daffa
cukup aja
kita gak akan bisa kayak gini terus
hidup di jalan masing-masing bakal lebih baikPesan terakhir dari Haru, 1,5 tahun yang lalu. Tidak pernah mendapat balasan lagi dari Daffa. Kemungkinan besar Daffa menghapus nomornya, sama seperti yang Haru lakukan. Memang di awal ia yang bersemangat mengatakan akan terus mengirimi Daffa pesan, menjaga baik hubungan mereka agar tidak asing. Kenyataannya begitu sulit hingga keduanya nyaris tak berkirim kabar 1 bulan penuh.
Namun, ia masih bisa menonton kegiatan Daffa melalui media sosialnya. Daffa bersama teman-teman barunya, kegiatan yang lebih menyenangkan, bahkan ia sempat sangat terkejut karena tiba-tiba Daffa tergabung dalam komunitas band.
Tetapi hanya cukup tahu, bukan yang ingin tahu lebih. Haru, tidak pernah peduli dengan Daffa lagi bahkan ia hanya diam atau mengalihkan pembicaraan apabila terkadang temannya ada yang menyinggung tentang Daffa.
"kita futsalnya kurang orang."
"lu aja sana, Rik."
Erik ini—salah satu teman dekatnya di kampus. Kini mereka berdua sedang duduk di gazebo depan gedung fakultas. Sebenarnya hanya jalan-jalan mengisi waktu kosong mengingat 2 hari lagi mulai masuk kuliah setelah libur panjang.
"gua udah join, bego," dengus Erik. "tumben sepi peminatnya."
"gak dapet sertif, sih. panitianya gak jelas," sahut Haru.
"yang perlu kita nikmati itu euforianya. latihan bareng, balik pagi, ngopi, latihan lagi, kemungkinan besar tahun depan ga akan lu rasain fase itu." Erik terkekeh kecil. Padahal, Haru di semester awal sangat aktif dengan banyaknya kegiatan dari kampus.
Memasuki tahun ke-3 ini, mungkin Haru akan cukup lelah hanya dengan perkuliahan saja.
"iya, sih. ya udah share link."
"ada di grup futsal, coba cek."
Akhirnya, Haru kembali menjadikan futsal sebagai sarana untuknya refreshing dari lelahnya otak akibat belajar dan praktik. Ia yang tak tahu kenapa tiba-tiba berminat mengikuti kegiatan futsal itu semenjak menjadi mahasiswa.
Mungkin pengaruh seseorang di masa sekolah yang pernah mengungkapkan jika ia cukup handal dalam bermain futsal.
"ini waktunya... bukannya bentrok sama ospek maba? mereka masih ospek kan tanggal segini?" Haru membuka link registrasi kelas.
Situasi di kampus sekarang, banyak juga mahasiswa lain. Para panitia untuk persiapan penerimaan mahasiswa baru yang sepertinya tak pernah pulang—mereka pasti lelah sekali, pikir Haru.
"lu baca guidebook-nya gak? itu kita ditonton sama maba—"
"dih ngapain??"
Haru bingung, Erik mengedikkan bahu. "futsal fakultas juara mulu. kampus mau lah ngenalin futsal gacor kita ke maba," sahutnya sok tau. "lagian ada badminton juga, tari, band, jujitsu, kayanya seharian ini maba full ngelihatin ukm."
"ospek kita pas display ukm gak gitu, tuh?" cibir Haru.
"cowok gua dan temen-temennya dong, keren. biar gak boring."
Mendengarnya, cukup membuat Haru merotasikam bola mata. Temannya ini cukup "bucin" pada 1 manusia dari fakultas seberang. Semua orang tahu. Alasan besar Erik mengajak Haru ke kampus hari ini pun, agar bisa melihat pacar Erik yang sibuk dengan rapat-rapatnya.
"lagian ini lebih kayak festival. gak semua maba lihat kita, kan lapangan entar dibuka. ga mungkin puluhan ukm waktunya nyampe seharian kalo cuma 1 tempat," lanjut Erik.
KAMU SEDANG MEMBACA
dunia (a story after highway)
Fanfictionisi dunia berjalan sesuai takdir, dan tidak pernah bisa ditebak, bahkan oleh Haru sekalipun. ⚠️tw // bxb ⚠️lanjutan dari buku sebelumnya yang berjudul, highway. ✧06/10/24