• teman

97 32 5
                                    

Nomor punggung Haru itu 04. Entah untuk bulan lahirnya, atau tanggal lahir Daffa. Jersey milik anak-anak teknik cantik, dengan dominan warna biru langit serta di masing-masing jersey terdapat nama pemain.

Padahal hanya latihan rutin—untuk persiapan Rektor Cup katanya. Namun, Daffa tidak tahu kenapa ia duduk di tepi lapangan bersama dengan Yuan. Jika Yuan wajar, Erik kan pacarnya. Namun, kenapa Daffa jadi ikut menemani Haru?

2 hari yang lalu, rapat angkatannya sampai malam guna membahas malam keakraban. Daffa berpapasan dengan Haru begitu ia hendak keluar menuju gerbang untuk memesan ojek online. Padahal, Haru tidak punya hak untuk memarahinya meskipun sebenarnya Daffa menyimpulkan jika lelaki itu khawatir. Setelahnya, Haru mengambil motor di kost untuk mengantarkan Daffa pulang.

Haru selalu mengkhawatirkan Daffa, tapi seperti tidak peduli dengan diri sendiri. Atau mungkin memang wataknya pemberani.

Malam ini, Daffa juga ada rapat angkatan yang diadakan di taman depan perpustakaan. Menghabiskan waktu hingga pukul 10 mengingat mereka baru memulai pukul 8 usai semua anggota selesai kelas.

"besok kalo pulang malem lagi, nginep tempat gua aja. ini bukan modus."

Itu yang diucapkan Haru kemarin. Daffa mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan untuk mengiyakan bantuan dari Haru, khusus malam ini saja.

Sekarang hampir pukul 11, ia heran kenapa mereka tidak diusir oleh satpam kampus.

"kalo gini, Erik pulang, kak?" Daffa memecah keheningan, sambil menatap Yuan. Sepertinya kakak tingkatnya itu sedang sangat lelah, karena sejak tadi hanya diam melihat ke depan.

Namun, begitu menoleh ke Daffa, masih bisa memunculkan senyumnya.

"nggak, dia nginep di kost."

"mau aja nungguin dia sampe jam segini?" cebik Daffa, sewot.

Yuan tertawa kecil. "biasanya dia tidur tempat Haru apa Aldo. tapi Aldo malem ini ga balik ke kost..." Ia diam sejenak, kembali menyandarkan kepala di dinding, sambil meluruskan pandangannya ke arah pemain futsal. "terus tempat Haru lagi kedatengan tamu." Lengannya menyenggol Daffa.

"kok ember, sih." Membuat yang muda mendengus. Padahal ia dan Haru sepakat tidak mengatakan pada siapa-siapa.

"gapapa." Yuan terkekeh. "kalo malem-malem Erik dateng ke kost, takutnya aku ketiduran. nunggu di sini aja deh. kasihan dia kalo tidur di kampus," lanjutnya.

Di mata Daffa, hubungan Erik dan Yuan sangat adem. Ia kan jadi iri, meskipun hidup tidak semuanya tentang berpacaran.

"oh iya, kak..." Daffa membuka percakapan, lagi. Kali ini ia fokuskan pandangannya ke arah Yuan. "boleh nanya sesuatu?"

Sukses membuat yang lebih muda—sebenarnya Yuan lahir di tahun yang sama dengan Haru, menoleh juga. Lumayan, mengobrol untuk menyingkirkan rasa kantuk.

"kenapa?" Yuan mempersilahkan.

Daffa diam, ia ragu, tapi penasaran.

"denger-denger ada anak gubernur yang kuliah di sini? tau orangnya?"

Semakin malam, semakin mudah untuk manusia mengatakan kejujuran. Daffa, jujurnya ia tak bisa menahan rasa penasarannya. Setelah mengobrak-abrik internet mencari wujud anak gubernur yang ia dengar berkuliah di sini dan pernah tersandung kasus, tak ada fotonya. Privasi si empu sangat terjaga.

Aneh, padahal seorang kriminal.

Lama. Ada 1 menit Yuan hanya diam, matanya mengarah pada Daffa, tetapi pandangan di dalamnya kosong. Daffa panik dalam hati, bertanya-tanya apakah ia salah? Dan menyesali keputusannya malam ini.

dunia (a story after highway) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang