Bab 12: Morning Talk

3.7K 625 44
                                    

Boleh lahh, kali ini aku pasang target vote juga WKWKWK. sejujurnya part ini ada 4200 kata. tapi karenaaaa vote part kemarin kureng, dan aku merasa, hahhh masa panjang banget nihhh? meanwhile yg baca ngasih vote aja susah? WKWKWK. aku merasa effortnya kurang sebanding, jadi yaudah lah, babnya aku potong jadi 2 WKWKWKZ.

Kalau vote-nya udah sampe 500, bakal langsung aku update saat itu juga. Janjiii✌🏻

Komennya sih, enggak ada targetnya, karena aku kurang suka kalau ada yg spam komen. tapi aku beneran bakal happy bangetttt kalo banyak yg komenn dan bacain satu per satu komennyaaaa🥹🙏🏻


***

Aia merasa usahanya selama seminggu terakhir untuk membuat Edzar terlihat lebih hidup, membuahkan hasil. Meski hasilnya enggak signifikan—tentu saja—setidaknya, setiap harinya Aia bisa melihat senyum Edzar ketika ia menceritakan berbagai menu yang sedang dimasak.

Seminggu terakhir, Aia memasak berbagai macam menu yang mempunyai cerita khusus dalam hidupnya. Entah itu cerita dari keluarganya, atau menceritakan berbagai makanan yang menemani Aia dalam momen-momen khusus yang terus membekas di kepalanya. Aia harap, metode ini bisa memancing Edzar untuk balas bercerita.

Contohnya pagi ini, Aia memasak sayur asem, udang goreng tepung, sambal terasi dan tempe goreng. Sambil menunggu masakannya jadi, Aia bercerita, "Sayur asem tuh satu-satunya makanan yang bisa Mamiku makan waktu hamil aku. Tapi Mami enggak bisa masak, karena bahan-bahan mentah bikin mual. Jadi, Ayahku yang masak sayur asem hampir setiap hari. Soalnya, kalau makan sayur yang lain, selalu mual."

Edzar yang tengah menikmati kopinya di pantri, tampak sangat fokus menyimak. Pria itu sempat menawarkan diri ingin membantu, tapi Aia tolak dengan penuh penekanan. Jadi, Edzar enggak melakukan apa-apa lagi selain menuruti kemauan sang istri.

"Kata Mami, waktu hamil aku, hubungan Mami sama Ayah jadi agak drama. Soalnya, yang berubah bukan cuma selera makan Mami, tapi selera makan Ayah juga. Biasanya Mami kalau masak sayur asem selalu pakai sambel terasi. Tapi, waktu hamil, Ayah tuh malah jadi enggak suka bau terasi. Sedangkan Mami bersikeras kalau sambel terasi itu jodohnya sayur asem, enggak bisa diganggu gugat. Mami sampai ngancem enggak mau makan, sebelum ada sambel terasi. Sedangkan Ayah langsung mual setiap kali cium bau terasi. Alhasil, mereka ribut deh. Hampir setiap hari ribut perkara itu-itu terus. Kadang Mami berusaha ngalah. Kadang gantian Ayah yang ngalah. Tapi lebih sering Ayah sih, yang ngalah. Akhirnya setiap habis masak, Ayah langsung mandi, pakai masker, terus pergi keluar rumah."

"Enggak nemenin Mami makan?" sahut Edzar pelan.

"Enggak. Soalnya perut Ayah beneran langsung enggak enak gitu. Jadi enggak nafsu makan juga."

"Terus?"

"Kadang Ayah main ke rumah Eyang—Ibunya Ayah. Kadang cuma nongkrong di warteg depan komplek. Terus Mami telpon sambil nangis-nangis. Ayah bales marah, 'Ya kalau mau ditemenin makan, sambelnya diganti pake sambel bawang aja! Kalau tetep mau sambel terasi, harus terima konsekuensinya—enggak bisa ditemenin makan. Dalam hidup itu enggak bisa serakah. Harus ada satu hal yang dikorbankan.'"

Padahal Aia sudah menceritakan itu dengan penuh semangat, tapi Edzar hanya memberikan reaksi lempeng. "Sampai segitunya?"

"Iya. Ayahku tuh serius dan kaku banget orangnya. Anehnya, Ayah malah lebih sering mempermasalahkan hal sepele. Tapi kalau ada hal serius banget, enggak pernah marah dan selalu lebih tenang gitu."

"Contohnya apa?"

Aia sempat berpikir sebentar, sambil membalik tempenya di penggorengan. "Contohnya, waktu aku masih SMP dan SMA, aku tuh belum mau istiqomah pakai kerudung. Pakainya cuma pas sekolah aja. Tapi Ayah enggak pernah marah atau pun memaksa. Bahkan waktu aku SMA, Adia masuk SMP langsung mau istiqomah pakai kerudung. Aku tetap enggak mau. Dan Ayah enggak pernah sekalipun membandingkan aku sama Adia, atau memaksa aku. Ayah ngasih aku kelonggaran, sampai aku punya kemauan sendiri. Setiap kali ada orang yang nyinyir, karena aku enggak pakai kerudung sendiri di rumah, Ayah selalu ngebelain aku."

Not Available (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang