43

162 24 0
                                    

"Kau harus mengikat anjingmu. Ini semakin memalukan."

Saat itu sekitar jam 11 malam pada Jumat malam, dan sama seperti malam-malam lainnya yang tak terhitung jumlahnya, Malfoy dan aku sedang duduk di Menara Astronomi, kaki kami menjuntai di tepinya. Yule Ball terjadi beberapa minggu yang lalu.

"Lagi?!" Ia mengerang, suaranya penuh kekesalan, dan aku mengangguk, geli.

"Ini kelima kalinya dia mencoba mengutukku minggu ini." Sebuah tawa keluar dari bibirku memikirkan upaya Parkinson yang tak terhitung jumlahnya yang selalu gagal.

"Yah, tidak ada lagi yang bisa kulakukan. Dia terus mengungkit malam pesta dansa itu seolah-olah momen itu adalah sesuatu yang istimewa. Aku sudah bilang padanya bahwa itu bukan sesuatu yang istimewa." Ia memutar matanya, menggelengkan kepalanya karena tidak percaya.

Gadis itu sudah memperingatiku sejak awal, tapi sekarang entah bagaimana ia mengetahui tentang aku dan Malfoy.

Setiap kali ia melihat peluang, sebuah mantra terbang ke arahku. Dan setiap kali itu terjadi, aku dapat menangkisnya. Hal ini membuatnya dihukum berkali-kali, dan ia mungkin kehilangan ratusan poin asrama, tapi ia sepertinya tidak peduli.

"Mungkin begitu. Tapi kau tau ini spesial untuknya," desahku, menoleh ke kanan untuk menatapnya. "Dari apa yang kudengar, dia sudah mencintaimu selama bertahun-tahun. Hanya Tuhan yang tau apa yang dia lihat dalam dirimu." Seringai terbentuk di wajahku setelah kata-kata itu keluar dari mulutku.

Ia tertawa, senyum kecil di bibirnya saat dia memutar matanya. "Kau tau persis apa yang dia lihat dalam diriku, kan?" Suaranya rendah saat ia membisikkan kata-kata itu di telingaku. Aku bisa mendengar seringai di wajahnya dan bahkan tidak perlu melihatnya untuk mengetahui senyum itu ada di sana.

Aku bisa merasakan pipiku terasa panas dan bersyukur saat itu malam berawan; membuatnya cukup gelap sehingga ia tidak akan bisa menyadarinya.

"Aku tidak mengerti," kataku, menggelengkan kepalaku sebagai penolakan dan ia mengejek.

Tanpa menatapku, ia meletakkan tangannya di pahaku, meremasnya dengan lembut. Ibu jarinya mengelus kain celanaku, dan aku bisa melihat seringai terbentuk di wajahnya. "Tentu."

Situasi tersebut tidak terlalu membantu pipiku yang memerah untuk kembali ke warna normalnya. Sebaliknya, aku merasakan warnanya berubah menjadi warna merah yang lebih terang.

"Pokoknya," Ia memulai, tangannya masih di kakiku. "Aku tidak bisa membantumu dengan masalah Parkinson. Aku sudah berkali-kali memberitahunya betapa menyebalkannya dia. Aku bilang aku hanya membawanya ke pesta bodoh itu untuk membuat orang lain iri. Aku bahkan bilang padanya aku hanya menghabiskan waktuku bersamanya sampai aku bisa pergi denganmu. Jika semua itu tidak membuatnya takut, aku tidak tau apa yang bisa."

Tunggu, apa?

"Kau memberitahunya... apa sebenarnya?" Aku bertanya dengan hati-hati, ekspresi terkejut di wajahku ketika aku kembali menatapnya.

"Semua yang baru saja kukatakan padamu. Apa kau tuli?" Ia mengejek, bingung dengan apa yang sedang aku bicarakan.

"Tidak, maksudku—Kau, seperti—" Aku berdeham. "Kau bilang padanya kau bersamaku?"

Ia mengangkat alisnya begitu dia mengerti maksudku, sebelum ekspresi bingung di wajahnya berubah kembali menjadi seringai familier. "Memang salah?" Ia bertanya, suaranya sombong.

"Yah, itu akan menjadi informasi yang berguna. Ya, kan?" Aku memutar mataku, dan suaraku terdengar kesal, tapi aku tidak merasa kesal sedikit pun. "Aku bahkan tidak tau kenapa dia tiba-tiba mengungkapkan hal itu kepadaku; sekarang jadi masuk akal," aku menjelaskan, dan ia mengangguk dengan agak acuh tak acuh.

"Hm. Aku pasti sudah lupa," katanya, ada nada geli dalam suaranya dan aku mengerang betapa ia tidak peduli.

"Apa yang terjadi padamu yang lebih memilih mati daripada, dan aku kutip, 'orang-orang mengetahui apa atau siapa yang kau lakukan'?"

Ia mengejek sekali lagi, mengingat kata-katanya, dan berpikir sejenak. "Itu sudah tidak penting lagi. Potter sudah melihat kita, begitu juga Weaselbee. Dan kau bilang si darah kotor itu—"

Aku memelototinya sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, dan ia berhenti sejenak, memikirkan kembali pilihan kata-katanya. Ia menghela nafas.

"Dan kau bilang Granger." Ia berhenti lagi, menunggu persetujuanku, dan aku mengangguk, memberi isyarat agar ia melanjutkan. "Dan tentu saja Inkwood juga mengetahuinya. Dan dia mungkin menceritakan kepada pacar kecilnya di Ravenclaw." Ia menggelengkan kepalanya sedikit, "Ini benar-benar bukan rahasia yang disimpan dengan baik seperti dulu." Ia mengangkat bahu.

Ia benar; sebenarnya tidak. "Dia bukan pacarnya. Tapi aku ragu Wren akan memberitahunya," gumamku, berharap dugaanku benar tentang hal itu.

"Benarkah? Aku berani bersumpah dia menghabiskan lebih banyak waktu di meja mereka daripada meja kita beberapa minggu terakhir ini. Hanya aku yang sadar?" Ia bertanya dengan nada mengejek, alisnya terangkat. "Oh iya, sama-sama. Karena dia telah menghabiskan waktu bersamamu setelah apa yang terjadi."

Aku berusaha keras untuk tidak tersinggung dengan apa yang ia katakan, tapi sekali lagi, itu benar. Kami semakin jarang menghabiskan waktu bersama sejak Yule ball. Dan aku senang ia bahagia, tentu saja.

Satu-satunya alasan aku tidak terlalu memedulikannya adalah karena aku masih memiliki Alex dan Vik yang menemaniku. Dan aku masih merasa sedikit tidak enak karenanya, semuanya berhubungan dengan Malfoy.

"Apa maksudnya?" tanyaku bingung, sebenarnya apa yang harus aku syukuri.

"Dia mulai berbicara denganmu lagi karena aku yang membicarakan hal itu dengannya terlebih dahulu," katanya seolah itu adalah hal yang paling jelas.

Aku ingat hari Wren meminta maaf kepadaku, dan pertengkaran sengit mereka selama latihan dansa. Jadi itu yang terjadi selama ini?

"Tunggu— Kau bilang padanya dia harus memberitahuku bahwa dia menyukaiku?" Alisku berkerut, dan sulit bagiku untuk mengikutinya. "Kenapa dia melakukan itu?"

Begitu aku menyadari reaksinya, aku meletakkan tanganku ke depan mulutku, mataku membelalak. "Kau tidak mendengarnya! Aku tidak mengatakan itu!" Aku panik, yang membuatnya tertawa.

Jelas sekali, Malfoy tidak menyuruhnya melakukan itu, karena dia bahkan tidak tau dia menyukaiku.

"Yah, itu masuk akal," Ia berpikir sejenak sebelum mengangguk pada dirinya sendiri, menegaskan pikirannya. "Jadi, aku punya kompetisi?" Ia mengejek, dan aku menarik napas dalam-dalam.

"Draco Malfoy, jika kau memberitahu satu orang pun tentang hal ini, aku secara pribadi akan memastikan kau akan menyesalinya!" Aku mendesis, wajahku mendekat ke wajahnya untuk mengintimidasi anak laki-laki itu.

Seringai muncul di wajahnya, menunjukkan kebalikan dari reaksi yang kuharapkan. Namun, aku tidak bisa menyalahkan dia karena tidak terintimidasi olehku ketika dia benar-benar meremehkanku.

"Dan bagaimana tepatnya kau akan melakukan itu?" Ia bertanya dengan suara rendah, dan tangannya berada di pahaku lagi. Kali ini, dia tidak menggenggamnya selembut sebelumnya. Aku mendengus.

"Semoga saja kau tidak akan mengetahuinya."

POTTER? || Draco Malfoy X Reader [BAHASA INDONESIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang