haru
nonton gua, kan
udah banyak yg nonton
mau ditonton sama temen gua yang spesial ini, hehe
temen tetep temen, ga ada bedanya spesial apa kaga
lah kok marah
kalo futsal ft nyampe final, mau kasih gua pelukan spesial gakapaan sih
kaga jelas lulah kok marah lagi
gak ada yang marah
nonton ya ntar malem
iya
Daffa sebenarnya lelah, dengan tugas-tugasnya. Namun, ia beruntung mendapatkan kelompok yang tidak perlu diburu-buru untuk menyelesaikan tugas.
Begitu selesai kerja kelompok usai kelas siang hari ini, Daffa baru keluar dari gedung kuliah bersama. Terik matahari sore menyapa matanya segera. Silau, tetapi ia bersyukur anginnya segar.
Dalam beberapa meter di depannya, ada Dewa berdiri sembari fokus pada ponsel. Sambil Daffa mendekati anak itu, ponselnya berbunyi—ia tertawa kecil, lantas berhenti tak jadi mendekati si teman.
"halo?" sapa Daffa pelan.
"di mana? jadi nonton futsal?"
"jadi. yang lain mana?"
"belum keluar. lu di mana??"
"coba lihat belakang."
Tanpa teleponnya terputus, suara mengumpat Dewa terdengar usai menuruti perintah Daffa.
"ayo cari makan!!" Dewa berseru dengan sebal.
Daffa berjalan mendekati si empu. "Dion ama Rasen belum keluar," cibirnya kemudian.
"laper."
Daffa membuka tasnya, memberikan sebungkus donat coklat yang ia beli saat ada mahasiswa datang ke kelasnya dengan membawa dagangannya tadi. Dengan senang Dewa menerima, rautnya berbinar.
"makasih."
Akhirnya mereka duduk di gazebo yang ada pada depan gedung. Berniat menunggu Rasen yang katanya ada kelas sore. Lalu si sibuk Aldion dengan agenda rapatnya yang tak kunjung selesai sejak pagi tadi.
"gua gak suka supporteran, mending nonton aja," celetuk Dewa.
"haha, seru padahal," cibir Daffa terkekeh.
"gak seru. alay, ngapain teriak-teriak gitu."
"itu namanya solidaritas."
"halah."
Dewa yang dulunya berasal dari sekolah swasta, bertemu Daffa, murid STM top di kotanya. Meskipun Daffa sendiri merasa bisa lepas jiwa anak sekolahnya karena 2 tahun sudah menjadi mahasiswa sebelum masuk kemari. Namun, jiwa anak ULTRAS-nya di masa sekolah masih ia nikmati.
"elu pemain futsal bukannya udah biasa digituin?" Daffa tersadar akan Dekan Cup saat Dewa ikut mewakili prodinya.
"nggak pernah tuh."
"sekolah lu flat."
"emang, sih."
Daffa mengangguk saja. Wajar, dulu Haru juga hidupnya seperti itu. Dewa hanya belum beradaptasi saja—menurutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
dunia (a story after highway)
Fanfictionisi dunia berjalan sesuai takdir, dan tidak pernah bisa ditebak, bahkan oleh Haru sekalipun. ⚠️tw // bxb ⚠️lanjutan dari buku sebelumnya yang berjudul, highway. ✧06/10/24