Bab 21: Honeymoon Part Two

2.1K 375 24
                                    

Aia tahu kalau mau ke Pulau Karimunjawa harus menaiki kapal untuk menyebrang pulau. Tapi tidak ada yang memberitahu Aia kalau naik kapal itu rasanya seperti menaiki wahana Tornado yang membuat perut serasa seperti sedang dikocok-kocok.

Awalnya Edzar memberitahu kalau ada dua jenis kapal. Menggunakan kapal Ferry dan Express. Lalu Aia dengan percaya diri, memilih kapal Express, melihat pertimbangan waktunya yang selisih cukup banyak. Kalau naik kapal Ferry butuh waktu lima jam, sedangkan naik kapal Express hanya butuh waktu dua jam.

Dan siapa sangka kalau waktu dua jam itu, setiap detiknya terasa sangat menyiksa. Tubuh Aia sudah lemas tidak karuan. Seperti ada blender raksasa di dalam perutnya, yang membuat Aia mual luar biasa, tapi sama sekali tidak bisa muntah.

Apalagi sebelum sampai ke Pelabuhan Kartini Jepara, mereka harus bangun pukul satu dini hari untuk naik travel dari Semarang ke Pelabuhan Kartini Jepara. Di sepanjang travel Aia enggak tidur, saking excited-nya. Yang akhirnya membuat kepalanya makin pusing, karena kurang istirahat.

"Ini karena kamu belum makan apa-apa dari tadi, jadinya enggak ada yang bisa dimuntahin ya?" Edzar merengkuh bahunya, dengan satu tangan memijatnya lembut.

"Bukannya malah bagus ya, Kak, jadi enggak malu-maluin karena muntah?" Aia merengut, tubuhnya sama sekali tidak memiliki tenaga untuk duduk tegak.

Perjalanan masih satu jam lagi. Penumpang kapal yang lain heboh melihat pemandangan ke deck kapal. Dan sebenarnya dari jendela sebelahnya, Aia bisa melihat pemandangan laut. Tapi dengan mata berkunang-kunang begini, ia sama sekali tidak bisa menikmati pemandangan apa pun.

"Biasanya kalau habis muntah, langsung enakan, Ya," ujar Edzar pelan.

Dengan satu tangan, pria itu mengambil totebag Aia yang diletakkan di dekat kaki, mengaduk-aduk isinya mencari sesuatu. "Kamu bawa minyak kayu putih atau FreshCare gitu nggak, Ya?"

"Ada kok! Di pouch pink."

"Manaa? Nggak ada?" Edzar membuka pouch tersebut di depan Aia. "Nggak ada! Ini adanya malah koyo sama Counterpain?"

"Ini lhoo!" Tangan kiri Aia yang lemas terangkat untuk menunjuk sebuah botol hijau bertutup putih.

"Ini 'kan minyak telon? Buat bayi?"

"Ya aku sukanya pake itu. Enggak suka bau minyak kayu putih!"

"Tapi ini enggak berasa panas, kan? Perutnya dikasih yang anget-anget gitu harusnya, buat meredakan mualnya, Ya!"

"Pake ini aja nggak papa."

Tanpa mengatakan apa pun, Edzar membuka botol minyak telon tersebut. Tubuhnya dicondongkan menghadap Aia, untuk menghalangi pandangan orang lain. Di lantai bawah kapal yang mereka duduki sekarang, pengaturan kursinya tiga-empat-tiga. Aia dan Edzar menempati seat paling kiri, dan kebetulan kursi di sebelah Edzar kosong, sehingga bisa leluasa meletakkan tasnya di sana.

Tangan Edzar menerobos masuk ke balik blouse dan cardigan yang Aia pakai, menggosokkan minyak telon dengan sangat hati-hati. Setelahnya, ia mengembalikan minyak telonnya kembali pada tas, dan memperbaiki posisi kursi agar lebih nyaman untuk Aia bersandar.

"Tidur aja, biar enggak terlalu berasa mualnya," bisik Edzar pelan.

Aia mengangguk pelan, meski ia tahu kalau tidak mudah tidur dalam kondisi seperti ini. Kemudian ia memeluk lengan Edzar semakin erat.

Sebelumnya mereka berdua sudah beberapa kali pergi ke luar kota bersama. Seringnya sih naik kereta. Selama ini Aia enggak pernah mabuk perjalanan.

Jadi, ini adalah pertama kalinya Aia sakit di perjalanan yang ternyata justru membuat perasaannya menghangat karena menemukan banyak sekali perhatian Edzar yang selama ini sering ia lewatkan.

Not Available (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang