53. Mengharu biru

894 53 8
                                    




~~~

Tubuh itu terbujur kaku, diam tak bergerak, tak memberi kabar, nampak belum ada niatan untuk membuka mata, entah sudah berapa lama.

Kalana tak bisa lagi menghitung operasi yang tengah dijalani Ceilo memakan waktu berapa lama. Yang Kalana tahu dokter sama sekali belum keluar dari kamar operasi tersebut.

Tusukan yang cukup dalam membuat Ceilo kehabisan banyak darah, belum lagi ternyata golongan darah lelaki itu adalah darah yang langka, AB- membuat pihak rumah sakit kesulitan karena stok darah tersebut yang tidak mencukupi.

Bahkan setelah Yudha, ayah dari Ceilo sudah mendonorkan darahnya, tetap saja belum mencukupi kebutuhan darah Ceilo.

Tak perlu memikirkan masalalu, tak perlu memandang siapa yang tengah berjuang hidup di ruang operasi. Cukup hanya dengan rasa kemanusiaan, apalagi Ceilo yang sudah menyelamatkan Kalana, mempertaruhkan nyawa lelaki itu untuk melindungi Kalana. Itu semua sudah cukup membuat derai tangis Kalana tak jua reda.

Ada rasa bersalah, penyesalan, terimakasih, dan khawatir yang bercampur menjadi satu.

Belum lagi bagaimana sedari tadi Chintya menenangkan Kalana, perempuan yang melahirkan Ceilo. Hati seorang ibu pastilah dirundung duka mengetahui putra nya sedang bertarung dengan nyawa, namun dengan senyum yang sangat ramah Chintya malah menyapa Kalana.

"Akhirnya saya ketemu sama kamu, senang rasanya bisa menatap kamu langsung nak."

Bagaimana senyum itu tadi terpatri dari rekah manis sang Ibunda dari Ceilo ketika mereka untuk pertama kali nya bertemu tatap.

Bahkan meskipun tahu bahwa putra nya berada di kondisi kritis seperti sekarang karena menyelamatkan Kalana, Chintya sama sekali tak menyalahkan Kalana apalagi menaruh benci pada Kalana.

Seorang Chintya Atmajaya sungguh membuat Kalana takjub, kesabaran beliau begitu luar biasa, bagaimana tangan lembut beliau mengusap punggung Kalana yang gemeteran dengan isak tangis yang tak kunjung reda.

Merasakan bagaimana mulia nya sikap seorang Chintya, membuat Kalana sekelebat sempat terpikir betapa bodohnya Yudha menyelingkuhi perempuan bak malaikat seperti Chintya. Istilah yang namanya lelaki tak pernah merasa puas mungkin benar adanya.

"Nak, ini udah hampir subuh, kamu dari tadi belum ada makan sama sekali bahkan minum pun juga nggak ada. Ikut tante ya, kamu makan dulu." Di depan ruang tunggu operasi, tak hentinya Chintya membujuk Kalana.

Sebanyak apa Chintya membujuk Kalana, sebanyak itu pula Kalana hanya semakin merasa bersalah, "Tante, saya minta maaf. Semua salah saya, Ilo jadi kayak gini karena saya."

"Nggak ada yang salah nak, semua sudah punya garisan nya masing-masing. Yang terpenting sekarang kita doain Ceilo ya, bantuin tante dengan kamu doa sebanyak-banyaknya untuk keselamatan Ceilo." Genggaman halus Kalana rasakan, oh sudah berapa lama Kalana tak pernah lagi tahu bagaimana rasanya kasih sayang seorang ibu.

"Kamu makan dulu ya nak, temenin tante deh. Tante juga belum ada isi perut dari tadi," lanjut Chintya yang masih terus membujuk Kalana.

Kalana lupa sebesar apapun rasa khawatirnya saat ini pasti tak ada apa-apa nya dibanding dengan rasa gundah yang menghampiri Chintya, namun beliau menampakan sikap yang begitu tangguh. Meski tetap ada buliran air mata yang sempat Kalana lihat pada mata cantik Chintya.

Like A StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang