas segalanya. Jimin sudah cukup kenyang mendengar permintaan maaf yang Minji lontarkan sedari tadi. Jadi, ia tidak ingin Minji terus-menerus tenggelam dalam rasa bersalah yang bahkan bukan tanggung jawabnya.

"Terima kasih sudah mengkhawatirkanku. Tapi sepertinya, mau tidak mau, kau harus menemaniku makan sushi malam ini", ucap Jimin, membuat Minji terkekeh.

Tak lama mobil BMW yang Jimin kemudikan ini mulai memelankan laju kendaraanya saat sudah memasuki kawasan garasi rumahnya yang begitu luas, tempat disimpannya jejeran koleksi mobil mahalnya yang lain. Namun ada satu hal yang cukup menarik perhatian Jimin saat ini, melihat sebuah mobil Ferrari 458 berwarna merah terparkir di garasi rumahnya-yang jelas itu bukan miliknya.

 Namun ada satu hal yang cukup menarik perhatian Jimin saat ini, melihat sebuah mobil Ferrari 458 berwarna merah terparkir di garasi rumahnya-yang jelas itu bukan miliknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Night Butterfly [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang