Denting sendok dan garpu mengisi sunyi nya meja makan malam hari ini, semuanya fokus pada makanan didepan mereka.
Meja makan yang biasanya sepi kini penuh dengan teman-teman caine, bahkan orangtua Rion juga ikut bergabung.
"Ken, makasih sudah nolong aku sama istriku. Mungkin kalau ga ada kamu, aku sama istriku pasti sudah menyatu dengan tanah"
Rion melirik papanya yang terkekeh mendengar ucapan ayah caine. Pria paruh baya itu menggulung lengan kemejanya dengan mulut yang tersumpal cerutu.
"Tidak perlu terimakasih, bukankah itu memang sudah selayaknya kita lakukan sebagai keluarga?"
Ayah tersenyum tipis, seolah tahu maksud dari ucapan papanya. Sedangkan mamanya kini ikut tersenyum manis.
"Aku bersyukur kalian selamat, semoga masalah ini lekas selesai" ucap mama.
"Aku harap begitu, karena kita tidak boleh membiarkan mereka terlalu lama berkeliaran" balas ibu.
"Aku akan menyuruh Rion untuk membantu kasus ini, jadi jangan sungkan untuk menghubunginya" ujar papanya.
"Tidak perlu repot-repot, apalagi ku dengar dia sedang menyelidiki seseorang" tolak ayah tidak enak.
"Tidak apa-apa ayah, tidak usah khawatir. Saya akan menyuruh yang lain untuk menggantikan saya sementara waktu" sahut Rion yang sedari tadi hanya diam.
"Kau ini kenapa kaku sekali nak?"
Rion tersenyum, "memang sudah seperti ini, tapi saya akan mengurangi nanti"
"Kamu harus belajar dari Dede kalau masalah gituan"
Caine tersedak mendengar ucapan sang ayah. Yang bener aja, masa dia ngajarin Rion begituan? Dia bahkan ga ada pengalaman sama sekali.
"Begituan? Maksud ayah anu- shh~" caine mendesis saat tangan besar kakaknya menyentil dahinya.
"Anu-anu! Bukan ngewe, bodoh!" Sahut Abang ais sewot.
"Emang salah? Lagi pula ayah ngomongnya ga jelas sih!" Protesnya tidak terima.
"Masih nanya? Pikiranmu itu kejauhan"
"Udah udah jangan berantem" lerai ibu lembut.
"Abang ini Bu! Lagian ayah ngomongnya ga jelas, gimana aku ngga salah nangkep. Orang tadi dibilang begituan, ya Dede kira ngewe" semuanya sedikit kaget mendengar ucapan blak-blakan caine, walaupun sering mendengar kata-kata seperti itu dari si cantik, nyatanya mereka masih tetap terkejut.
"Mulutnya" ucap Rion memperingati yang lebih kecil, sedangkan si empunya hanya mendengus dengan mulut merengut.
"Kalau mau juga gapapa sih, toh Dede sudah besar" kali ini mereka dibuat terkejut lagi oleh balasan ayah caine.
"AYAHH KIRA AKU COWO APAAN!?" seru si surai merah sembari menatap tajam ayahnya yang tengah terkekeh.
"Jangan marah-marah. Sini, lihat aku dan senyum oke?"
"Buka mulutmu" lanjut Rion sambil menyuapkan sebuah puding coklat pada caine yang diterima dengan baik walau sedikit kasar.
"Yeuu malah bucin, dilarang bucin di depan para jomblo" sindir Abang ais.
"Sirik mah bilang aja bi" caine memutar bola matanya malas.
"Bi?" Tanya Abang ais heran.
"Babi" balas caine santai, sedangkan yang lainnya tertawa terbahak-bahak.
"Tidak boleh bicara kasar, atau kucium" ancam Rion lirih tepat ditelinga caine.
Caine menatap manik mata Rion intens, "aku ngga takut, karena kamu mana berani" balas caine lirih, caine menatap remeh Rion yang tersenyum tipis. Caine yakin si surai ungu tak akan berani, melihat bagaimana pasifnya si pria jangkung itu selama ini. Oleh karena itu dia berani menantang balik Rion yang hanya tersenyum miring.
KAMU SEDANG MEMBACA
mine
Teen Fiction"Gw tau siapa Lo sebenarnya" Tatapan tajam si surai merah berikan pada pria didepannya. Sedangkan yang ditatap terkekeh sambil mengangguk kecil. Kedok yang selama ini dia sembunyikan diketahui oleh si surai merah, susahnya untuk hanya sekedar menye...