Mentari bersinar begitu terik sore itu dan Jiwoo tidak pernah merasa senang seperti ini dalam hidupnya, mungkin karena kabar jika sang ibu sudah membaik berhasil meningkatkan mood Jiwoo hampir menyentuh seratus persen hari ini. Senyuman bahkan tak lepas dari belah bibirnya saat Jiwoo melangkahkan kaki pendeknya menuju kelas Bae.
Namun langkahnya terhenti saat melihat seseorang berdiri dengan punggung menyandar pada dinding, tangannya terlipat di depan dada dengan manuk yang tersembunyi oleh kelopaknya. Entah sedang apa gadis itu di koridor menuju kelas 11 yang sebentar lagi akan pindah menuju lantai khusus kelas akhir.
"Kyu-"
"Gak usah basa-basi" Gumam Kyujin memotong ucapan Jiwoo, gadis ini membuka matanya dan dengan delik tajam. Ia melirik Jiwoo meremehkan hingga sudut bibirnya naik. "Aku heran kenapa kak Bae mau aja di tempelin hama kaya kamu"
"Maksud kamu?" Tanya Jiwoo menatap Kyujin tidak mengerti, gadis dengan rambut di ikat dua itu mendekatkan langkahnya menuju Kyujin.
"Kamu ini bodoh banget ya, atau orang-orang emang hobi banget lupa sama kesalahan nya sendiri dan berlagak sok suci? oh! Atau kamu bahkan bakal berakting tersakiti?" Tanya Kyujin berdiri dengan sepenuhnya, tungkai kakinya ia bawa mendekati Jiwoo lantas menatap gadis yang tak jauh berbeda tingginya tersebut.
"Bisa ngga usah bertele-tele?" Tanya Jiwoo pada gadis yang menjadi pujaan hatinya tersebut.
"Aku mendengar semua rumor itu, kamu suka sama aku kan?" Tanya Kyujin yang membuat Jiwoo menahan nafas nya.
Bagaimana Kyujin bisa tahu? Jiwoo tidak pernah sedikitpun memperlihatkan nya atau bahkan mendekati gadis yang tinggal di kelas unggulan tersebut. Mungkin pernah beberapa kali membayangkan dan mengharapkan jika dirinya bisa bersanding bersama Kyujin, namun hal itu hanya jadi angan saja karena Jiwoo tahu siapa Jang Kyujin dan keluarganya yang terlalu mustahil ia gapai bahkan jika ia mencoba segala cara pun, Jang Kyujin mustahil jadi miliknya.
"Seandainya aku tahu ini lebih awal, aku mungkin bakal korbankan diri aku buat kebahagiaan kak Bae sama kak Sullyoon. Setidaknya itu yang bisa aku lakuin" Guma Kyujin dengan pandangan sedikit sendu, dirinya adalah orang yang tahu semuanya. Pernah sekali ia tak sengaja mendengar perbincangan Jiwoo juga dengan ibu Bae dan sering sekali mendengar curahan Bae dan Sullyoon.
Kyujin memang tahu terlambat karena pada awalnya ia sangat enggan menjerumuskan dirinya terlalu jauh namun setelah mendengar apa yang ia dengar di rumah sakit. Kyujin sepenuhnya menyalahkan Jiwoo karena setuju dengan sang nenek lampir. "Kamu menyetujui untuk memisahkan Kak Bae sama Kak Sullyoon"
"Itu karena tante Suzy mau membiayai ibu"
"Aku bisa keluarin ibu kamu dengan mudah dari rumah sakit itu" Sela Kyujin, ia tertawa hambat. "Kamu pikir aku siapa? Aku putri pemilik rumah sakit!"
"Kenapa kamu membela mereka sejauh itu?" Tanya Jiwoo tidak mengerti, ia tentu panik mendengar fakta tersebut meski sebenarnya Jiwoo sudah tahu namun rasanya cukup mengejutkan jika Kyujin kini tengah mengancamnya.
"Kak Sullyoon pernah menolong aku waktu aku berusaha bunuh diri, puas?" Kyujin menghela nafas, ia menggelengkan kepalanya lelah. "Aku bersungguh-sungguh bilang seandainya aku tahu lebih awal dan kamu bisa memiliki aku, mungkin kejadiannya gak akan runyam kaya gini apalagi miskomunikasi mereka gak kunjung membaik gara-gara kehadiran kamu"
"Kamu bahkan straight, gimana kamu bisa berkata seperti itu?" Tanya Jiwoo memandang sinis gadis yang masih menguasai relung hatinya itu, perasaan Jiwoo yang tadi senang tiba-tiba saja berubah campur aduk
"Akting?" Tanya Kyujin balik. Namun tatapannya terlihat meremehkan.
"Kamu pikir hati aku mainan?" Tanya Jiwoo dengan nada sedikit naik, membentak Kyujin dengan kesal.
"Lalu menurut kamu perasaan kak Bae sama kak Sullyoon itu bebas di permainkan?"
Pertanyaan balik itu sukses membungkam Jiwoo, tangan gadis bertubuh gemoy itu terkepal dengan erat lantas segera melangkah maju dan dengan sengaja menabrak bahu Kyujin sembari terus melangkah menuju kelas Bae.
Sementara itu Kyujin hanya dapat berdiri di posisinya, sikap angkuhnya tiba-tiba saja lenyap. Kyujin menghembuskan nafasnya yang berat lantas segera melangkah pergi begitu saja dari koridor tersebut. Untunglah koridor sepi meski sebenarnya Kyujin berharap ada banyak mata yang menatap kejadian itu dan memberitahukan Bae ataupun Sullyoon mengenai kebenarannya. Namun sayang semua hanya harapan.
Dan harapan selalu jauh dari kenyataan.
****
Jiwoo mengentikan laju langkahnya yang secara tidak ia sadari nampak terburu-buru, untuk sebuah alasan yang Jiwoo setujui. Ia memang takut dengan Jang Kyujin apalagi mengetahui jika gadis itu adalah pemilik rumah sakit, Jiwoo berencana menemui ibunya namun pikiran gadis manis itu terasa kalut saat ini. Bagaimana mungkin ia bisa menemui ibunya dengan pikiran kacau seperti sekarang ini?
Jiwoo menghembuskan nafasnya dengan berat, ia bersandar pada dinding di dekatnya dan mulai meneliti dimana ia berada sekarang, lorong ini jauh dari ruangan ibunya dan Jiwoo tidak yakin berakhir dimana ia saat ini. Beberapa suster berlalu bersama dokter atau keluarga pasien yang tengah membawa makanan. Apakah Jiwoo berada di lorong menuju cafetaria rumah sakit?
Gadis itu berusaha meredakan detak jantungnya yang memburu beserta nafas yang terasa berat, dadanya sakit karena jantungnya terus berlalu kasar seolah membentur dinding dadanya dengan kuat. Ia harus menguasai dirinya sendiri karena situasinya yang berada di tempat ramai, gadis itu tidak boleh membuat orang-orang berpersepsi aneh mengenai tingkah lakunya yang tidak normal.
Setelah membutuhkan beberapa waktu untuk kembali tenang, jiwoo mencoba untuk berdiri tegak kembali. Ia melangkah menuju cafetaria dengan harapan bisa membeli sesuatu untuk ia minum dan makan karena Jiwoo juga belum memakan apapun dari tadi pagi.
Namun langkah Jiwoo terhenti tatkala gadis itu menemukan sosok yang begitu ia kenali, itu adalah Suzy bersama seorang dokter yang Jiwoo ketahui sering mengunjungi ruangan ibunya untuk mengecek kondisi sang ibu. Dokter Irene, itulah namanya.
"Itu sangat melanggar kode etik yang saya miliki, kita memang teman lama namun membuat kondisi pasien stuck benar-benar menjijikan." Irene menghentikan langkahnya, melipat tangan di depan dada lantas menatap datar pada Suzy yang menatap wanita itu dengan sebuah seringai.
"Ayolah, aku punya uang untuk melakukannya." Jawab Suzy dengan nada suara yang terdengar menyebalkan ditelinga Irene.
Irene menggelengkan kepalanya tak habis pikir. "Ini bukan soal uang, ini mengenai pasien dan keharusan ku menyembuhkannya sebagai seorang dokter. Nyonya Kim sudah membaik dan stabil dan kau memintaku untuk membuat kondisinya drop kembali?"
Irene menghela nafas dengan berat. "Kau adalah definisi dari gila itu sendiri."
"Aku memang gila, karena itu kau harus mewujudkan kegilaan ku. Buat nyonya Kim memburuk kondisinya lalu kau buat stabil kembali, aku masih butuh putrinya untuk terus bergantung padaku."
Jiwoo melebarkan matanya tatkala mendengar rentetan kata tersebut, mulutnya yang secara reflek terbuka langsung terkatup rapat saat gadis Kim itu menelan ludahnya dengan susah payah. Gadis itu segera mundur dan bersembunyi di balik dinding dengan jantung yang terasa ngilu seolah baru saja dihantam oleh baru berukuran besar.
Jiwoo tahu selama ini dirinya dijadikan pion untuk menjauhkan Bae dengan Sullyoon, namun ia tak menyangka jika menjadi pion Suzy berarti juga mengenai kesehatan ibunya yang dibuat terombang-ambing antara sembuh dan sekarat.
Sial, Jiwoo harusnya tahu sejak awal jika wanita itu tega membunuh hati putrinya sendiri maka ia akan dengan mudah membunuh hati putri orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty And The Beast
FanficBae mengambil lolipop yang di buang bocah SMP tadi dan mendekati Sullyoon yang nampak terpaku kearahnya, Bae tentu saja malu di pandang oleh bocah secantik Sullyoon apalagi dalam keadaan meler ingus seperti sekarang ini. "Ini lolipop kamu" Bae mengu...
