Hari itu gerimis turun tidak begitu lebat, namun bagi Kim Jiwoo, gerimis kali ini terasa begitu deras dan sangat dingin, entah mungkin karena ia tengah bersedih saat ini dan hanya bisa duduk diatas meja dalam kelas sepi dimana pelajaran telah selesai satu jam yang lalu. Jiwoo hanya bisa mengayunkan kakinya saat ia merasa bosan namun ekspresi sendu dan putus asa sesekali bergantian hadir dalam paras manisnya.
Ia tengah mengalami dilema dan menyadari jika ia telah berubah menjadi orang jahat, terpedaya akan kata-kata omong kosong mengenai kesembuhan ibunya yang seolah hanya dijadikan sebagai senjata tarik ulur agar Jiwoo tetap menjadi anjing dengan tali kekang di lehernya. Berpikir mengantikan semuanya dan membeberkan tingkah ibu Bae pada gadis itu juga bukan sebuah jawaban yang tepat karena Jiwoo sendiri tidak yakin apa yang bisa wanita itu lakukan pada ibunya.
Pada akhirnya, penyesalan selalu datang terlambat.
Jiwoo secara tidak sadar menghancurkan semuanya hanya karena ia putus asa, perasaan itu membuat matanya tak bisa melihat jika tangan malaikat yang terulur padanya adalah tangan iblis. Jiwoo berpikir semuanya akan baik-baik saja, hanya sampai ibunya membaik namun ternyata wanita itu bisa berbuat hal gila dengan mempermainkan kesehatan ibu Jiwoo.
Selain seluruh hal yang telah ia buat berantakan. Kyujin, gadis yang begitu ia puja selama ini sekarang begitu membencinya, menatap Jiwoo seolah gadis itu adalah hama menjijikan yang harus segera musnah.
Kyujin tidak mengerti, dan Jiwoo tidak berniat membuat Kyujin mengerti. Tidak ada salah paham yang harus diluruskan karena memang Jiwoo bersalah dalam kasus ini. Jiwoo adalah tokoh jahat utama yang menyebabkan konflik rumit yang terjadi belakangan ini.
"Aku—putus asa." Jiwoo bergumam dengan suara bergetar, ia menahan tangisnya dengan menggigit bibir bawahnya begitu kuat, air mata yang memang menggenang sejak lama berusaha keras ia tahan meski ia tahu, tak ada yang akan melihatnya.
"Bagaimana cara menghentikan ini semua tanpa membuat Ibu dalam bahaya?" Jiwoo lagi-lagi bergumam, pada cuaca diluar sana, berharap jika cuaca itu mendengarkan ia yang tak memiliki siapapun untuk ia ajak berbagi isi hati. Berharap mungkin tuhan akan mendengarnya dan mengabulkan permintaannya meski terdengar sangat mustahil.
"Kyujin, aku benar-benar tak ingin kau menatap ku seperti itu," Jiwoo mulai runtuh, bahu kecilnya bergetar dan air mata mulai turun membasahi pipi bulatnya. "Aku sangat mengagumi dirimu, aku selalu berharap kau bisa melihatku, mengetahui jika aku ada dari ribuan siswa disekolah, tapi mengapa harus dengan cara kau mengenalku sebagai orang jahat?"
Jiwoo menghapus air mata itu dengan kasar menggunakan punggung tangannya. "Mengapa kau memukul aku mundur bahkan sebelum aku bisa memikirkan cara untuk bisa begitu dekat denganmu."
Hujan semakin deras diluar sana dan tangisan Jiwoo semakin pilu, bergema hingga keluar pintu kelas, sampai pada telinga seseorang yang tengah bersandar pada dinding tepat disamping pintu bercat coklat tersebut. Ia menunduk hingga rambut panjangnya jatuh menutupi wajahnya yang ayu.
Jang Kyujin tak bergerak sedikitpun dari tempatnya, semula ia ingin menghampiri ruangan itu karena mendengar dari Bae jika Jiwoo sedang dihukum dikelas. Kyujin ingin menindas Jiwoo lagi dengan kata-kata sarkasme nya namun saat ia melihat Jiwoo tengah berduka dari balik lubang kunci pintu ruang kelas, entah mengapa Kyujin memilih untuk mengurungkan niatnya.
Pada akhirnya yang ia lakukan hanya bersandar pada dinding, mendengarkan keluh kesah Jiwoo yang seharusnya ia dengarkan, setiap orang pasti memiliki alasan dan sekarang Kyujin tahu alasannya, ia berpikir jika Jiwoo hanya berbual soal ibunya dan rupanya yang selama ini berbual adalah persepsi Kyujin sendiri.
Jiwoo tengah menderita, dan Kyujin sama sekali tidak mengerti. Tangan gadis Jang itu mengepal dengan erat di kedua sisi tubuhnya, sumber masalah yang begitu merepotkan inu memang hadir dari ibu Bae sendiri. Wanita itu benar-benar menjadi sebuah hama yang sulit untuk di basmi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty And The Beast
FanfictionBae mengambil lolipop yang di buang bocah SMP tadi dan mendekati Sullyoon yang nampak terpaku kearahnya, Bae tentu saja malu di pandang oleh bocah secantik Sullyoon apalagi dalam keadaan meler ingus seperti sekarang ini. "Ini lolipop kamu" Bae mengu...
