63

108 14 0
                                    

"Hampir saja. Idenya tidak buruk, oke? Bahkan lumayan bagus." Harry menghela napas, mengelus pelipisnya sambil memikirkan rencana itu. "Kau bisa mengawasi kelompok penyelidik Umbridge; menjauhkan mereka dari ruang kebutuhan, mengarahkan mereka ke kesimpulan yang salah, semuanya... sementara, di waktu yang bersamaan, kau tidak terlihat terlalu mencurigakan di depan pacarmu itu." Ia mendengus, menggelengkan kepala saat memikirkan Draco.

"Itu maksudku." Aku berkata dan menatapnya sinis dari seberang koridor. Selama percakapan kami, aku membuat diriku nyaman dengan bersandar di dinding di hadapannya. "Aku hanya berharap kau mempercayaiku dari awal." Aku berkata, menoleh untuk melihat lorong panjang yang gelap.

Kurang lebih aku sudah menghabiskan dua jam berusaha untuk menjelaskannya, tapi fakta bahwa ia membutuhkan waktu selama ini untuk percaya rasanya aneh.

"Maaf, Y/n—" Ia memulai, suaranya berat dan ia terlihat merasa bersalah. "Aku tidak tau kenapa aku selalu siap untuk mempercayai keburukanmu kapan pun aku bisa... Aku tidak mau begitu, tapi aku tidak bisa menghentikannya."

Aku tertawa sarkastis, mengerutkan alis mendengar usaha meminta maafnya. "Kau harusnya bisa. Aku adikmu, astaga." Suaraku sedikit lebih kencang di akhir kalimat, tapi jauh dari berteriak.

"Aku tau, hanya- Aku mempercayaimu, sumpah. Aku hanya tidak percaya Malfoy. Dan selama ia sedekat itu denganmu, aku tidak bisa menghentikan diri untuk berprasangka buruk." Suaranya tulus dan jujur, tapi rasanya sulit untuk memperbaiki ini semua.

"Seperti yang kau katakan-" Aku menghela napas mendengarnya. "Dengar, kau bisa menyalahkan ini padanya sebanyak yang kau mau. Tapi kau tau dia bukanlah alasan." Aku berkata, memandangnya dari seberang koridor. "Kau tidak percaya padaku segera setelah aku tidak terpilih untuk masuk Gryffindor, atau Ravenclaw, atau Hufflepuff." Aku tertawa. "Lucu, sebenarnya. Ketika mengingat alasan satu-satunya kau masuk Gryffindor adalah karena kau memintanya."

"Y/n—"

"—Tidak. Tidak apa-apa," aku menggelengkan kepala, menyeringai. "Kau tau, kau bukan satu-satunya orang yang berpikir demikian. Gadis dari DA juga, yang menyukaimu—" Aku pura-pura berpikir sebentar, terhibur melihatnya mencoba berpikir siapa yang aku maksud. "Siapa namanya, ya? Oh iya; Cho, ya? Dia juga berpikiran yang sama tentangku. Bahkan ia ingin Luna dan Wren putus juga. Mungkin kalian memang cocok," Aku berkata, senyum palsu tergambar di wajahku sebelum aku bangkit dari dinding, kedua tangan menyilang di depan dadaku. "Sampai jumpa, Harry." Aku mendengus sebelum berjalan ke arah ruang bawah tanah dan meninggalkannya di tempat.

Jika kau dipilih untuk masuk ke asrama dengan reputasi yang buruk, kadang kau harus memainkan peran yang sesuai, kan?

Aku mendengar erangan kesal saat aku mencapai tikungan, tapi aku tidak peduli lagi apa yang Harry pikirkan tentangku saat itu. Tidak akan lebih buruk dari sebelumnya.

Aku berjalan masuk ke ruang rekreasi, mataku segera mengamati isinya sebelum melihat Wren. Lalu Draco.

Aku mengerutkan alis saat mendekati mereka, bingung sejak kapan mereka bisa berada di jarak sepuluh kaki tanpa berkelahi. Lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali, sih.

"Tolong, alihkan aku." Aku meminta saat aku berhenti di sebelah meja tempat mereka duduk, dan keduanya menoleh ke arahku.

"Y/n!" Wren bersorak sebelum menyadari wajah masamku dan mengerutkan alis. "Apa-"

"Aku tidak mau membicarakannya," Aku menyela, menggelengkan kepala dan memberinya senyuman. "Beri aku pengalihan saja." Aku memandang mereka bergantian.

Draco tidak terlihat sebingung Wren. Mungkin, karena ia tau aku baru berbicara pada Harry. Dan ia tau bagaimana mengesalkannya Harry.

Mereka memandangku sesaat, Wren cemberut memikirkan apa yang harus dilakukan, saat aku melihat si pirang menyeringai.

Ia menarikku ke arahnya dalam satu gerakan, membuatku mendarat di pangkuannya. "Kena kau," Ia tertawa, memeluk tubuhku dan menarikku lebih jauh ke kaki kirinya.

"Hanya karena aku tidak membenci pacarmu lagi, bukan berarti kau bisa seenaknya bermesraan di depanku." Wren mendengus, ekspresi jijiknya berubah menjadi senyum lebar.

"Dia bukan-" Aku memulai untuk protes, bertanya-tanya kapan setengah dari sekolah ini mulai menganggap ia pacarku tiba-tiba, tapi Draco menyelaku.

"Diamlah, Inkwood." Ia tertawa, memutar mata pada sahabatku.

"Oh, lihat! Aku punya sesuatu untukmu, Malfoy!" Wren berkata, membungkuk seolah mencari sesuatu dari tasnya sebelum mengeluarkannya dan menyembunyikan di balik tubuhnya.

"Hah?" Ia mengerutkan alis bingung dan mengamati Wren dengan hati-hati, tidak ada dari kami yang tau harus mengharapkan apa.

Aku tertawa terbahak-bahak saat Wren mengeluarkan jari tengahnya, senyum kemenangan di wajahnya saat Draco mengerang.

"Maaf, kau menang kali ini Wren," Aku tertawa, mengacak rambut pirangnya. "Kau pasti bisa membalasnya nanti, aku yakin."

"Jangan terlalu yakin," Wren berkata, lalu tertawa, dan saat ini, bahkan Draco juga ikut tersenyum.

Dan sisa hari itu, aku berhasil melupakan Harry.

POTTER? || Draco Malfoy X Reader [BAHASA INDONESIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang