"Aku tau apa yang kau lakukan, Malfoy. Menjauh dari adikku!"
Aku mengutuk diriku sendiri sesaat setelah kata-kata itu keluar dari mulut Harry, dan aku merasa tubuh Draco menegang dan ia melepaskan pelukannya dan menarik diri sedikit, membuat jarak di antara kami untuk melihat Harry.
Draco tidak tenang dan kokoh seperti biasa saat mereka bertengkar dan berdebat. Dan aku tau, kali ini, ia tidak akan hanya memberinya seringai malas dan menyuruhnya pergi seperti biasa.
Ini akan berakhir buruk. Aku tau.
"Kau memantrainya, kan?" Harry melanjutkan, jelas tidak menyadari situasi ini awalnya, lalu ia mengamati wajahku dengan seksama, mungkin menyadari bekas air mataku, dan hidung dan wajahku yang memerah.
Alisnya mengerut, dan matanya memandang tajam, ia kembali memandang Draco.
"Maaf, Y/n," Ia berbisik, pandangannya bolak balik antara aku dan si pirang. "Aku melakukan ini untukmu. Karena dia membutakanmu, dan fasad ini, dan-" Ia menyela dirinya sendiri dan menggeleng untuk berhenti meracau.
Lalu, sebelum aku bisa protes, atau menjelaskan, aku merasa diriku menabrak dinding di belakangku dengan halus setelah Harry melambaikan tongkat sihirnya ke arahku; mengingatkanku akan bagaimana Dumbledore menjauhkan kami di Kementerian malam itu.
Aku memandangnya tidak percaya, mengelus bagian belakang kepalaku yang terbentur dinding. Pandangan Draco ada padaku, dan sesaat setelah ia melihat ekspresi wajahku dalam kesakitan, ia tersentak.
Tongkat sihir sudah berada di tangannya, dan mantra pertama terbang ke arah Harry sebelum aku bisa menyadari apa yang terjadi.
Erangan mengisi udara, mantra-mantra terucap, memecahkan kaca, dinding, dan wastafel. Serangan cahaya hijau dan merah memenuhi area ini.
Saat satu mantra Harry meleset beberapa inci dari Draco, dan mengenai salah satu keran; membuatnya pecah dan menyiram air ke segala arah, di situ aku kembali ke kenyataan ini.
Aku berdiri dari lantai secepat yang aku bisa, tongkat sihir siap untuk mencari keberadaan Harry.
Suara langkahku di atas lantai berair tergantikan oleh suara benda-benda pecah, mantra yang mengenai dinding dan suara napas terengah-engah saat aku menemukan mereka.
"Berhenti!" Aku berteriak memastikan mereka mendengarku, aku yakin walau pun mereka mendengarku, mereka tidak akan berhenti.
Harry melirikku sejenak saat aku berdiri di belakangnya, Draco di depan kami. Kakakku mengumpat dalam napasnya, terlihat tidak tau apa yang harus dilakukan saat ia menepis mantra Draco.
"Maaf!" Harry berkata seperti sebelumnya, dan aku secara sadar mengarahkan tongkat sihirku pada Harry.
"Jangan berani-berani." Aku berkata sinis, walau perhatiannya kembali lagi ke si pirang, satu mantranya meleset karena pikirannya tidak lagi berada di Draco. Isi pikirannya adalah bagaimana cara menjauhkanku dan melawannya setelahnya.
Satu lagi cahaya hijau terbang ke arah Draco, lalu tongkat Harry mengarah padaku lagi, gerakannya sangat cepat aku bahkan tidak sempat bereaksi saat ia membuatku terbang ke sisi lain ruangan, dan keluar dari pandangan Draco.
"Cruc—"
"—Sectumsempra!"
Lalu sunyi; Suara tubuh bertabrakan dengan air dan erangan diikuti oleh keheningan dan hanya pecah dengan suara napas berat dan erangan lain yang mengisi ruangan.
Mataku terbelalak, dan napasku seakan terhenti saat mendengarnya. Aku tau itu bukan Harry sebelum aku melangkah melalui pojok ruangan, sebelum aku melihatnya.
Darahnya dengan cepat mewarnai air di sekitarnya dengan warna merah gelap, kemeja putihnya juga berubah warna. Mantra sialan apa itu tadi?
Aku mengambil langkah panjang ke arah Draco, terjatuh di lututku di sisinya seiring aku mencoba menghentikan perdarahannya; tapi ia memiliki terlalu banyak sayatan dan luka, aku tidak tau harus memulai dari mana.
Ia terlihat seperti tersayat dengan pedang berkali-kali, sekarang gemetar tidak teratur di kubangan darahnya sendiri dan tidak ada yang bisa kulakukan.
Kedua tanganku menutup seluruh bagian dadanya yang berlumur darah, berusaha untuk menekan bagian di mana darahnya mengalir dari tubuhnya. Tidak ada gunanya. Air di sekitarnya berubah menjadi lebih gelap seiring berjalannya waktu, aku tau dia kehilangan banyak darah.
Isak tangis yang kencang mengisi keheningan kamar mandi itu, dan yang mengejutkan, bukan dari Draco atau Harry; tapi dari mulutku, air mata dengan cepat mengaburkan pandanganku.
"Tidak—" Harry terkesiap, kepalaku menoleh ke arahnya saat ia melihat apa yang ia lakukan. "Tidak— Aku tidak—" Ia melanjutkan, matanya terisi dengan teror saat ia memandang bolak balik antara kami berdua.
"Kau melakukannya!" Aku berteriak, diikuti dengan isak tangis yang kuharap bisa kuhentikan. "Kau melakukannya, Harry. Kau melakukan ini! Kau brengsek-" Aku tidak bisa menyelesaikan kalimatku, aku menarik napas, berusaha bernapas.
Pintu terbuka lebar di belakangku, dan aku berbalik untuk melihat Snape memasuki ruangan, wajahnya sangat marah saat ia memandang bolak balik antara aku dan Harry, berusaha untuk mengerti situasi ini.
Ia berdiri di sana terlalu lama dari yang kuharapkan, hanya menyaksikan kami saat Draco masih berdarah di hadapanku.
"Lakukan sesuatu!" Aku berteriak, tidak peduli bahwa aku sedang berbicara dengan profesor.
Dan dengan itu, ia melakukan sesuatu.
Berlutut di sebelahku, melambaikan tongkat sihirnya dan menggumamkan sebuah mantra berulang. Dan itu terlihat bekerja.
Aliran darahnya mereda, dan air darah di sekitar kami mulai kembali jernih, hampir seperti darah Draco kembali ke tubuhnya, di mana itu seharusnya berada.
Walau Draco terlihat akan baik-baik saja, aku masih meratap. Dan melihat bagaimana aku mencoba menahannya, mulutku terbuka tapi tidak ada suara yang keluar, membuatnya semakin buruk.
Aku bisa merasa sakit di kepalaku bahkan sebelum aku tenang. Mataku terbakar, tenggorokanku sakit, kepalaku tertutup oleh kedua tanganku untuk menghalangi pandangan kedua pria yang sadar itu.
Bahkan saat Snape setengah mengangkat si pirang itu untuk membawanya ke rumah sakit sekolah, aku tidak bergerak. Harry juga tidak bergerak, walau itu adalah perintah Snape.
Napasku sangat berat saat aku masih terduduk di sana, bajuku basah kuyup oleh air dan darah; otakku tidak berhenti berpikir, tapi juga seakan kosong secara bersamaan.
"Y/n—" Suara Harry bergetar, dan aku merasakan dirinya mendekat saat mata merahku memandangnya.
"—Jangan," Aku berkata sinis, suaraku serah tapi mengancam saat aku memandangnya sinis. "Jangan berani mendekat. Jangan coba-coba, Harry Potter."
Kedua pipinya juga basah, matanya masih menggenang dan masih terbelalak karena terkejut,
"Aku tidak bermaksud— Aku tidak tau—" Ia berusaha mencari kata yang tepat, ia terlihat terluka saat ia berhenti melangkah.
"Aku tidak mau dengar!" Aku berteriak. "Kau hampir membunuhnya, Harry! Membunuh!" Aku menekankan, tanganku menyisir rambutku frustrasi. "Kau hampir menjadi sesuatu yang paling kau takutkan darinya. Kau terlalu tenggelam dengan obsesimu dalam mencari keburukannya—" Aku menyela diriku sendiri untuk menarik napas panjang berusaha berpikir jernih. "—kau kehilangan dirimu sepenuhnya."
Air mata yang sedari tadi menggenang di matanya pun lolos saat ia mencerna perkataanku, walau sebelum ia dapat mengatakan apa pun pintu kamar mandi terbuka sekali lagi; Snape berjalan masuk kembali, matanya tertuju pada Harry.
"Nona Potter," Ia berkata, walau matanya masih memandang kakakku. "Akan lebih berguna jika kau bergabung bersama Tuan Malfoy di rumah sakit saat dia sadar."
Aku mengangguk, mencerna kata-katanya sebelum berdiri.
"Iya, Profesor." Aku setuju, dan dengan melirik Harry sekali lagi, aku dengan cepat keluar dari kamar mandi dan menuju ke rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
POTTER? || Draco Malfoy X Reader [BAHASA INDONESIA]
Fanfiction"Aku tidak tau kau punya adik, Potter" Original story bahasa Inggris oleh @Seselina [https://www.wattpad.com/story/241178840-potter-draco-malfoy-x-reader]