Membutuhkan waktu seminggu lebih untuk memulihkan tubuh Raven yang seperti orang kekurangan nutrisi. Tubuhnya kini lebih berisi dan sedikit bertambah tinggi, rambut panjangnya di kepang dan menggunakan baju biru tua dan jaket berbahan halus pemberian Mrs Weasley saat natal tahun ketiganya.
"Kamu sudah siap?"
Raven mengangguk dan memeriksa tasnya untuk terakhir kalinya.
"Ngomong-ngomong Dad," Snape menoleh sejenak. "Apa kamu tengah kesal atau marah padaku?"
"No.." Snape menyipit. "Kenapa bertanya?"
"Sejak seminggu lalu, kamu nampak, mengabaikanku atau perasaanku saja?" Tanya Raven membuat Snape bergeming dan berlalu begitu saja tanpa memberikan jawaban sama sekali. Raven menghela nafas malas. "Ya, dia memang marah padaku."
Snape membawa Raven pergi ke London, rumah Sirius Black yang ada di Grimmauld Place No.12 seorang diri atas perintah Dumbledore. Dia sudah mengobrol dengan Raven yang akan tinggal disana selama tahun kelima berlangsung, anak itu awalnya menolak keras tapi pikirannya berubah dengan cepat keesokan harinya.
Snape berhenti melangkah diikuti oleh Raven yang berdiri tepat di sebelahnya. Kebingungan dengan ayahnya yang berhenti, Raven spontan bertanya. "Um, kenapa kita berhenti?"
Lagi-lagi Snape tidak menjawab, dia mengambil sepotong perkamen dari sakunya dan segera membakarnya membuat Raven lagi-lagi menatap aneh. Dia lalu melihat ke antara rumah-rumah di depannya yang perlahan bergeser memperlihatkan satu rumah yang muncul dengan nomor dua belas.
"Wow." Ucapnya kagum, merasa tak percaya melihat sihir walaupun dia sudah lama hidup berdampingan.
Berdiri di depan pintu yang bertuliskan angka dua belas, suara klik logam terdengar ketika Snape mengetuk pintunya sekali.
Setelah itu, Snape masuk ke dalam sebuah lorong penuh debu dan lembab, Raven bahkan menutup hidungnya karena banyaknya debu, ingin sekali dia berkomentar tapi bukan waktu yang tepat.
"Raven."
Memasuki sebuah aula dengan lampu minyak model kuno dan hidup di sepanjang dinding, Lupin dengan senyum lebar menghampiri remaja itu dan memeluknya dengan erat.
"Oh my God," dia melepas pelukannya dan memandang Raven lamat. "Aku senang kamu sudah bangun. Pipimu masih terlihat tirus hm? Tidak apa, kita akan banyak memasak untukmu."
Dibelakang Lupin berdiri, ada Sirius Black, tersenyum menatapnya. Raven memandang ketiga pria ini dengan senyum tipis lalu tiba-tiba bertanya.
"Apa kalian menyembunyikan sesuatu dariku?"
Lupin terkejut, wajah Snape berubah aneh sedangkan Sirius berkedip heran.
"Professor McGonagall bertingkah aneh, kalian juga." Raven melangkah mundur lalu bertanya ulang. "tatapan kalian cukup menganggu sekarang. Katakan yang sejujurnya padaku."
Derit langkah kaki seseorang terdengar dari arah tangga rumah membuat Raven menoleh.
Seorang wanita berdiri di anak tangga, melihat lurus ke arah Raven yang juga menatapnya. Iris biru terang yang mirip dengan dengannya itu berkaca-kaca. Situasinya berubah ketika wanita itu tiba-tiba memeluknya membuat netra Raven membulat, tubuhnya mematung tak membalas pelukan wanita yang menangis di pundaknya.
Nafas naik mulai naik turun, berusaha melepaskan diri. Wanita itu nampak mengeluarkan air matanya ketika melihat pandangan Raven yang tidak mengenalnya.
"Raven.." panggil wanita itu dengan suara bergetar, berusaha menggapai Raven yang nampak sangat syok, apa-apaan ini?"
Tapi tangan wanita itu di tepis, bukan oleh Raven melainkan Severus yang segera pasang badan sedangkan Raven di belakang tubuhnya terdiam gemetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐇𝐄 𝐖𝐀𝐓𝐂𝐇𝐄𝐑
Fanfic[Harry Potter Fanfiction] BAHASA INDONESIA Menyadari bahwa dirinya masuk ke dalam sebuah cerita fiksi, Raven membulatkan tekadnya untuk tidak akan ikut campur agar tetap membuat jalan cerita berjalan seperti seharusnya. Tapi lama-kelamaan, Raven se...