Helaan napas lega keluar dari bibirku saat aku membiarkan diriku terjatuh di salah satu kursi di kompartemen kosong yang aku dan Wren temukan.
"Yah, kita beruntung hari ini, ya?" Ia tertawa ketika ia duduk di hadapanku, menunjuk ke sekeliling kompartemen kosong.
"Aku tidak menyangka masih akan menemukan yang kosong," aku mengakui, dan ia mengangguk setuju.
Kami jelas tidak datang secepat tahun lalu. Sejujurnya, aku hampir takut kami akan ketinggalan kereta, jadi menemukan kompartemen kosong adalah hal yang tidak terduga. Kami sudah cukup senang hanya menemukan tempat duduk bersebelahan.
"Lebih baik aku pergi mencari Harry," aku mengumumkan setelah kereta berjalan beberapa saat dan ia mengangguk.
"Setuju."
Aku berkeliling kereta, melirik ke setiap kompartemen yang aku lewati dengan harapan bisa melihat adikku dan teman-temannya di salah satu kompartemen tersebut.
Tapi sejauh ini, aku tidak seberuntung itu dengan kompartemennya
"Apakah kau pernah menutup mulutmu, Crabbe?" Aku segera menghentikan langkahku saat mendengar suara itu dan melihat sekeliling untuk menghindari bertemu Malfoy. Aku lebih memilih menggunakan waktuku untuk mencari kakakku daripada bertengkar dengan si pirang itu.
Suara mereka mendekat ke arahku, aku panik. Tidak ada banyak pilihan untuk keluar dari koridor kecil tempatku berada, dan sebelum aku menyadarinya, aku mendapati diriku berada di kompartemen acak.
Aku segera menutup pintu di belakangku dan kemudian perlahan berbalik, tidak tahu apa yang diharapkan.
"Harry!" Aku bersorak begitu aku melihatnya. Mungkin hari ini adalah hari keberuntunganku.
"Apa yang sedang kau lakukan?" Ia bertanya setelah menarikku ke dalam pelukan panjang, ekspresi bingung di wajahnya.
"Sebenarnya aku mencarimu," aku menjelaskan dengan cepat, mengabaikan fakta bahwa aku berada di sini hanya karena Malfoy. "Aku membaca apa yang terjadi di Piala Dunia Quidditch, apakah kalian baik-baik saja?" Aku melihat sekeliling kompartemen sebelum mengambil tempat duduk.
Harry, Ron dan Hermione semuanya tampak baik-baik saja, bahkan tidak ada goresan di tubuh mereka. Mereka semua mengangguk. "Ya, kami baik-baik saja..." Hermione memulai, "Tapi bekas luka Harry terasa sangat sakit selama musim panas."
"Begitukah?" tanyaku, suaraku penuh kekhawatiran saat aku mendekat padanya.
"Bukan apa-apa." Harry mengangkat bahu, kepalanya menoleh ke arah jendela. Aku memutar mataku ke arahnya.
"Bukan apa-apa," aku mendengus, dan Hermione setuju denganku, senang karena seseorang akhirnya mengatakan apa yang ia pikirkan selama ini. "Apakah kau juga mengalami mimpi buruk lagi?"
Harry hanya mendengus, tatapannya masih tertuju ke luar kereta. "Katakan padanya, Harry!" desak Hermione, dan erangan keluar dari bibirnya.
"Ya, benar! Tapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku sudah aman."
Ia terdengar kesal, melotot ke arah Hermione yang mendorongnya untuk membicarakan semua ini sejak awal. "Yah, aku tau kapan harus memberimu ruang, Harry. Tapi mungkin kau harus menganggap ini sedikit lebih serius. Jika dia benar-benar kembali, ini bukan hanya urusanmu." Aku menghela napas sebelum meninggalkan mereka berempat sendirian.
Aku berjalan kembali ke kompartemenku, siap untuk mengeluh tentang sikap kakakku. "Kadang-kadang Harry bisa menjadi orang yang benar-benar bodoh—" aku mengerang, bahkan sebelum melihat ke arah Wren.
Tapi bukan Wren yang kutemui.
"Oh ya?" Aku bisa mendengar seringai terpampang di seluruh wajahnya, dan kepalaku terangkat mendengar suaranya. "Kau rindu aku?"
"Apa yang kau lakukan di sini, Malfoy?" Ucapku dengan kasar begitu aku melihatnya. "Di mana Wren?"
Ia mengenakan setelan hitam, rambut putih pirangnya masih sama panjangnya dengan tahun lalu. Tapi ia tampak lebih tua. Lebih dewasa; kali ini bukan karena ia sok tua.
"Jangan khawatir tentang pacarmu, dia mungkin hanya mengambil sesuatu dari troli, entahlah," ucapnya dengan tenang, perhatiannya pada pemandangan di luar.
Aku mengerutkan alisku mendengar komentarnya tetapi akhirnya memutuskan untuk tidak berpikir dua kali.
"Lalu?!" Aku mendesis, "Kalau begitu, apa yang kau lakukan di sini?" Aku berusaha terdengar sekasar mungkin untuk menutupi perasaan gugup yang muncul.
Ia meluangkan waktu untuk menjawab pertanyaan itu; matanya masih terpaku pada jendela. "Hanya... memeriksa," ia dengan halus menggelengkan kepalanya sebelum akhirnya menatapku, mata abu-abunya terfokus pada mataku. "Aku perhatikan kau mencoba bersembunyi dariku tadi—"
Aku merasakan pipiku terbakar dan dengan cepat melihat ke arah bawah. Tawa kecil keluar dari bibirnya saat aku melakukannya.
"Bukan berarti itu urusanmu, tapi aku mencari Harry. Dan aku menemukannya," jawabku, berharap kemerahan di pipiku tidak terlihat. Sebaiknya ditutupi oleh rasa percaya diri pada suaraku sepenuhnya.
"Dan saat itulah kau akhirnya menyadari betapa menyebalkannya kakakmu?" Ia berkata dengan sombong, mengacu pada apa yang aku bicarakan ketika aku memasuki kompartemen. "Pasti memang genetik."
"Ya, tentu,." Aku memutar mataku mendengar komentarnya dan akhirnya duduk di kursi yang paling jauh darinya. "Kalau Wren tidak ada di sini ketika kau masuk, bagaimana kau tau ini kompartemen kami?" Aku bertanya, setelah beberapa saat, ada sedikit rasa ingin tau dalam suaraku.
"Aku mengenali burung hantumu," jawabnya polos sambil mengangguk ke arah sangkar Tucker yang diletakkan di atas meja.
Burung hantuku? Aku tidak ingat pernah berbicara dengannya tentang burung hantuku, apalagi menunjukkan kepadanya seperti apa rupanya. "Kau tidak tau burung hantuku," kataku, agak bingung dan lebih pada diriku sendiri daripada padanya.
"Jelas aku tau," semburnya sambil bangkit dan berjalan menuju pintu keluar. Ia menghentikan dirinya sendiri sebelum membuka pintu, berhenti tepat di depanku. "Nikmatilah sisa perjalananmu, Potter," ia menambahkan dengan sikap yang sama sebelum pergi dan membanting pintu hingga tertutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
POTTER? || Draco Malfoy X Reader [BAHASA INDONESIA]
Fanfiction"Aku tidak tau kau punya adik, Potter" Original story bahasa Inggris oleh @Seselina [https://www.wattpad.com/story/241178840-potter-draco-malfoy-x-reader]