Bab 35: Rahasia Laki-laki

2.1K 422 68
                                    

Halooo, absen dulu donggg, baca bab ini jam berapaa?

Semoga melihat update-an ini bisa bikin hari Minggu kalian makin seru yaaaa😘





***








Sebenarnya setelah mengetahui kalau ternyata selama ini Edzar menyimpan dendam dan amarah untuk orangtuanya, ada setitik rasa lega di hati Aia.

Itu artinya, asumsi Sarah beberapa waktu lalu yang mengira Edzar mengalami Alexithymia—kondisi di mana seseorang enggak bisa mengenali emosinya sendiri, dan cenderung tidak bisa mengungkapkan emosi—ternyata salah besar. Pria itu juga tidak mengalami amnesia disosiatif. Tapi memang sengaja menyembunyikan semunya.

Sekarang Aia hanya ingin melampiaskan rasa frustasinya, mengingat Edzar butuh waktu amat lama—selama berbulan-bulan—sampai benar-benar menceritakan semuanya. Seandainya Edzar langsung menceritakan semuanya dalam sekali duduk sejak sebulan lalu, mungkin Aia bakal memeluknya dan berusaha mencurahkan seluruh perhatiannya untuk memvalidasi perasaan Edzar.

Di pojok hatinya yang terdalam, Aia juga bersyukur karena Edzar mengejarnya sampai keluar klinik. Pria itu tidak mengizinkan Aia langsung pergi begitu saja. Sibuk mengutak-atik ponselnya dengan cepat, lantas menelepon Aden agar menjemput Aia.

"Nggak papa, kalau kamu enggak mau pulang bareng aku. Tapi jangan pulang sendiri, bahaya."

Sampai Aden datang, Edzar masih mengatupkan bibirnya. Sama sekali tidak mengatakan apa pun. Hanya membukakan pintu, mempersilakan Aia masuk ke mobil Aden, dan kembali berjalan memasuki klinik. Membuat Aden plonga-plongo kebingungan.

"Ayo, Mas!"

"Ke mana?"

"Pulang."

Sesaat Aden menatap Aia selama beberapa saat dengan ekspresi yang sulit diartikan. Pandangannya mengedar pada papan yang terpampang di depan klinik. Kemudian memundurkan mobilnya perlahan, meninggalkan area parkir ruko tersebut dalam diam.

Tangis Aia langsung pecah. Kepalanya bersandar pada pintu mobil, meraih tisu banyak-banyak untuk mengelap air matanya yang terus mengalir. Bisa dibilang, ini adalah pertama kalinya Aia menangis di depan Aden, setelah lulus SMA. Karena sebelumnya, tangisan Aia di hadapan Aden seringkali disebabkan oleh pertengkaran sederhana mereka semasa kecil.

Bukannya menuruti permintaan Aia untuk mengantar pulang, Aden malah membawa Aia ke Bandungan. Perjalanan hampir satu jam Aia habiskan untuk menangis, lantas berusaha menenangkan diri.

Ketika tangis Aia sudah reda, ia baru sadar kalau mobil Aden sudah berhenti di sebuah tempat parkir tempat wisata Umbul Sidomukti.

"Lho? Mau ngapain, Mas?"

"Ayo turun! Lap dulu itu ingusnya!" balas Aden enteng, sambil turun dari mobil duluan.

Aia hanya mencebikkan bibir. Itu hanya ledekan, karena tangis Aia sudah reda sejak lima belas menit lalu! Hanya saja, wajahnya memang masih terlihat sembab.

Berhubung ini hari Sabtu, banyak pengunjung yang juga baru datang, dan parkiran terlihat hampir penuh. Tempat ini berada di atas kaki gunung Ungaran yang menyuguhkan pemandangan indah, kolam renang yang dekat dengan alam, camping ground, dan banyak sekali fasilitas permainan yang menjadikan tempat ini sangat cocok sebagai destinasi wisata keluarga.

Sebelum mereka benar-benar meninggalkan parkiran, Aden sempat membuka pintu bagian tengah mobil, dan mengambil dua buah jaket miliknya, yang sengaja ia tinggalkan di sana untuk keadaan darurat. Sudah memasuki musim penghujan begini, suhunya sangat dingin di kaki gunung, tidak bisa diatasi dengan pakaian yang melekat di badan mereka sekarang.

Not Available (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang