Bab 4: Feeling Lonely

4.6K 680 96
                                    

Hai, haiiii! Ketemu lagi sama Aiaaaa~

Boleh donggg bagi vote & komennya duluuuu sebelum bacaaa😚

***



"Kenapa, Ya?"

Aia mendongakkan kepala dari piring nasi gorengnya, ketika mendengar pertanyaan dengan suara serak tersebut. Pertanda bahwa si pemilik suara baru menggunakan pita suaranya sekarang, setelah bangun tidur tiga jam lalu.

"Kenapa apanya?"

Susah payah ia menahan diri untuk tidak menghela napas kasar. Setelah dua hari penuh Aia lebih banyak diam, Edzar baru menanyakannya sekarang?

"Kamu sakit?"

Masih konsisten dengan sikapnya, Aia hanya menggeleng. Sebenarnya ini enggak bisa sepenuhnya dianggap sebagai mendiamkan, karena Aia masih merespon semua ucapan Edzar. Dia juga masih melakukan aktivitasnya seperti biasa. Membantu Edzar menyiapkan segala sesuatu, juga menemaninya ke mana-mana. Hanya saja, mulutnya tidak berfungsi seperti biasa yang cenderung banyak omong. Dia berusaha lebih kalem dengan bicara seperlunya.

"Masih kecapekan ya?"

Lagi-lagi Aia menggeleng. Memang mereka baru pulang dari Jakarta kemarin. Namun, itu sama sekali tidak melelahkan. Perjalanan di kereta selama lima setengah jam tidak terasa lama, karena sebagian besar Aia habiskan untuk tidur. Dan itu bukan pertama kalinya ia menempuh perjalanan jauh, jadi tubuh Aia sudah beradaptasi.

"Kenapa, Kak?"

Kali ini malah gantian Edzar yang terdiam. Lantas kepalanya bergerak menggeleng dengan lambat. "Hari ini mau ke mana?"

Aia sengaja enggak langsung menjawabnya, membiarkan Edzar menunggu. Sejak awal pernikahan mereka, secara tidak langsung mereka sepakat bahwa hari Sabtu menjadi hari wajib untuk quality time di luar rumah. Entah itu sekadar nge-date berdua dengan mengunjungi coffee shop, jalan-jalan ke mall, ke rumah orangtua Aia, atau ke rumah Budhe Edzar. Pokoknya, hampir tidak pernah mereka menghabiskan hari Sabtu di rumah saja tanpa ada kegiatan tertentu.

"Mau di rumah aja deh!" jawab Aia kemudian.

Meski wajahnya tetap lempeng seperti biasa, punggung Edzar yang langsung menegak, membuat Aia yakin kalau pria itu terkejut dengan jawabannya.

"Kenapa?"

"Aku lagi males ke mana-mana. Mau di rumah aja."

Setelahnya Edzar terdiam. Sementara Aia beranjak dari meja makan, menumpuk piring kotor menjadi satu. Di saat Aia sudah ingin membawanya, Edzar buru-buru menyela. "Aku aja yang cuci, Ya!"

Dengan senang hati, Aia membiarkan Edzar mencuci piring. Lantas meninggalkan meja makan begitu saja, menuju ruang kerjanya. Hari ini dia akan menyibukkan diri di dalam ruang kerjanya, merapikan tumpukan paket yang belum sempat dibuka, sekalian membuat beberapa konten untuk media sosialnya sampai seminggu ke depan.

Biasanya Aia melakukan pekerjaan ini di hari kerja. Namun, dalam rangka usahanya menghindari Edzar, ia melakukan semuanya hari ini.

Ruang kerja Aia terletak di bagian belakang rumah, yang terpisah dari rumah utama. Tadinya halaman belakang rumah Edzar sangat luas yang sebagian besarnya berisi tanaman dan koleksi ikan hiasnya. Dan setelah melalui berbagai macam pertimbangan, Edzar setuju untuk menggunakan sepertiga halaman belakang rumahnya menjadi ruang kerja Aia.

Pria itu bahkan menyewa arsitek khusus untuk membuatkan desain ruang kerja Aia yang estetik. Di salah satu sisi ruangan tersebut ada jendela sangat besar yang langsung mengarah pada taman anggrek yang dirawat Edzar dengan sepenuh hati. Jendela itu juga yang membuat sinar matahari mengisi ruangan dengan sempurna, sehingga Aia bisa mengambil foto dan video endorse dengan kualitas lebih bagus di dalamnya.

Not Available (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang