43. Kesel

20 2 0
                                    

"Dad, apakah kota akan tinggal di rumah lama mommy and Daddy?" Andra bertanya setelah menempatkan kepalanya berbaring dengan paha sang Daddy sebagai bantal.

Arthur senang menikmati kemanjaan putranya yang baru pertama kali setelah dia dilahirkan, terdapat seberkas penyesalan dalam hati terdalam pria yang telah resmi menikahi sang pujaan hati ini.

Tak melewatkan kesempatan ini, Arthur tersenyum dan memainkan sesekali mengelus lembut rambut tebal putranya yang begitu halus kemudian menghela napas panjang sebelum membawa pertanyaan yang Andra ajukan.

"Tidak!"

"Kenapa tidak? Bukankah rumah itu adalah hadiah pernikahan pertama Daddy dan mommy dari oma Meli?"

"Benar, itu hadiah pertama dan tempat di mana banyak kenangan buruk yang terjadi pada mommy sehingga Daddy memutuskan untuk tidak menggunakan kembali rumah tersebut sebagai rumah utama kita. Daddy sudah menyiapkan rumah baru tak jauh dari kediaman keluarga besar kita, Daddy tak ingin mommy–mu mengingat kembali hal buruk yang terjadi di pernikahan pertama kami."

"Son, Daddy ingin kita membuka lembaran baru di rumah baru, dan tentunya dengan kenangan indah lagikan membahagiakan di dalam rumah baru itu. Kau mengerti?" terang Arthur menatap lembut putranya.

"Oh, begitu rupanya, tapi kuyakini tempat yang Daddy sebut rumah bukanlah rumah, melainkan sebuah mansion, aku benar?"

Arthur mengendikkan bahu tak acuh dan melanjutkan kegiatannya mengelus rambut tebal putranya, "Apa bedanya? Rumah atau mansion, keduanya sama-sama memiliki arti tempat tinggal, bukan?"

"Ya, ya, ya, satu pertanyaanku. Apakah Daddy sudah mendiskusikannya dengan mommy?"

"Nah, itu hal itu kau harus membantu Daddy!"

Andra menatap sang daddy penuh tanya, "Bantuan seperti apa yang bisa kulakukan?"

"Jangan beritahukan hal ini pada mommy hingga kita selesai mengurus segala keperluan yang dibutuhkan sebelum kita pindah, bagaimana?"

"Kita? Mengurus segala keperluan?"

"Ya, rumah itu masih kosong, tentu tidak ada apa pun. Tugas kita adalah membeli segala perlengkapan yang dibutuhkan sebelum kita pindah lalu, kita juga akan menghias seluruh penjuru rumah agar tampak indah. Anggap saja kita membuat sebuah kejutan untuk wanita kesayangan kita, bagaimana?"

Andra berpose seakan dirinya tengah memikirkan ajakan sang daddy, tentu aksi Andra memicu hadirnya dengusan kesal pria yang telah merelakan pahanya untuk dijadikan bantal remaja meresahkan itu.

"Kau berpikir masalah sepele seperti ini seakan kau adalah seorang seniman, jangan berlagak menjadi sosok jenius padahal jelas-jelas nilai akademikmu di bawah rata-rata!" sarkas Arthur pedas.

"Dad, kau menghancurkan imajinasi rumah impianku!" protes Andra yang mendapat decakan malas Arthur.

"Ya, baiklah. Aku setuju, kapan kita memulai semuanya?"

Arthur kembali memunculkan binar kemenangan dengan senyuman, "Bagaimana jika hari ini? Kebetulan mommy sedang pergi berbelanja dengan aunty Syifa, nenek, dan Aza."

"Ide yang brilliant, Daddy! Let's go!"

Akhirnya, kedua pria berbeda generasi itu bersiap menuju rumah baru mereka untuk menyiapkan kejutan bagi wanita kesayangan mereka yang begitu berharga. Sebelum pergi, Arthur mengunci pintu rumah mertuanya agar tidak kemasukan maling dan melanjutkan perjalanan. Perlu diingat, setiap anggota keluarga memiliki kunci rumah sehingga ketika orang terakhir yang berada di rumah keluar, mereka tidak perlu khawatir lagi.

Takdir Kita (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang