Bab 19: Satu Langkah Lebih Ikhlas

1.8K 336 17
                                    

Sesuai janji, aku lebih sering update nihh wkwkkwkw

Ini masih bahas psikologi, biar Aia lebih lega ajaaa🫠

Boleh dongg, vote dan komennnyaa yang banyakkkk😬


***

Tidak seperti kedatangannya minggu lalu, kali ini langkah Aia lebih percaya diri. Ia menyapa resepsionis dengan senyum lebar, mengikuti langkah wanita itu mengantarnya menuju ke ruangan Sarah—meski Aia sudah bilang, tidak perlu diantar.

"Haloo, Aiaa!" Senyum Sarah terlihat lebih hangat dibanding pertemuan pertama mereka. "Gimana kabarnyaa?"

Mereka cipika-cipiki sejenak, seolah teman lama yang akhirnya bertemu lagi. Seperti biasa, obrolan mereka dimulai dengan screening mental health yang dilanjut dengan mood check. Semuanya bisa Aia jawab dengan cepat, karena hari ini, perasaannya didominasi oleh antusias dan bahagia.

"Sebelumnya terima kasih banyak ya, Mbak. Karena saran-saran Mbak Sarah kemarin, sikap suamiku jadi lebih baik. Dan obrolan kita waktu itu membuka pikiranku banget sih. Aku jadi bisa menghadapi dia dengan lebih legowo, ya meski sebenarnya, masih ada yang mengganjal buat aku, Mbak."

Sarah kembali mengetik cepat di keyboard-nya. "Oh iya? Apa itu yang mengganjal?"

"Aku penasaran dengan pendapat pribadi Mbak Sarah tentang suamiku. Enggak papa, Mbak, kita blak-blakan aja. Aku yakin Mbak bisa melihat sesuatu yang enggak beres dari suamiku, kan?"

Pertanyaan itu enggak langsung disahuti. Sarah tampak berpikir sejenak, sebelum memajukan tubuhnya dengan kedua siku bertumpu pada meja. "Hmm ... jujur aja, sikap Mas Edzar ini cukup jarang aku temukan. Mungkin sepanjang saya bekerja sebagai psikolog klinis, ini pertama kalinya saya berhadapan dengan seseorang yang bisa menghapus emosinya semudah dan secepat itu."

Senyum Aia terbit perlahan-lahan, ketika Sarah akhirnya mengungkapkan apa yang selama ini ia pikirkan.

"Biasanya, orang yang inner child-nya terluka, dan cenderung menyingkirkan emosi, dia masih bisa memperlihatkan kekesalannya. Malahan kadang, sifatnya jadi agak kasar. Enggak pernah marah, tapi bawaannya jutek dan sering silent treatment. Langka banget, bisa melihat laki-laki yang tetap bersikap setenang dan selembut itu, bahkan ketika sedang kesal atau dipojokkan sekalipun."

"Sebenarnya Kak Edzar cukup sering silent treatment kok, Mbak. Tapi ... cuma sebentar. Beneran sebentar banget, Mbak! Kayak ... cuman dua atau tiga jam. Enggak pernah sampai seharian, jadi kadang aku enggak nyadar kalau dia lagi sebel, atau lagi nahan marah. Terus ... udah. Dia ngajak ngomong aku dengan santai kayak enggak terjadi apa-apa," timpal Aia yang lama kelamaan senyumnya berubah getir.

"Secepat itu?"

Aia mengangguk. "Itu juga yang bikin aku sebel, Mbak. Dia marah cuma diem sebentar, terus baikan lagi, tanpa ngasih tahu apa yang bikin dia kesel. Seakan setelah dia diem, emosinya reda, semua masalah juga reda, enggak ada yang perlu dibahas lagi. Membiarkan semuanya menggantung begitu aja. Sedangkan aku tipe orang yang semuanya harus ada closure-nya. Makanya aku sering merasa diabaikan. Aku juga meragukan bagaimana perasaan dia, kenapa enggak pernah ngasih tau aku apa-apa soal perasaannya."

Jemari lentik Sarah kembali bergerak di atas keyboard-nya. Membiarkan Aia terus bercerita dengan perasaan yang kembali mendung. Padahal sebelum ke sini tadi, ia sudah yakin kalau pada kunjungannya hari ini, enggak akan menangis. Sepertinya Sarah dan suasana ruangan ini yang kelewat nyaman memiliki kekuatan magis untuk menggoda air mata Aia agar keluar.

"Seperti yang Mbak Sarah bilang, aku setuju kalau ini semua disebabkan oleh inner child Kak Edzar terluka. Tapi aku agak kecewa dengan saran Mbak Sarah minggu lalu yang cuma meminta aku lebih sabar. Kenapa Mbak Sarah enggak berusaha menggali lebih jauh tentang inner child Kak Edzar? Penyebab inner child terluka itu kan, ada banyak macamnya. Nah, kenapa Mbak Sarah enggak mencoba memperbaiki semuanya dari akarnya aja? Karena menurut aku, sikap Mas Edzar enggak akan pernah bisa benar-benar berubah, kalau penyebab utamanya aja belum diperbaiki."

Not Available (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang