81

96 13 0
                                    

Aku menyeruput butterbeer-ku, menikmati rasa manis dan creamy dari minuman ini seiring aku dengan setengah hati mendengarkan percakapan Wren dan Luna; mengangguk beberapa kali untuk menandakan aku masih mendengarkan.

Sedikit, setidaknya.

Beberapa kali mataku melirik ke meja di sebelah kami, mengerutkan alis saat melihat empat sosok yang sama sedari tadi; Blaise Zabini, Pansy Parkinson, Vincent Crabbe, dan Gergory Goyle. Draco tidak ada di mana pun.

Mataku bertatapan dengan mata Blaise beberapa kali, banyak dari beberapa kali itu aku menangkapnya sedang melihat ke arah kami. Aku tersenyum kecil padanya saat aku menyadarinya lalu kembali mengalihkan perhatian pada teman-temanku.

Suara dentuman kencang di meja mengejutkanku, kepalaku menoleh ke arah Luna dan Wren yang sedang menatapku, alis Wren terangkat.

"Kau bahkan tidak mendengarkan." Ia berkata, menggelengkan kepala.

"Para Nargle," Luna menambahkan dengan senyuman dan aku menghela napas. "Mereka membuat otakmu bergetar."

"Apa kalian sadar Draco tidak pernah bersama teman-temannya lagi? Hampir seperti dia tidak muncul di luar kelas." Aku menggumam, mataku masih mengamati meja itu, menghiraukan komentar mereka.

"Tidak," Wren tertawa. "Yang jelas kau sadar." Ia menggoyangkan alisnya, membuat tawaku pecah saat menatapnya. "Kau mengamati meja itu sepanjang hari. Dan aku yakin bukan karena Crabbe dan Goyle yang terlihat tampan hari ini."

Aku menggelengkan kepala saat Luna memukul dadanya sedikit, tatapan tidak setuju di wajahnya. "Dia jelas-jelas khawatir, Wren."

"Tidak."

Bohong. Memang iya.

"Setidaknya bukan tentang dia saja. Ini Draco Malfoy yang kita bicarakan, jika pun iya, aku mengkhawatirkan kita semua." Aku mengoreksi.

Itu juga bohong.

Sejak ia mengusirku dari asrama minggu lalu, aku sangat jarang melihatnya, bahkan berbicara dengannya. Kadang ia tidak mengikuti kelas sama sekali, yang mana itu sangat jarang untuk seorang murid yang mengkhawatirkan nilai tertinggi di OWL tahun lalu.

Walau aku tidak ingin mengakuinya pada siapa pun, bahkan mungkin pada diriku sendiri, aku jelas khawatir.

"Nah, itu dia." Wren berkata tiba-tiba, mataku mengikuti arah pandangnya.

Draco mengenakan stelan hitam, sama seperti warna kantung matanya. Ia terlihat belum tidur berhari-hari; Kulitnya pucat, lebih pucat dari biasanya, walau rambutnya terlihat ditata rapi.

Matanya mengamati seluruh ruangan, melewati teman-temannya seakan ia tidak menyadari keberadaan mereka. Walau, saat matanya berhenti di meja kami, tatapannya berhenti padaku untuk beberapa detik sebelum ia menghilang ke arah kamar mandi.

Aku menghela napas, terganggu atas perasaan khawatirku. Mungkin aku seharusnya mengejarnya, ya.

Kedua tanganku sudah berada di meja siap untuk membantu tubuhku berdiri, tapi aku terhenti saat aku berhasil berdiri.

"Ah! Senang melihatmu di sini, Nona Potter!" Suara familier Slughorn terdengar, tangan di pundakku membuatku terduduk lagi.

Aku menatapnya, tersenyum saat menyapanya. "Aku baru berbincang dengan kakakmu. Ia mengatakan kalian berdua akan datang ke acara makan malam yang akan kuadakan sebentar lagi. Hanya murid-murid pilihan, tentu saja. Iya, kan?" Ia bertanya penasaran, mendekat saat ia menunggu jawabanku.

"A—Tentu. Sebuah kehormatan, pak." Aku berkata tanpa pertimbangan apa pun. Memang aku tidak punya banyak pilihan.

"Bagus, itu yang ia katakan juga." Ia mengangguk, matanya mengamati seluruh meja.

Ia memandang pasangan itu dengan penasaran, melihat tangan mereka berpegangan di atas meja. Ia tersenyum.

"Kau juga boleh datang, Nona Inkwood." Ia berkata, mengangguk dengan senyuman puas.

"Terima kasih, pak, aku akan datang." Wren berkata dengan nada sopan sebelum profesor jalan menjauhi kami. "Aku tidak tau kau dan Harry sudah berbicara lagi, kau sudah melupakan canggungnya saat ia memergokimu—"

"—Tidak." Aku mendesis cepat, menyelanya sebelum ia selesai bicara. "Kami belum bertemu lagi. Tapi tentu, ia tau aku akan pergi. Apalagi dengan kelemahanku di kelas ramuan, acara itu pasti akan membantu nilaiku, menurutku." Aku mengangkat bahu, mataku memandang kakakku di meja dekat kami, punggungnya menghadapku.

"Sepertinya menjadi seorang Potter ada untungnya, ya?" Wren bertanya mengangkat alis, seringai di bibirnya.

"Mungkin ini pertama kalinya."

Di jalan kami kembali ke kastil, suara salju terdengar garing di bawah sepatu kami, kami berpapasan dengan Hagrid. Aku meminta Wren dan Luna untuk berjalan terlebih dahulu, karena aku yakin tidak ada dari mereka yang semangat untuk bertemu si setengah raksasa ini, maka biar aku saja.

"Sudah berapa lama," Ia berkata setelah memelukku, senyum hangat di wajahnya. "Aku berharap Harry akan membawamu suatu hari saat ia datang bersama Ron dan Hermione, tapi itu tidak pernah terjadi."

"Iya, kau taulah bagaimana kakak adik." Aku mendengus. "Mereka bisa menyebalkan."

Ia tertawa, mengangguk setuju.

"Kau tidak perlu berkata dua kali." Ia berkata dengan aksen kentalnya.

Teriakan kencang yang menusuk telinga segera membuat senyum kami menghilang, saling bertatap sebelum berjalan cepat ke arah sumber suara.

"Jangan mendekat," Aku mendengarnya berkata. Ukuran kakinya dua kali lipat dari kakiku, langkahnya dua kali lipat lebih jauh dari langkahku, dan ia tiba di tempat kejadian sebelum aku. "Mundur kalian semua."

Dengan angin kencang yang membawa butiran salju beterbangan, aku hanya bisa melihat siapa yang ia ajak bicara saat aku hampir tiba di tempat.

Aku melihat gadis yang tidak sadarkan diri di kedua tangan Hagrid sebelum melirik kakakku dan dua temannya.

"Jangan sentuh itu, Harry." Aku mendesis, menarik bagian topi jubahnya saat ia hampir mengambil kotak yang terjatuh di tanah bersalju.

Kalung yang sangat indah terjatuh dari kotak itu. Terlihat sangat tua; berwarna hijau gelap yang membuatnya terlihat sangat menawan di tengah tumpukan salju.

Walau jelas tidak boleh disentuh sama sekali.

"Dia benar," Kata Hagrid. "Jangan sentuh itu. Kecuali bungkusnya. Kau mengerti?"

Harry mengangguk, dan aku melepas tarikanku. Ia berlutut di depannya, angin meniup kain yang membungkus pinggiran benda itu; posisi sempurna untuk Harry.

"Kenapa selalu ada kalian di saat ada kejadian seperti ini?" Aku menghela napas, memijat pelipisku saat aku mengamati Harry mengambil benda itu dengan hati-hati.

POTTER? || Draco Malfoy X Reader [BAHASA INDONESIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang