23

4.1K 544 232
                                    

Pagi hari datang dengan lembut, sinar matahari belum terlihat karena ini masih pukul empat pagi. Zee, ia baru saja bangun dari tidurnya, matanya perlahan menyesuaikan diri dengan cahaya lampu di kamar Gracia yang sudah menyala.

Dari kasur, ia bisa melihat Gracia berdiri di depan cermin, sedang bersiap-siap mengenakan baju dinasnya. Ini adalah hari yang tak bisa dihindari, hari di mana Gracia harus pergi lagi untuk urusan pekerjaan.

"Cepet banget sih waktu, hari ini udah tiba aja." batin Zee.

Zee hanya duduk bersandar, terus memperhatikan Gracia dengan diam. Ada sesuatu yang berat di dadanya, rasa tak rela yang terus mengganjal, namun tak satu pun kata keluar dari mulutnya. Ia hanya melihat bagaimana Gracia merapikan pakaiannya, menyisir rambutnya, dan memoles wajahnya. Setiap gerakan itu terasa seperti tanda yang menyakitkan bagi Zee, tanda bahwa sebentar lagi mamanya akan pergi, meninggalkannya untuk waktu yang menurut Zee lama.

"Padahal aku udah nangis banget semalem, tapi mama tetep pergi." lagi-lagi Zee bermonolog dalam hatinya.

Gracia, yang sibuk bersiap, sempat melirik Zee dari cermin. Ia menyadari bahwa Zee diam saja, tanpa sapaan atau senyum seperti biasanya. Dengan hati-hati, Gracia berbalik dan mendekati Zee, menatapnya dengan lembut.

"Hai sayangku, kamu udah bangun? Kenapa nggak ngomong sama Mama?"

Zee tak menjawab. Anak itu hanya menunduk memainkan ujung selimut, menghindari tatapan Gracia, seolah-olah kata-kata tak sanggup keluar dari bibirnya.

"Jangan ngambek dong..."

Gracia mengerti, dia tahu Zee pasti merasa kecewa. Gracia duduk di tepi tempat tidur, mencoba meraih tangan Zee, tapi Zee menepisnya pelan, masih tak ingin bicara.

"Zee, dengerin Mama dulu, ya?" suaranya lembut namun terdengar sedikit memohon.

"Mama tau kamu nggak suka kalau mama harus pergi dinas. Tapi ini cuma sebentar kok, nggak lama. Mama janji bakal pulang cepet-cepet."

Zee tetap tak menjawab, ia menggigit bibirnya berusaha menahan rasa sesak di hatinya. Saat Gracia tak ada tanda akan berbicara lagi, Zee langsung turun dari kasur dan melangkah pergi, berjalan menuju pintu kamar tanpa sepatah kata pun. Wajahnya menunjukkan perasaan campur aduk, kesedihan dan mungkin juga rasa marah yang terpendam.

"Zee, tunggu..." Gracia memanggilnya pelan, suaranya terdengar penuh kekhawatiran. Namun, Zee terus melangkah, keluar dari kamar tanpa menoleh.

Gracia kini mengejar Zee ke kamarnya. Ia tahu, meski Zee tak mau bicara sekarang, mereka perlu saling memahami sebelum dia pergi. Ia tak ingin meninggalkan rumah dengan perasaan tak enak seperti ini.

Gracia mengetuk pintu kamar Zee pelan, lalu membukanya sedikit. Di sana, Zee duduk di tepi tempat tidurnya, memeluk lutut dengan pandangan kosong ke arah jendela.

Gracia berjalan mendekat, lalu duduk di sampingnya tanpa bicara. Hening menyelimuti ruangan, tapi kehadiran Gracia yang dekat membuat Zee akhirnya berbicara dengan suara kecil.

"Mama gak sayang aku ya? Aku boleh larang terus gak sih?" lirih Zee tanpa menatap sang mama.

Gracia menunduk, merasakan pedih di dadanya. "Mama sayang sama kamu, Zeevara. Mama selalu bawa kamu di hati mama. Setiap kali Mama pergi kemana pun, mama selalu mikirin kamu."

Zee menghela napas, lalu menoleh sedikit, matanya berkaca-kaca. "Tapi aku nggak suka... aku gak mau mama pergi..."

Gracia mengusap punggung Zee, mencoba memberikan rasa nyaman. "Mama ngerti. Tapi kamu harus tau, kamu itu penting banget buat mama, oleh karena itu mama janji akan selalu berusaha buat nggak pergi lama-lama. Tapi untuk sekarang, kita harus bisa saling kuat, ya?"

Beloved S2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang