Bohong kalau Minji tidak terkejut sama sekali atas fakta yang telah dibeberkan Jimin kepadanya beberapa hari lalu. Malu? Tentu saja. Menerima fakta bahwa saat ini ia bukan hanya seorang wanita sewaan melainkan juga seorang wanita simpanan terasa begitu sulit untuk Minji. Padahal sebelumnya juga ia sudah banyak melayani pria beristri yang bermain dengannya—tanpa sepengathuan sang istri. Mungkin tidak semua, tapi Minji yakin keadaan itu pernah di alaminya.
Tapi untuk yang kali ini, rasanya berbeda. Minji seakan mendapat gelar 'selingkuhan' sedangkan dia sendiri tidak berniat mendapatkannya sejak awal. Jimin mungkin memang belum beristri, tapi rasanya menyakiti hati sesama wanita itu hal yang sangat bajingan dan tidak lumrah rasanya. Sekalipun hubungan mereka belum sampai ke jenjang pernikahan. Minji tidak ingin. Bahkan tak pernah menduga akan seperti ini jadinya. Tak pernah membayangkan sebelumnya ia harus menerima fakta bahwa saat ini statusnya adalah seorang wanita simpanan, selingkuhan atau sebut saja orang ketiga dalam suatu hubungan. Namun tentu tidak ada yang bagus dari ketiganya. Yang ia inginkan hanyalah berbaik hati dan mundur, daripada menjadi benalu di hubungan orang lain. Namun jika melihat pihak lain yang merasa dirugikan, yaitu keluarga Park. Minji jadi merasa bimbang. Entah harus mundur dan menghentikan semuanya atau harus melanjutkan apa yang sudah ia mulai sejak awal.
Sebisa mungkin Minji berusaha membuat hidupnya berjalan se-normal mungkin. Persis seperti sebelum ia mengetahui semua itu. Meski tak dapat di pungkiri hal itu sedikit mengganggu pikirannya selama beberapa waktu. Minji bisa saja mundur kalau dia mau, itu pun jika dia memang benar-benar menjunjung tinggi makna dari Women Support Women. Tapi dia sendiri memilih tetap bersama Jimin. Karena selain pria itu memintanya tinggal, Minji juga penasaran dan ingin semakin mengulik apakah posisinya disini saat ini adalah benar atau salah.
Sialnya, suara berisik dari hair dryer membuat Minji membuka matanya yang terpejam. Rupanya Jimin tengah mengeringkan rambutnya. Mungkin sedang bersiap untuk pergi ke kantor. Seharusnya Minji sudah bangun jam segini, seperti biasa menyiapkan sarapan ketika Jimin sedang bersiap. Hanya saja, gara-gara Jimin. Tidurnya tak cukup pulas semalam.
"Membangunkan tidurmu, ya?", tanya Jimin ketika ia hampir siap memakai dasi nya. Minji kaget, pria itu terlampau peka. Ia memasang senyum tipis ketika Jimin berbalik dan mendekat, duduk di sisi kasur. Wow! Minji terpukau untuk sesaat setelah melihat penampilan Jimin yang terlihat sangat rapih. Aura boss nya sangat kentara. Rambut yang di sisir rapih menampilkan forehead, harum parfum dengan kesan maskulin, fresh dan passionate itu sudah sangat tercium harumnya, bahkan ketika jarak nya masih berjauhan. Apalagi kalau dengan jarak sedekat ini, Minji benar-benar mabuk. Ia sampai harus menyadarkan dirinya berkali-kali, bahwa pria tampan yang sedang mengusap wajahnya, yang ia kagum-kagumi sejak beberapa menit yang lalu, adalah pria yang sama seperti semalam, yang membuatnya mendesah tak karuan. Seraya membenarkan beberapa helai rambut yang berantakan—menyelipkannya ke belakang telinga, Jimin berucap, "Melihat tulang selangka mu saja ingin rasanya aku mengurungkan niat untuk pergi dan memilih bergabung denganmu—telanjang di atas kasur"
Minji terkekeh. Bagi pria, seks adalah rasa lapar. Sekarang Minji percaya pada kalimat itu. Tidak heran kalau sekarang Jimin melempar kalimat manis dan mengatakan ingin bercinta sedangkan mengingat semalam saja rasanya sudah lebih dari cukup atau bahkan sangat puas kalau membahas soal seks. Tetapi Jimin tetap seorang pria. Hasrat seksualnya selalu harus dikenyangkan.
Minji bangkit. Terduduk di atas kasur dengan posisi tangan memegang selimut yang menutupi dada. Ya, masih dalam keadaan telanjang. "Mau? Tapi mungkin kau akan terlambat", ujar Minji. Pria itu menggelengkan kepala seraya tersenyum manis, lalu mendaratkan kecupan singkat di kening wanitanya.
"Nanti, setelah aku pulang"
"Sayang sekali, aku bangun siang dan kau sudah mau berangkat. Padahal aku belum memasak sarapan pagi untukmu", Minji menatapnya dengan perasaan menyesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Night Butterfly [M]
Fiksi Penggemar[TAMAT] Choi Minji tak main-main membandrol dirinya dengan harga fantastis hingga orang-orang kerap memberinya julukan 'Kupu-Kupu Malam' yang tak banyak orang bisa taklukkan. Namun, suatu ketika tawaran menggiurkan datang dari seorang yang ternama...