Seminggu telah berlalu dengan cukup cepat, Jang Kyujin dengan kaca mata baca ditangannya nampak menaruh benda itu tanpa ada minat untuk memakainya, wajah datar nan serius Kyujin terlihat sangat berwibawa sesuai dengan status penerus utama rumah sakit terbesar di Korea. Tidak diragukan lagi jika Kyujin memang sangat cocok dengan gelarnya.
Ia menatap deretan kata dalam dokumen ditangan lainnya lantas menaruhnya ke atas meja, duduk dengan santai di kursi utama milik ayahnya yang tengah melakukan operasi saat ini. Bertindak superior pada beberapa orang dokter yang menunduk takut atas aura gadis manis tersebut.
"Jadi, kalian mengerti kan tugasnya?" Tanya Kyujin dengan nada yang terdengar kurang bersahabat, mengintimidasi.
Para dokter itu serempak menjawab. "Ya, nona."
Namun tak ada senyuman puas dari Kyujin tatkala mendengar jawaban itu, Kyujin hanya terus menatap deretan kata dokumen milik ibu Kim Jiwoo ditangannya lantas menatap para dokter senior itu. "Aku percayakan tugas tambahan ini pada kalian, masalah bonus biar ayah yang urus tapi aku pastikan kalian akan dapat bonus."
Kyujin kembali mendapatkan jawaban yang sama. "Ya, nona." Dengan serempak dari para dokter yang usianya bahkan lebih tua dari sang gadis.
Kyujin menghela nafas perlahan, ia terkadang juga merasa tak nyaman dengan kepatuhan aneh dari orang-orang tua itu, mereka jelas takut melakukan kesalahan karena selain pemecatan, entah apa konsekuensi lain yang akan mereka terima.
Namun meski dokter-dokter disini cukup patuh namun kenyataanya selalu ada saja dokter yang berbuat kotor dan dengan alasan itu, Kyujin mengumpulkan dokter-dokter ini untuk sedikit bermain-main.
"Dokter Irene, " Kyujin memanggil salah satu dokter dengan paras rupawan yang langsung memberikan perhatian penuh padanya. "Aku mengandalkan mu."
Irene tersenyum kecil, mendapati hal itu Kyujin membalas senyuman sang dokter yang kemudian mengangguk. Jawaban itu saja sudah terasa begitu cukup bagi Kyujin, gadis itu berharap semuanya akan lancar dan seluruh rencana itu berakhir bagus.
Irene meraih smartphone miliknya pada saku jas putih miliknya, mengetik sesuatu di ponselnya lantas segera men-loud speaker hingga suara tersambung terdengar menggema di seluruh ruangan. Menunggu selama beberapa saat, rasa dingin penuh ketegangan terasa mengisi ruangan besar tersebut bahkan tak ada yang berani menelan ludah mereka sendiri.
"Ada apa? Aku sibuk."
Suara wanita dewasa seseorang di seberang telpon terasa tidak begitu asing, bertanya dengan nada tak bersahabat. Irene dengan wajah datar tanpa ekspresi memilih untuk mengacuhkan nada wanita yang menjadi lawan bicaranya ditelpon.
"Nyonya Kim, baru saja meninggal dunia." Ia mengatakannya dengan cepat meski ekspresinya datar, namun orang diseberang telpon nampaknya terlalu bodoh untuk curiga.
Dengan nada panik, lawan bicaranya menjawab. "APA?! AKU MEMINTAMU MENGAWASI KONDISINYA, SIALAN! aku akan segera kesana."
Tutt. . .
Panggilan terputus secara sepihak, Irene kembali menaruh ponsel di saku jas kebanggaannya lantas menatap Kyujin yang nampak menahan ekspresi geli. Kyujin menggelengkan kepalanya guna mengembalikan wibawa miliknya.
"Sesuai perkataan tante Sana, tuh ani-ani gak sabaran. Kalian langsung balik posisi kalian aja, sekalian koordinasi juga sama yang lainnya."Kyujin melambaikan tangannya dengan malas, namun dengan taat dokter-dokter itu menurut.
Mereka membungkuk pada Kyujin lantas dengan serempak mengatakan. "Kami permisi, nona."
Kyujin tak menjawab namun menatap kepergian dokter-dokter senior itu satu persatu keluar dari ruangan, Kyujin bersandar pada kursi kebanggan sang ayah lantas bergumam. "Mereka lebih parah dari maid dirumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty And The Beast
FanfictionBae mengambil lolipop yang di buang bocah SMP tadi dan mendekati Sullyoon yang nampak terpaku kearahnya, Bae tentu saja malu di pandang oleh bocah secantik Sullyoon apalagi dalam keadaan meler ingus seperti sekarang ini. "Ini lolipop kamu" Bae mengu...
