Srakk.
Serangkaian kertas nampak tersimpan di atas meja milik Jiwoo ketika gadis itu tengah sibuk dengan lamunannya sendiri, waktu menunjukkan waktu istirahat dan kebanyakan murid telah pergi entah kemana, garis besarnya mungkin pergi untuk menikmati hari setelah stress dengan kimia atau makan siang di kantin.
Jiwoo sendiri memilih untuk diam melamun di mejanya, tidak ada yang menarik selain isi pikirannya yang semakin resah dan berkecamuk mengenai ibunya yang berada dalam genggaman Bae Suzy, dan Jiwoo tidak memiliki kemampuan apapun untuk menarik kembali atau sekedar memperbaiki takdir yang telah runyam, karena dirinya, tidak sepenuhnya, tapi ia ikut andil didalamnya.
Bae jadi sangat pendiam dan Jiwoo juga tengah banyak pikiran, ia tidak berniat mengganggu Bae atau menyelesaikan tugasnya menjauhkan Bae dari Sullyoon, toh keduanya telah renggang juga karena dirinya dan tentu saja karena Suzy sendiri.
Kembali ke masa kini, Jiwoo yang telah kembali setelah sibuk berselancar dalam benaknya kini mendongak, menatap tangan siapa yang baru saja menaruh kertas tersebut diatas mejanya.
Mata besar Jiwoo melebar, tak bisa menutupi ras terkejutnya tatkala ia sama sekali tak mampu berkedip dari sosok Kyujin yang kini menatapnya dengan seksama, entah apa maksud dari tatapan itu.
"Gua butuh bantuan Lo."
Eh? Secara mendadak?
Pikiran Jiwoo yang semula semrawut kini bertambah berat dengan bertambahnya pertanyaan yang muncul akibat sepenggal kalimat yang Kyujin lontarkan. Kyujin yang seharusnya menjauhi dirinya secara mendadak mendekati Jiwoo dan meminta bantuan dirinya.
Jiwoo tidak yakin dengan jawaban apa yang harus ia katakan pada Kyujin, ia tak tahu jenis bantuan apa yang Kyujin inginkan. Ya, Jiwoo seharusnya menolaknya, ia harus bisa menolaknya.
Jiwoo menarik nafas, kemudian menghembuskannya. Ia menatap Kyujin dengan bergetar. "Untuk kamu, aku gak akan bisa menolaknya."
Sial, jawaban macam apa itu?
Kyujin nampak tersentak saat mendengar jawaban itu, Kyujin langsung saja berdecih sebagai respon, ekspresi gadis itu langsung berubah dengan bibir mencebik dan alis yang bertaut hampir bersentuhan. Ekspresinya lucu meski Jiwoo tidak yakin haruskah ia terkekeh atau ketakutan karena baru saja mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak ia katakan.
"Tidak disini kalau begitu." Kyujin bersungut, ia kembali menarik secarik kertas diatas meja Jiwoo, yang belum sempat Jiwoo baca karena terlalu fokus pada wajah cantik Kyujin beserta ekspresi manisnya secara detail.
Habisnya, kapan lagi kan Jiwoo punya kesempatan sedekat ini bersama Kyujin dan dalam situasi yang tidak bersitegang.
Kyujin sendiri tak mau menunggu Jiwoo menjawab terlebih dahulu atau mempertanyakan apapun lebih lanjut. "Sepulang sekolah, cafe Mixxtopia, gua tunggu kedatangan Lo."
Kencan?
Wajah Jiwoo secara otomatis merona saat kata-kata itu melesat tanpa dosa di benaknya, ia memandang Kyujin seolah gadis itu adalah pusat dari seluruh perhatian Jiwoo, seolah di dunia ini hanya ada Kyujin di dunia Jiwoo.
Namun Jiwoo hanyalah sampah dimata Kyujin.
Tatapan Jiwoo mendadak berubah sendu, Kyujin menangkap bagaimana perubahan ekspresi pada wajah manis Jiwoo, namun Kyujin tak merasa jika ia harus ikut campur atau bertanya lebih lanjut. Jadi ia memilih untuk segera pergi tanpa berpamitan.
Melengos tanpa berpamitan, meninggalkan Jiwoo yang kembali memikirkan apa yang baru saja terjadi dan hal buruk yang kemungkinan bisa saja terjadi, entah apa yang akan Kyujin bicarakan, Jiwoo hanya terlalu senang hingga terperangkap euphoria-nya sendiri.
Jiwoo harusnya bisa lebih sadar diri, Kyujin telah membencinya dan apapun ya ia pikirkan. Itu hanyalah sebuah imajinasinya belaka.
°°°
Sullyoon hari ini pulang terlambat, entah apa alasannya, Sullyoon hanya merasa malas. Jadi ia memilih untuk berjalan tanpa tahu arah sembari sesekali menendang kerikil malang yang menghalangi langkahnya. Melampiaskan perasaan gundah dirinya pada benda mati tersebut karena Sullyoon tidak mungkin melampiaskannya pada orang lain, seperti menendang kepala orang lain.
Sullyoon bukannya tidak tahu, ia hanya merindukan Bae, rindu Bae disisinya dan berjalan beriringan bersama sembari melemparkan canda tawa, jokes bapak-bapak Bae lama-lama jadi begitu Sullyoon rindukan.
Sullyoon tahu, jika Bae akan selalu mengikuti dirinya jika ia berjalan kaki sendirian, jauh dibelakang. Mereka dekat, namun benar-benar terasa jauh karena Sullyoon sendiri tak bisa berlari kearah Bae, memeluknya dan mengatakan jika Sullyoon sangat merindukan Bae, menangis seperti anak kecil yang baru saja dipaksa untuk tidur siang.
Sullyoon menghentikan langkahnya, ia mendongak guna melihat lurus ke atas langit. Memejamkan mata dan menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya, memberikan rasa sejuk bagi suasana hatinya yang tengah gersang.
Sementara itu Bae dibelakang sana tak bisa berkedip, tindakan Sullyoon sangat sederhana namun berdampak begitu besar bagi Bae yang langsung terpikat dengan begitu cepat, tidak, ia memang selalu terpikat pada Sullyoon.
Bahkan jika yang Sullyoon lakukan hanya duduk diam dan bernafas, Bae akan tetap terpikat dan memuja gadis itu seolah Sullyoon adalah seorang dewi.
Bae diam-diam tersenyum kecil, Sullyoon hanya berjarak beberapa meter di depan sana, menikmati langit senja yang terlihat cantik namun mata Bae hanya terpaku pada gadis itu, langit yang cantik pun tak membuat Bae berpaling, ia tak berkedip dan hatinya menghangat diantara gundah gulana yang setiap hari meremas hatinya.
Ia telah kehilangan gadis itu, takdirnya tak mengizinkan ia memiliki gadis itu, namun jika Bae boleh meminta dengan mempertaruhkan seluruh kehidupannya. Ia ingin sebuah keajaiban yang membalikan keadaan dirinya dan Sullyoon. Ia ingin bisa kembali bersama Sullyoon.
Dan kali ini, Bae tak merasa ragu untuk mengatakan jika ia memang telah benar-benar jatuh cinta pada Sullyoon, jatuh cinta pada fisik dan jiwa gadis itu secara dalam hingga tak bisa lagi ia kuras.
Jika tidak bersama Sullyoon, Bae merasa tak akan pernah bisa melewati kehidupannya dengan orang lain. Ia juga tak yakin bisa melihat Sullyoon hidup bahagia bersama orang lain, ia tak yakin jika hatinya bisa menerima fakta itu.
Bae menatap Sullyoon yang mulai melanjutkan kembali langkahnya, tangan Bae dimasukkan gadis itu pada saku jaketnya. Bae putus asa akan takdir keduanya, sangat putus asa hingga rasanya ia ingin mengakhiri semua takdirnya.
Mengakhirinya menjadi sebuah tragedi menyedihkan yang tak pernah Bae pikirkan sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty And The Beast
FanfictionBae mengambil lolipop yang di buang bocah SMP tadi dan mendekati Sullyoon yang nampak terpaku kearahnya, Bae tentu saja malu di pandang oleh bocah secantik Sullyoon apalagi dalam keadaan meler ingus seperti sekarang ini. "Ini lolipop kamu" Bae mengu...
