99

149 12 0
                                    

"Severus berkata kau akan datang," Madam Pomfrey berkata dengan tenang, mengarahkanku ke ruang perawatan, Draco adalah satu-satunya yang berada di sini. "Tadi dia hampir langsung berdiri dan mencarimu begitu dia tiba di tempat tidur." Ia menjelaskan keadaan tidak sadarnya, melihatnya sangat sadar saat ia meninggalkan kamar mandi. "Jadi aku memberinya ramuan tidur. Seharusnya beberapa menit lagi. Ayo, nak. Duduk." Ia menunjuk satu kursi di sebelah tempat tidurnya.

Aku menghela napas, mengangguk berterima kasih saat aku duduk. Ia mengerti dan kembali ke ruangannya tanpa sepatah kata lagi.

Ia hampir terlihat normal lagi. Yang menyiksaku adalah noda darah yang mengering di kemeja putihnya.

Pandanganku beralih darinya ke seluruh ruangan, mengamatinya seiring aku tenggelam dalam pikiranku.

Pikiranku yang mengarahkanku untuk memikirkan apa yang mungkin terjadi jika Snape tidak masuk ke kamar mandi. Jika dia tidak tau mantra penangkal dari apa pun yang Harry lemparkan pada Draco.

Membayangkannya saja membuatku merinding, tubuhku gemetar seakan menggigil.

Dan walau Snape adalah alasan utama kenapa Draco menghindariku semampunya, ia juga satu-satunya alasan kenapa Draco masih hidup. Dan satu-satunya alasan kenapa aku bisa duduk di sisinya sekarang.

Aku memikirkan apakah Snape juga punya tanda itu. Apakah Dumbledore tau; apakah Orde tau.

Erangan keras menarikku kembali dari pikiranku, kepalaku menoleh ke Draco. Ia terlihat lelah, matanya belum terbuka saat ia meregang sekali, masih belum menyadari keberadaanku.

Saat ia membukanya, pandangannya terkunci padaku dan ia duduk tegak di tempat tidurnya, punggungnya bersandar di sandaran tempat tidur.

"Y/n?" Alisnya mengerut, dan ia memejamkan matanya sejenak, membiasakan pandangannya yang aku yakin masih sedikit kabur.

"Draco." Aku menghela napas, memiringkan kepalaku sedikit.

"Kau di sini." Ia berkata, nadanya bingung sama dengan ekspresi wajahnya.

"Jelas." Aku mengangguk, mengangkat satu tanganku dan melihat ke arah tubuhku dari atas sampai bawah untuk menunjukkan aku benar ada di sisinya, dengan senyum kecil di bibirku.

"Kenapa?"

Aku mengerutkan alis mendengar pertanyaannya, bingung kenapa harus ada pertanyaan seperti itu dari awal. Alasan aku berada di sini sudah sangat jelas. Setidaknya untukku.

Apa dia terlalu terbiasa tidak ada yang memedulikannya, sama sekali?

"Kau hampir mati, Draco." Suaraku lembut, terlapisi dengan kebingungan dan, yang paling penting, rasa bersalah, tau bahwa ini kesalahan kakakku.

"Mungkin memang sepantasnya." Ia mendengus, berusaha untuk terdengar lucu, walau kata-katanya terlalu serius untuk itu.

Pandanganku lagi-lagi terjatuh ke lengan bawah kirinya, menetap di situ untuk beberapa detik. Tapi ia menyadarinya, menghela napas kencang.

"Apa yang kau rasakan?" Aku bertanya. Pertanyaan bodoh, tapi hanya itu yang bisa kupikirkan untuk tidak membicarakan tanda itu.

Selama ini; yang aku inginkan hanyalah mengetahui apa yang terjadi padanya. Dan sekarang aku sudah tau, aku ingin melakukan apa pun untuk melupakannya- memandangnya hanya sebagai si tampan yang brengsek lagi. Yang bukan seorang Death Eater.

Aku menghindari pandangannya, tau bahwa matanya masih memandang kepalaku, berharap aku melihat ke arahnya. Aku tidak bisa. Aku bisa hancur satu detik setelah kami berkontak mata.

Ia tertawa mendengar usahaku. "Kita tidak perlu kembali ke basa-basi untuk menghindari topik utamanya." Ia berdehem sekali. "Aku tau ini—" Aku merasa ia mengangkat tangan kirinya sedikit, pergerakan itu membuatku memandang ke arahnya. Walau perhatiannya tersita penuh pada lengannya. "Adalah hal yang merusak semuanya." Satu tawa yang tidak terisi humor menemani kalimatnya, matanya kembali padaku dan menangkapku sedang memandangnya.

POTTER? || Draco Malfoy X Reader [BAHASA INDONESIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang